Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia] - Chapter 28
- Home
- Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia]
- Chapter 28 - Hadiah Terbaik
Rong Mingshi dalam keadaan bersemangat sangat fokus dan kekuatan batu energi kelas rendah itu mencapai batas ekstremnya. Ada sebuah perasaan sepenuh hati dan setiap goresan pisaunya halus.
Segera, bentuk kasar tiga ekor binatang buas selesai. Itu masih hanya berupa struktur sederhana tetapi itu mampu menunjukkan postur bangga seorang tentara.
Rong Mingshi mendesah lega, meletakkan peralatan-peralatan cakar macan tutulnya dan menggosokkan cakar-cakar tebalnya satu sama lain. Ia menatap ke sekeliling dan tak melihat sosok Aojia. Macan tutul kecil itu merasakan sedikit keraguan tetapi ia berpikir Aojia memiliki urusan-urusan yang harus dilakukan dan mulai berkonsentrasi pada ketiga binatang buas itu lagi.
Batu-batu energi ini takkan memiliki debu yang berterbangan, tak seperti batu-batu biasa. Bagian-bagiannya dipahat dengan persepsi sang pemahat dan kemudian bagian yang dipahat oleh pisau-pisau akan kehilangan kekuatannya dan langsung menghilang. Karena itulah, macan tutul kecil yang berpikiran cepat tak ragu sama sekali. Kepalanya menggantung lebih rendah dan cakar-cakar macan tutulnya bergerak dengan stabil saat ia bertindak dengan serius.
Ketiga binatang buas itu mungkin berada dalam bentuk binatang tetapi setiap binatang memiliki sebuah karakter militernya. Itu mungkin postur berdiri biasa tetapi pahatan Rong Mingshi tampak memancarkan perasaan penuh kebanggan dan kebagusan dari dalam daging dan tulangnya. Ketika dipahat oleh Rong Mingshi, itu bukan hanya penampilan luarnya tetapi bagian dalamnya juga.
Ini sangat berbeda dari pahatan kucing yang sebelumnya Rong Mingshi jual di Jaringan Bintang. Kucing dragon li adalah kombinasi dari binatang-binatang berbentuk kucing. Kekuatannya diaktifkan di dalam batu tetapi itu secara dasar berbeda dari batu-batu yang dipesan secara pribadi. Ketiga batu ini hanya akan digunakan oleh ketiga pengawal. Kekuatan yang diaktifkan dan disimpan dalam batu energi oleh Rong Mingshi akan lebih efisien.
Setelah menyelesaikan ketiga pahatan ini, Rong Mingshi mendesah lega dan dengan hati-hati mengamatinya. Ini adalah kali pertamanya memahat tiga ekor binatang buas yang berbeda sekaligus dan ia mempelajari banyak hal darinya.
Macan tutul kecil itu kembali dari keadaan fokusnya dan menemukan bahwa naga hitam itu belum kembali…
Ini benar-benar hebat! Macan tutul kecil itu sekali lagi merasa bersemangat dan matanya bersinar. Ia dengan tergesa menarik batu energi hitam, menjilat bibirnya saat ia mengamatinya dengan ketertarikan yang besar. Ketika Rong Mingshi melihat batu ini, ia memiliki ide untuk memahatnya menjadi manset-manset naga hitam.
Di kehidupan sebelumnya, Rong Mingshi tak begitu sering menggunakan manset. Selain itu, ia jarang berpartisipasi dalam acara-acara formal. Setelah menjadi dewasa, kakeknya pernah membawanya untuk berpartisipasi dalam salah satunya namun ia mendapat sakit kepala di tengah-tengah acara dan ada sedikit kebingungan di pesta. Karena itulah, ia jarang berpartisipasi dan kebanyakan pakaiannya adalah pakaian rumahan. Ia pada dasarnya tidak menggunakan manset tetapi kakeknya memiliki berbagai macam manset-manset yang indah dan dibuat menurut pesanan yang memenuhi empat lacinya.
Rong Mingshi membalikkan batu itu dan memilih dua bagian yang cocok dengan ide dalam pikirannya. Ia kemudian duduk dengan benar di atas meja dan menggunakan peralatan pemotong macan tutulnya untuk membuka bahan itu.
Batu energi itu dikelompokkan menjadi batu energi kelas rendah karena campuran warnanya. Tetapi, dua buah potongan seukuran ibu jari dipotong oleh Rong Mingshi memiliki warna yang sangat bagus dan padat.
