Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia] - Chapter 34
- Home
- Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia]
- Chapter 34 - Keluar dari Cangkang Telur
Pelajaran berikutnya adalah praktik memahat. Rong Mingshi masih berpikir tentang pahatan merak dan tak mendongak. Ekor tebalnya menarik foto merak, memperbesar bulu-bulunya yang lembut.
Keributan di sekelilingnya tak memasuki telinganya sama sekali. Ada panggilan samar-samar ‘Teman Sekelas Rong’ di tengah-tengah tetapi Rong Mingshi tak menyadarinya sama sekali. Tidak hingga keributan itu berhenti dan pandangan membakar jatuh padanya barulah telinga Rong Mingshi bergerak. Ia mendongakkan kepalanya dengan keterkejutan dan menemukan bahwa mata seluruh kelas memandangnya.
Rong Mingshi dengan tenang mematikan antar-muka merak itu dan duduk tegak seperti semua orang.
“…”
“…”
“…”
Semua murid menatap macan tutul yang serius itu dalam keheningan. Empat murid teratas di kelas tengah berdebat tentang bagaimana menentukan sebuah batu energi kelas menengah ketika macan tutul kecil itu tampak sepenuhnya tak peduli.
Murid, yang berulang kali mempertanyakan Rong Mingshi dalam tes sebelumnya, mendapat kesempatan untuk duduk di kursi ketiga di baris pertama karena Rong Mingshi tak memilih baris pertama. Saat ini, ia tengah berkata, “Kau juga melihatnya. Teman Sekelas Rong tak peduli. Karena ini adalah giliranku untuk memilih, aku pada dasarnya akan memilih yang terbaik. Teman Sekelas Rong memilih tempat duduk yang saat ini, yang merupakan sebuah prioritas yang ia serahkan.”
“…”
Macan tutul kecil itu menatap teman sekelasnya yang marah itu dengan tatapan kosong.
Orang yang duduk di baris pertama yang merupakan baris depan , yang menerima tempat kedua dalam ujian setelah Rong Mingshi melewatinya lebih dari selusin poin, berkata, “Kaman, kita tak bisa memahat sebuah batu energi kelas menengah sekarang. Potongan ini mungkin hanya cocok bagi Teman Sekelas Rong.”
Batu energi kelas menengah…
Rong Mingshi menatap tampilan batu energi di antar-muka di depan kelas. Tentu saja, ada sebuah gambar tiga dimensi sebuah batu energi kelas menengah yang berputar. Kuning adalah warna utamanya dengan sedikit hijau. Berdasarkan pilihan umum seorang pemahat, itu seharusnya dianggap sebagai sebuah batu energi kelas menengah yang bagus.
Pada umumnya, hanya batu energi kelas rendah yang disediakan pada para pemagang dan kelas-kelas pemula. Ini diputuskan berdasarkan kendali persepsi murid dan keahlian memahat mereka. Hanya ketika mereka naik ke kelas junior barulah mereka bisa diberikan batu energi kelas menengah dengan jumlah terbatas. Tentu saja, ini dipilih oleh murid-murid itu sendiri setelah mereka diperingkatkan berdasarkan nilai.
Kali ini, sebuah batu energi kelas menengah yang bagus tiba-tiba muncul di kelas pemahat pemula 3. Banyak orang berpikir bahwa ini adalah perisapan ekstra guru mereka. Sebelumnya, Profesor Phillier menyatakan bahwa ia ingin mendapat pemahaman yang mendalam tentang pahatan Murid Rong.
Kelas praktik memahat berbeda dari ujian dan seluruh prosesnya terbuka. Tujuannya adalah untuk membiarkan para murid belajar dari satu sama lainnya dan saling berkompetisi. Dalam kata lain, profesor dan seluruh murid bisa melihat proses memahat orang lain.
Murid-murid yang cerdas secara alami menebak tujuan profesor. Mereka tak bisa menunggu pahatan Teman Sekelas Rong. Karena itulah, kedua murid yang duduk di baris pertama langsung melompati batu energi kelas menengah dan memilih batu-batu energi kelas rendah yang lain. Mereka tak menduga Teman Sekelas Kaman untuk memilih yang satu ini.
Setelah mendengarkan murid di tempat kedua, Kaman menyeringai. “Bagaimana kau tahu bahwa aku tak mampu memahat sebuah batu energi kelas menengah? Dalam alasan apa pun, aku sudah memilih batu ini dan ini sepenuhnya sejalan dengan peraturan kelas. Ini tak melanggar aturan apa pun. Karena Teman Sekelas Rong tak peduli tentang tempat duduk, ia pada dasarnya juga tak peduli tentang tipe batu energi yang ia gunakan.”
