General's Lady [Bahasa Indonesia] - Chapter 12
Dari anak-anak yang dipilih, yang paling besar hanyalah anak-anak yang berusia sebelas atau dua belas tahun, sementara yang paling kecil adalah anak-anak berusia lima atau enam tahun. Ada yang laki-laki dan ada yang perempuan, dan semuanya sangat sehat.
Chu Xiuyuan membawa mereka untuk turun bersama-sama menuju ruang rahasia. Posisi ruang rahasia itu berada tepat di bawah taman kediaman tamu. Makanan, air bersih, selimut berisi kapas, dan barang-barang sejenis itu sebisa mungkin mereka siapkan untuk anak-anak sebagai perbekalan untuk bertahan di bawah sana.
Barang-barang ini disimpan sedikit untuk mereka makan dan minum, seharusnya bisa bertahan hingga sebulan. Chu Xiuyuan dengan hati-hati mengajari mereka cara membuka pintu dari luar. Setelah itu, ia menutup pintu ruang rahasia.
Karena tempat itu berada di bawah tanah, di siang hari hanya ada sedikit cahaya. Karena itulah, Chu Xiuyuan bahkan menjelaskan pada mereka agar tidak sesuka hati menyalakan lilin.
Selain hal ini, Chu Xiuyuan juga mengatur orang-orang yang akan langsung membakar Kediaman Jenderal ketika kota diterobos. Dengan begini, api itu bisa menutupi anak-anak yang berusia lima sampai dua belas tahun ini. Para tentara Man itu pasti juga tidak akan mencari dengan terlalu hati-hati.
Semua orang yang tersisa duduk untuk bersiap-siap menyambut kematian mereka. Berkat langit yang tidak pernah menyegel semua jalan keluar, di hari keempat anak-anak bersembunyi di dalam ruang rahasia, datanglah kabar baik.
Bahkan bertahun-tahun kemudian, Shen Jin tetap mengingat hari itu dengan jelas. Bendera komandan yang berkibar-kibar di tengah angin itu seperti serangkaian lampion kecil yang digantung di tiang bambu di atas kepala.
Para Suku Man yang awalnya menyerang kota berhenti, seolah tengah memperhatikan dengan bodoh pasukan yang menyerang mereka dari belakang.
“Jenderal…”
“Jenderal kembali!”
Sorak sorai terus menerus terdengar dari atas dinding kota. Orang-orang yang menatap bendera komandan itu ada yang berlutut di atas tanah dan meraung serta menangis dengan keras. Ada pula yang saling berpelukan dan berteriak… Jenderal telah kembali. Mereka semua aman!
“Bunuh!” Entah siapa yang pertama kali meneriakkan hal ini, tetapi dengan cepat semuanya bersatu. Orang-orang yang masih hidup mengangkat senjata mereka. Chu Xiuyuan memerintahkan orang-orang untuk membuka gerbang kota, lalu memimpin penyerangan ke luar, menemani pasukan bersenjata Yong Ning Bo untuk melakukan serangan terpusat pada Suku Man….
“Apa kalian tidak takut ini hanya perangkap?” Sejak beberapa hari yang lalu, Shen Jin sudah mulai merawat orang-orang yang terluka bersama dengan An Ping dan yang lainnya. Tentu saja setelah mendengar teriakan itu, ia bertanya.
Kepala Pelayan Wang berkata, “Kalaupun ini perangkap, kita harus berbuat apa?”
Shen Jin menemukan bahwa belakangan ini Kepala Pelayan Wang entah sadar atau tidak telah mengajarinya banyak hal. Mendengar hal itu, ia tercengang dan menundukkan kepalanya untuk terus merebus obat.
Benar sekali. kalaupun ini memang perangkap, mereka harus berbuat apa? Apakah keadaannya bisa lebih berbeda dari keadaan sekarang?
“Benar-benar pulang ya…” Shen Jin masih merasa tidak percaya.
An Ping menekan seorang pria yang ingin pergi berperang dengan keras dan menggunakan arak yang keras untuk membersihkan luka pria itu. Ia berkata, “Diamlah di sini dengan baik.”
“Aku ingin pergi dan berperang bersama Jenderal.” Di atas tubuh pria itu, ada begitu banyak luka, baik yang kecil maupun yang besar. Lukanya yang paling parah terdapat di perutnya.
An Ping menekan luka pria itu dengan kejam. Setelah pria itu berteriak kesakitan, An Ping berkata, “Kau hanya mencari mati.”
“Kalaupun aku mati, aku ingin mati di medan perang,” kata pria itu sembari meronta.