Macan tutul kecil itu menundukkan kepalanya dan dengan hati-hati membentuk kedua batu berbentuk ibu jari itu dengan pisau-pisaunya. Menggunakan getaran halus cakar macan tutulnya, ia menghaluskan bagian-bagian tambahannya dan perlahan-lahan membentuk manset.
Intinya adalah permukaan manset yang dekoratif berbentuk persegi. Titik-titik berbentuk bintang emasnya dipilih oleh macan tutul yang bangga itu membentuk permukaan yang dekoratif.
Rong Mingshi bangkit dan menarik napas. Ekor tebalnya menurunkan tekanan dengan bergerak membentuk dua lingkaran di belakangnya. Kemudian ia dengan perlahan membungkuk untuk menyelesaikan mansetnya. Inilah pertama kalinya Rong Mingshi memahat permukaan dekoratif yang sekecil ini dan seluruh bentuk naga hitam itu harus bisa ditampung dalam permukaannya yang kecil.
Roh Rong Mingshi perlahan tenggelam dalam batu saat ia memahat di sepanjang titik bintang emasnya. Bintang-bintang emas itu menjadi mata naga hitam yang agung. Ketika matanya selesai, persepsi macan tutul kecil itu bersatu ke dalam batu dan pahatannya menjadi halus dan stabil, seperti aliran air.
Kepala naga Aojia, sayap-sayap naga Aojia, cakar-cakar naga Aojia. Sayap-sayap naga hitam yang berkibar dan gestur napas api naga hitam…
Aojia adalah naga hitam dan naga hitam adalah Aojia.
Permukaan dekoratif yang kecil tampaknya tak lagi menjadi lahan kecil namun sebuah langit berbintang yang lebar dan jauh untuk digapai.
Rong Mingshi dengan lembut menarik kembali pisau-pisaunya, mata jernihnya menatap naga hitam di atas permukaan dekoratif. Kemudian ia mengulurkan cakar-cakarnya dan memulai peralatan yang digunakan untuk memahat mikro, menulis karakter Aojia di sudut kiri terbawah. Karakter itu sangat kecil hingga itu sepenuhnya tak kasat mata kecuali jika sengaja diperbesar.
Ketika macan tutul kecil itu mengisi waktunya dengan manset kedua, Marsekal Black Dragon memiliki pertukaran antara guru dan murid yang mendalam dengan Master Wuka. Jangan bicarakan tentang halaman kecil itu. Seluruh gunung memiliki pasir-pasir yang berterbangan dan berguncang ketika bungalo sederhana itu telah runtuh. Jika bukan karena jaringan energi pertahanan yang Aojia pasang untuk Master Wuka di tahun-tahun sebelumnya, gunung bersuspensi ini mungkin sudah terbelah menjadi dua.
“Naga muda, apa kau tidak tahu apa itu artinya menghormati gurumu?”
Master Wuka berteriak sepenuh tenaga saat ia akhirnya dicengkeram menghadap tanah oleh cakar-cakar naga. Ia belum pernah melihat naga hitam yang bereaksi sebengis ini ketika ia menyembunyikan semua permata-permata berkilauan yang naga itu kumpulkan untuk waktu yang lama saat ia masih anak-anak. Walaupun tujuan satu-satunya hanyalah untuk membuat muridnya tak sudah lama tak berjumpa dengannya menemaninya dalam permainan bertarung…
Naga hitam itu turun dengan mantap dan bertransformasi menjadi bentuk manusia. “Bagaimana dengan pahatannya?”
Master Wuka menyentuh janggutnya dan berbicara dengan nada mengejek, “Kau terbiasa menyukai batu-batu berkilau. Sekarang kau menginginkan batu-batu hitam ini?”
Aojia berjongkok dan menatap masternya dengan merendahkan. Tak diketahui sejak kapan tetapi ia tengah memegang dua botol anggur. Mereka tampak sama seperti botol yang membuat macan tutul kecilnya mabuk dan umur mereka sepenuhnya lebih dari seratus tahun.
Master Wuka menatapya. “Dari mana kau tarik mereka?”
Rumahnya sudah runtuh dan anggur itu seharusnya terkubur di bawahnya dengan sangat dalam.
“Di mana batu-batunya? Di mana kau menyembunyikan mereka?” tanya Aojia lagi.
Master Wuka tersenyum dan duduk. Ia tak menjawab pertanyaan Aojia dan malah bertanya, “Muridku, apa kau serius?”
Aojia mengangguk tanpa keraguan. Ia memasukkan kedua botol anggur itu ke lengan Master Wuka dan duduk di sampingnya. Wuka mendesah. “Kau seharusnya memikirkannya lagi. Macan tutul kecil itu akan mati. Celah kekuatan di antara kedua pasangan seperti kalian terlalu besar dan itu sangat berbahaya.”