Rong Mingshi menatap batu itu dan memperhatikannya. Ia tak merasakan apa pun dari potongan itu. Ini menyebabkan macan tutul itu menundukkan kepalanya dan lanjut mempelajari meraknya. Antar-muka yang baru saja terbuka adalah…
Ah, ekor merak… haha. Macan tutul kecil itu tergesa-gesa menutup mulutnya dengan cakar-cakar tebalnya. Ia tak bisa tertawa karena hal itu sama saja tak menghormati bentuk binatang seorang beastman!
Merak di layar indah dan mempesona tetapi itu entah bagaimana cerah di belakang. Untungnya, ada ekornya yang berbentuk kipas atau ia akan tampak botak… ketika memahat, mungkin ia harus menambahkan sesuatu di belakangnya.
Teman Sekelas Rong sepenuhnya tak peduli. Ia menatap merak yang indah tanpa sadar diri, sepenuhnya menghalangi seluruh kelas. Sebuah batu energi kelas menengah dengan kualitas yang bagus bisa dihargai hampir puluhan ribu koin bintang…
Tetapi, mereka tak bisa mengatakan hal lain lagi dan hanya bisa lanjut memilih batu berdasarkan tempat duduk.
Ketika giliran Rong Mingshi, ia mendongak dan awalnya ingin memilih seperti biasanya. Lagipula, ia akan memahat batu putih yang Aojia berikan padanya di kelas.
Hanya saja ketika ia mendongak, Rong Mingshi melihat sebuah batu hitam yang juga bulat. Bagian bawahnya mirip dengan sebuah bentuk telur, menyebabkan mata jernih macan tutul itu menjadi terang. Keluar dari cangkang… macan tutul kecil ini tanpa sadar tersenyum dan ia memilih potongan ini.
“…”
“…”
Murid-murid yang melihat Rong Mingshi memilih batu tercengang. Batu energi ini terlalu buruk. Bagian bawahnya ditutupi oleh retakan putih dan bagian yang bisa dikerjakan adalah hitam, merah, dan emas. Warna itu tak bisa disebut carmpuran lagi. Semua murid yang dengan sengaja meninggalkan batu-batu bagus untuk Teman Sekelas Rong pilih ingin terbatuk darah.
Apa yang bisa mereka perhatikan jika Teman Sekelas Rong memilih sebuah batu buruk seperti ini?
Ketika semua murid membuat pilihan mereka, Profesor Phillier dengan lingkaran hitam di bawah kedua matanya mendorong pintu dan melihat para murid dan batu-batu mereka yang sudah dicocokkan di papan di depan ruang kelas.
Profesor Phillier menolehkan kepalanya untuk melihat ketiga murid di baris pertama. Ia tak tidur semalaman dan lupa bahwa murid peringkat satu di kelasnya, Murid Rong memilih sebuah kursi di baris belakang… tetapi, batu yang dipilih adalah tergantung pada murid itu sendiri. Ia hanya bisa menggunakan wewenangnya untuk memasukkan sebuah batu kelas menengah. Untuk apa yang murid-muridnya pilih, ia tak memiliki hak untuk ikut campur.
Karena itulah, kelas dimulai ketika Profesor Phillier dan setengah kelas merasa berat. Batu energi yang dipilih oleh setiap murid dikirimkan ke meja-meja mereka oleh sebuah robot pelengkap.
Yang tak bisa menunggu untuk mulai adalah Kaman, yang memilih batu energi kelas menengah. Ketika ia memegang pisau dan mencoba memahat batu itu dengan persepsinya, ia terdorong oleh sebuah tinju yang kuat. Tubuhnya menghantam meja dan kursi-kursi terbalik. Pisau yang terjatuh mengenai lengannya dan seketika membuat lubang di lengannya. Kaman berteriak kesakitan dan mencengkeram lengannya.
Profesor Phillier segera mengaktifkan robot pelengkap dan mengirimkan Kaman ke UKS. Profesor Phillier menjelaskan, “Persepsi Murid Kaman tidak cukup kuat dan kendalinya tak cukup tepat. Ini akan terjadi ketika batu energi saat ini terlalu kuat untuk kalian. Kalian perlu bekerja sesuai kemampuan kalian.”
Ekor macan tutul kecil itu bergerak saat ia mengerjap. Ini kejadian yang hampir sama ketika ia mencoba memahat batu energi transparan kelas tinggi. Tampaknya ia harus terus mempraktikkan kendalinya.
Profesor Phillier melanjutkan, “Apa ada murid lain yang menginginkan batu energi kelas menengah ini?”