Sebenarnya pria itu tidak begitu dewasa. Ia sepertinya berusia enam belas atau tujuh belas tahun. Shen Jin menatap mereka dan berkata, “Sudah cukup banyak orang-orang yang meninggal. Orang-orang yang masih hidup lebih berguna untuk Jenderal.”
Kepala Pelayan Wang tidak mengatakan apa-apa, tetapi ia jelas setuju dengan Shen Jin. Kata-kata Shen Jin membuat mata banyak orang memerah.
.
.
.
Yong Ning Bo bukan hanya membebaskan kepungan di perbatasan, tetapi juga memukul mundur pasukan Man. Mereka berperang dengan musuh hingga musuh terkepung, menyerang banyak musuh, menangkap ratusan orang, dan mengehentikan semua penyerangan dan pengejaran.
Tetapi hal itu tidak berarti masalah ini sudah selesai. Kerusakan perbatasan karena perang, kelangkaan barang-barang, dan pemakaman para prajurit menyebabkan semua orang sekali lagi menjadi sibuk.
Suara tangisan juga tak kunjung berhenti…
Walaupun perbatasan tidak bisa dikatakan mengalami kemiskinan dan kerusakan karena perang, tetapi tidak semua keluarga memiliki anggota keluarga yang utuh. Bahkan orang-orang yang menjengkelkan dan para pencuri juga memilih kematian di medan perang.
Bahkan ada keluarga yang semua prianya meninggal dunia hingga para perempuan juga mengangkat senjata untuk membunuh musuh. Ada juga para orang tua yang tak memiliki kekuatan yang naik ke atas tembok kota, memeluk para pasukan Man dan melompat bersama mereka untuk mati bersama….
Kemudian Shen Jin mengetahui bahwa serangkaian lampion yang menggantung di bendera pasukan Yong Ning Bo itu tampak seperti kepala. Itu adalah kepala para komandan, korban, dan anggota suku Man. Suku Man adalah suku yang langsung mengambil jalan pintas dari bagian belakang. Entah itu pria atau wanita, tua dan muda, semuanya dipenggal.
Apakah itu kejam? Jika ia masihlah Shen Jin di Kediaman Pangeran Rui, ia pasti akan merasa hal itu kejam dan ketakutan. Tetapi Shen Jin yang sudah berpengalaman dalam perang semakin merasa gembira.
Untunglah Jenderal segera kembali. Jika perbatasan berhasil diterobos, mungkin kepala manusia yang digantung adalah kepala mereka.
Hingga hari ketiga, Shen Jin bertemu dengan Yong Ning Bo. Baju zirah dengan warna yang tidak ia ketahui, wajah yang ditutupi janggut besar, tatapan yang tajam dan menatap rendah Shen Jin.
Saat itu, Shen Jin tengah berjongkok di samping sumur untuk membersihkan kain-kain katun bersama beberapa orang. Karena kain itu akan digunakan untuk membalut orang-orang yang terluka, setelah dicuci, kain itu masih harus direbus dengan air panas.
Saat bertemu Yong Ning Bo, Shen Jin sama sekali tak mengenalinya. An Pinglah yang memanggil, “Jenderal…”
Sebenarnya Yong Ning Bo tidak semenakutkan itu… Shen Jin juga tidak tahu apakah keberaniannya semakin besar belakangan ini. Tetapi ia tetap saja disesatkan oleh rumor dan merasa bahwa Yong Ning Bo seharusnya lebih menakutkan lagi. Jadi, saat itu ia tidak bereaksi. Sebaliknya, ia menatap Yong Ning Bo dengan tatapan kosong.
Semua orang yang tengah mencuci melepaskan barang yang ada di tangan mereka dan berlutut untuk memberi hormat. Sebaliknya, Shen Jin yang tengah berjongkok tampak agak angkuh.
Tetapi Shen Jin akhirnya bereaksi. Ia berdiri dan membungkuk pada Yong Ning Bo. “Jenderal.”
“Bangunlah.” Yong Ning Bo hanya diikuti oleh Kepala Pelayan Wang. Ia menatap Shen Jin dan tersenyum. “Nyonya, saya datang menjemput nyonya.”
“Terima kasih, suamiku.” Shen Jin langsung paham dan mengubah panggilannya.
Bertahun-tahun kemdian, Yong Ning Bo dan Shen Jin membicarakan situasi saat mereka pertama kali bertemu. Yong Ning Bo berkata bahwa saat itu ia merasa Shen Jin sangat kecil. Jika Kepala Pelayan Wang dan yang lainnya tidak memberi tahunya, bagaimana mungkin ia terpikir hal demikian? Shen Jin juga berdiri dengan berani dan membuat kesan yang mendalam baginya.