Hampir seketika, mata semua orang berfokus pada Rong Mingshi. Tetapi, macan tutul kecil itu memegang batu energi hitam dan putih dan menundukkan kepalanya, menunjukkan bahwa ia tak memiliki keinginan untuk membuka mulutnya. Mulut Profesor Phillier berkedut dan ia langsung berkata, “Bapak akan langsung ke Murid Rong yang ada di peringkat satu. Apa kamu memiliki pendapat?”
Seseorang yang bernama Murid Rong itu mendongak.
“Murid Rong, kamu adalah satu-satunya di kelas ini yang mampu memahat batu energi kelas menengah ini.”
Rong Mingshi meletakkan kedua batu itu dan menjawab, “Maaf, saya sudah memiliki rencana lain.”
Profesor Phillier menatap kedua batu enegri kelas rendah di hadapan macan tutul kecil itu. “Murid Rong, batu energi kelas menengah ini jauh lebih baik daripada dua batu yang kamu miliki.”
“Saya suka dua batu ini.” Macan tutul kecil itu tak tergerak.
Profesor Phillier harus menggertakkan giginya dan berkata, “Oke semuanya, lanjut.”
Rong Mingshi terhanyut dalam mengurus dua batu hitam dan putih itu. Hitam dan putih yang ada di bawah cakar-cakar macan tutulnya sangat harmonis. Mata semua orang berada pada antar-muka macan tutul di depan kelas dan tak ada yang memahat. Mereka melihat macan tutul kecil itu mengeluarkan peralatan memahat cakar macan tutul cerdas dan semua orang secara diam-diam menarik napas, menatapnya dengan hati-hati.
Rong Mingshi mengumpulkan semangatnya dan memahat dengan pisau-pisau hitam, pertama membuat skestsa komposisi umum. Kemudian ia membuat bentuk yang sedikit lebih bagus. Ia memilih struktur yang sama dengan cangkang macan tutul yang Aojia gambar dan seekor naga hitam muncul dari dalamnya.
Rong Mingshi sangat familier dengan memahat naga hitam kecil dan pisau-pisaunya sangat ahli. Naga hitam kecil itu lebih bulat dan imut dari sebelumnya. Kepala naga hitam kecilnya tertutupi oleh sepotong kecil pecahan kulit telur dan beberapa potongannya melekat di sayap-sayap naga.
Mata emasnya lebih besar daripada naga-naga hitam kecil di masa lalu. Ia agak sedikit kebingungan dan sedikit ganas ketika cakar-cakarnya yang bulat terulur, menarik cangkang telur dan mencoba menghancurkan cangkang telur itu.
Rong Mingshi menggunakan metode cekungan. Beberapa bagian tubuh naga hitam itu mungkin dihalangi oleh cangkang telur tetapi ketika Rong Mingshi menggerakkan pisau pemahat kecil, tubuh naga hitam kecil yang ada di dalam cangkang telur terpahat sedikit.
Menatapnya dari atas, seseorang bisa melihat perut bundar naga hitam itu dan ekor naga yang bergulung di bawah cakar belakangnya. Batu itu sendiri memiliki bentuk bulat jadi Rong Mingshi mengunakan bentuk ini untuk memahat bagian terluar cangkang telur. Cangkang telur berwarna hijau dan putih memiliki garis-garis yang halus dan macan tutul kecil itu dengan hati-hati memahat sebuah tekstur berpasir, dengan dua retakan dalam bentuk kilat yang menyebar ke bawah.
Ketika seluruh naga hitam kecil itu selesai, macan tutul kecil itu memahat tanda tangan kecilnya di ujung cangkang telur yang pecah.
.
.
.
Selama seluruh proses memahat, tak ada beastman yang berbicara dan mereka menontonnya hampir dengan cara terkejut. Pada umumnya, para pemahat membuat potongan-potongan bulat dan hanya ada sedikit pahatan cekung. Pahatan yang bagus ini mengalahkan pemahaman mereka yang sebelumnya tentang pemahatan batu energi.
Semua orang, termasuk Profesor Phillier, tanpa sadar menatap tangan mereka sendiri. Apakah pahatan yang tepat dan halus ini benar-benar sesuatu yang bisa dibuat dengan tangan? Dengan tambahan, Murid Rong menggunakan cakar…. cakarnya pasti akan gemetar jika ia menggunakannya.
Dalam seluruh proses, mereka juga tak melihat Murid Rong dengan sengaja menggunakan kekuatan persepsinya. Persepsinya mengalir tanpa banyak jeda. Ini berarti antara persepsinya sangat kuat atau kendalinya sangat unggul.
Yang lebih penting, Murid Rong menggunakan berbagai warna batu energi untuk membuat setiap warnanya sangat mencolok. Setiap potongan yang kebanyakan pemahat akan potong bermacam-macan menjadi sentuhan yang selesai di bawah Murid Rong.
Ini secara harafiah adalah cakar seorang dewa….
.
.
.
Rong Mingshi meletakkan naga hitam kecil yang keluar dari cangkangnya di samping batu putih. Naga hitam yang gemuk dan pendek mencoba keluar dari cangkang ketika batu bulat putih itu belum dipahat. Naga hitam kecil yang ia pahat jelas-jelas mencoba keluar dari cangkangnya untuk melihat dunia yang baru, tetapi ada sebuah perasaan bahwa naga itu dengan gelisah mengetuk telur putih yang tak bergerak yang ada di sampingnya…
Macan tutul kecil itu menutup wajahnya yang berbulu dengan sebuah cakarnya yang tebal ketika cakarnya yang lain terulur untuk meletakkan batu… telur putih yang bulat! Batu di depannya ini… terasa sangat aneh! Ia harus segera menetaskan dirinya dari cangkang telur (disilang) untuk menyelamatkan dirinya!
Tetap saja, memahat dirinya sendiri adalah hal yang benar-benar sangat aneh. Cakarnya yang berbulu memutar batu yang bulat itu dan ia tak bisa memulai.
Macan tutul kecil itu melihat ke sampingnya dan itu tampak lebih dan lebih seperti naga hitam yang tak sabaran dan mencoba tergesa-gesa keluar dari cangkangnya, menyebabkannya membuka gambar yang Aojia kirimkan padanya. Sketsa Aojia sangat sederhana. Itu adalah sebuah garis-garis konsep tanpa rincian.
Rong Mingshi memegang batu itu dengan ekspresi serius ketika mencoba menyatukan dirinya ke dalam perspektif Aojia. Ia membayangkan mata Aojia ketika ia tengah memegang telur itu. Wajah macan tutul yang malu itu sedikit panas….
Rong Mingshi tergesa-gesa menaikkan cakarnya dan mulai mengurus batu telur ini. Ia menggunakan pisau pemahatnya untuk membuat sketsa bentuk umum berdasarkan komposisi Aojia.
Macan tutul salju kecil di bawah pisau-pisaunya lebih manis dan lebih melengkung dari naga hitam kecil. Bulu yang ia miliki mendapat ujung-ujung bulat kecil, ada pola-pola lingkaran hitam yang dipenuhi ketidak puasan, ekor kasar yang terjatuh di dalam cangkang telur dan cakar-cakarnya yang tebal dan lembut.
Semakin rinci pahatannya, semakin Rong Mingshi bisa menanganinya. Rasa pelanggaran karena memahat dirinya sendiri perlahan-lahan mulai hilang. Yang lebih penting, Rong Mingshi akhirnya mengakui bahwa ia bukan binatang yang kuat dan ganas. Ia saat ini adalah binatang yang lembut, berbulu, dan lucu! Lebih lucu daripada naga hitam kecil.
Contohnya, cakar-cakar macan tutul jauh lebih tebal dari cakar-cakar seekor kucing. Rasa saat memegangnya adalah sangat penuh dan lembut, ketika bulunya sangat lembut dan halus. Ada juga warna putih salju yang indah dan pola-pola hitam bulat yang menyebar di seluruh tubuhnya. Ekor berbulunya sebenarnya sangat lembut dan halus. Ia akan tanpa sadar memainkannya ketika mencari di Jaringan Bintang di atas tempat tidurnya. Tentu saja, ada mata biru jernih macan tutul yang tampak seperti langit malam.
Segera, macan tutul salju kecil itu terbentuk di bawah pisau Rong Mingshi. Rong Mingshi merasa seolah macan tutul itu benar-benar memaksa keluar dari cangkang telur tetapi cangkang telur itu bergoyang dan macan tutul kecil itu merasa tak gelisah dan takut terjatuh. Karena itulah, ia mengulurkan cakar-cakarnya dan dengan hati-hati bergerak keluar.
Akhirnya, macan tutul kecil yang keluar dari cangkangnya selesai. Macan tutul kecil itu menatap keimutan yang seperti dirinya itu dan meletakkannya di samping naga hitam kecil itu. Kemudian ia mengulurkan cakar-cakar tebalnya dan mendorong mereka bersama. Kedua telur itu bergoyang, menyebabkan kedua binatang yang berusaha memanjat keluar dari cangkang telur bersentuhan.
Saat ini, semua penonton tak bisa menahan diri untuk tak meneguk saliva mereka. Mereka tiba-tiba merasa bahwa Murid Rong terlalu imut! Mereka ingin dia menjadi binatang mereka. Apa yang harus mereka lakukan? Kemudian mereka berpikir kembali tentang keahlian memahat Murid Rong…
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia]
- Chapter 34 - Keluar dari Cangkang Telur
Donasi pada kami dengan Gojek!