Shen Jin hanya berkata jujur, saat itu… Shen Jin hanya berharap Yong Ning Bo tidak perlu tersenyum, karena hal itu tampak memalukan dan mengerikan.
Tetapi Yong Ning Bo saat ini tidak tahu dan bahkan mengulurkan tangannya dengan rasa tak bersalah. Shen Jin berpikir sejenak sebelum memberikan tangannya.
Tangannya sudah tidak lembut seperti dulu. Karena mencuci dan menganji kain katun di tengah air yang dingin, lalu menggunakan air panas hingga terluka, tangannya bukan hanya berubah menjadi merah dan bengkak, tetapi juga tampak terluka.
Ia tampak begitu buruk, tetapi Yong Ning Bo tidak memperhatikannya dan malah menggenggam tangannya dengan erat.
Hari itu, Yong Ning Bo menjemput Shen Jin sendiri dan mewakili kedudukan Shen Jin. Seketika, Shen Jin benar-benar menjadi anggota Keluarga Chu dan diakui sebagai istri Yong Ning Bo.
Tetapi Yong Nig Bo hanya mengantar Shen Jin kembali ke Kediaman Jenderal dan ia kemudian lanjut bekerja. An Ping masih berada di sisi Shen Jin dan Xi Le… Sudah meninggal di bawah anak panah Suku Man.
Anak-anak sudah dikeluarkan dari dalam ruangan rahasia. Kepulangan Yong Ning Bo bukan hanya mengamankan perbatasan, tetapi juga membuat hati semua orang terjaga.
Di hari keempat, semua orang yang masih hidup dan bisa bergerak mengenakan pakaian berkabung dan bersama-sama mengadakan upacara peringatan untuk orang-orang yang meninggal.
Hari itu, yang menemani Shen Jin adalah Chu Xiuyuan. Dan Yong Ning Bo membawa para prajuritnya untuk mengawal para tawanan. Para tawanan yang sudah kelaparan selama empat hari sama sekali tak memiliki tenaga untuk melawan dan mereka semua diikat dan dibuat berlutut di hadapan makam-makam.
Semua orang yang gugur di dalam perang dikubur bersama. Nama mereka diukir di atas batu nisan. Nama-nama itu bahkan ditulis oleh Yong Ning Bo sendiri sesuai tradisi perbatasan.
Peperangan di sini tidak pernah berakhir. Jadi, mereka harus secara khusus mencari orang untuk memilih sebuah tanah melingkar sendiri dengan feng shui yang bagus.
Semua tempat yang bagus diberikan pada orang-orang yang gugur di dalam perag, dan sisanya diberikan untuk orang-orang yang meninggal karena penyakit atau usia tua, dan mereka dikuburkan di sekeliling tempat itu.
Di tahun baru, semua orang di perbatasan akan datang kemari dan berduka untuk orang-orang yang sudah meninggal ini.
Dengan arak yang disiramkan di atas tanah, Yong Ning Bo berkata dengan suara yang berat, “Darah persembahan.”
Bersamaan dengan suaranya, satu per satu kepala para tawanan dipenggal, lalu diletakkan dengan rapi di depan makam. “Aku, Chu Xiuming, bersumpah pada langit. Suatu hari nanti, aku pasti akan menggunakan darah semua Suku Man untuk membuat upacara peringatan pada semua prajurit yang gugur.”
“Bunuh!”
“Bunuh! Bunuh!”
Mata semua orang memerah. Aroma darah yang kental bukan hanya tidak membuat orang-orang itu ketakutan, tetapi malah memicu dendam dari dalam hati mereka.
Untuk sesaat, entah itu pria atau wanita, tua atau muda, semuanya berteriak dengan suara yang memekakkan….
Setelah berteriak bersama Chu Xiuyuan, Shen Jin menatap pria yang berdiri di barisan paling depan. Walaupun pria itu memiliki wajah yang galak dan menakutkan, pria itu juga sangat berani. Apakah itu adalah suaminya?
Ia adalah seseorang yang sepenuhnya berbeda dengan Pangeran Rui. Terlebih lagi… Jika ia benar-benar suka makan daging mentah, Shen Jin merasa ia bisa mencoba menemaninya.
Shen Jin tidak tahu berdasarkan daging ikan mentah, daging mentah sedikit pun tidak bisa terasa enak.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas Indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/v4pveKG
Donasi pada kami dengan Gojek!