Ketika ia mengatakan ini, mata Wuka berkilat dengan sentuhan kesedihan tetapi cara duduk Aojia berarti ia tak melihatnya.
Aojia mengerjap. “Itu takkan terjadi.”
“Itu akan kecuali kau menemukan seorang pemahat master untuk memahatkanmu batu energi kelas tinggi. Kau tak pernah menemui pemahat mana pun dengan level itu selama bertahun-tahun. Kau harus mencarinya dengan perlahan.”
“Aku sudah menemukan satu,” kata Aojia terang-terangan. Ia tak mengatakan bahwa macan tutul kecil itu memiliki kemampuan seorang pemahat master.
Wuka terkejut sebelum menepuk pahanya dengan sikap gembira. “Maka apa yang aku khawatirkan? Murid, kau bisa dengan aman mengejar istrimu. Jangan khawatirkan tentang wajah atau kulitmu. Kau tak perlu mengkhawatirkan apa pun…”
Sudut mulut Aojia berkedut. “Di mana batu-batunya?”
“Aku sudah mengemasnya untukmu dan mengirimkannya ke rumahmu. Benar, apakah macan tutul kecil itu mengalami sakit kepala setelah minum? Tergesa-gesa membawanya ke dokter itu tak berguna. Kau seharunya menciumnya dan memeluknya, mengerti? Terkadang memeluknya dalam lenganmu lebih baik dari pengobatan mana pun…”
“…”
Aojia berbalik dan pergi.
“Nak Ao, aku belum selesai. Ini semua pengalaman berharga dari seorang master!”
Setelah melihat Aojia mengendarai mobil suspensinya menjauh, Wuka membuka botol anggurnya dan menuangkan sedikit ke atas tanah. “Lihat, Ao Suomeng, putramu lebih stabil darimu.”
Aojia meninggalkan halaman kecil master dan kembali ke manornya. Pergerakan pembantu rumah tangga itu sangat cepat dan kerusakan manor telah memperoleh beberapa bentuk aslinya. Diperkirakan bahwa takkan membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan rekonstruksinya.
Hanya saja Aojia melihat pahatan-pahatan naga hitam kecil yang diletakkan dalam berbagai posisi di sekeliling halaman dan mulutnya berkedut.
Apa ia harus bertarung tiga kali hari ini? Aojia sedang berpikir tentang bagaimana menenangkan pembantu rumah tangga itu dan mendapat pahatan-pahatan naga hitamnya kembali ketika komputer kuantumnya berkedip. Macan tutul kecilnya tak melihat seorang pun untuk waktu yang lama dan mengirimkan sebuah pesan.
“Aojia, apa kau masih sibuk?”
Ia tak sibuk, ia tak sibuk sama sekali! Aojia membalikkan mobil suspensi dan sekali lagi terbang dengan kecepatan sebuah pesawat tempur, dengan cepat kembali ke pesawat. Ketika ia membuka pintu, Aojia melihat ketiga binatang buas yang dipahat oleh macan tutul itu berdiri di sana dengan mantap….
Aojia mengalami emosi yang tak bisa dijelaskan yang meledak di dalam hatinya. Ia tanpa sadar menyentuh ikat pinggang yang berisi naga hitam yang dipahat oleh macan tutul kecilnya.
Rong Mingshi sedikit gugup. Ia selalu merasa bahwa mengirimkan manset berbeda dari pahatan-pahatan yang sebelumnya ia berikan. Manset dalam cakarnya memiliki rasa membakar.
Aojia menarik napas dalam dan berjalan mendekat. “Apa kau sibuk? Apa kau merasa lebih baik?”
Rong Mingshi mengangguk dan sedikit menelan salivanya. Ia menjulurkan lidahnya dan menjilat bibirnya. “Aojia, aku… aku memiliki sesuatu untukmu.”
Suasana hati naga hitam itu langsung segar kembali dalam sekejap. Ia mengulurkan tangan untuk mengangkat macan tutul kecil itu dan menepuk kepalanya. “Apa itu?”
Rong Mingshi meletakkan cakar-cakar tebalnya di depan Aojia dan menampakkan benda yang ada di dalamnya. Dalam cakar-cakar tebal macan tutul kecil itu terdapat dua buah manset kecil yang dipahat dengan bentuk seekor naga hitam. Itu agung dan ganas tetapi tak tampak tajam karena naga hitam itu. Itu sempurna.
Aojia menatap ke dalam mata macan tutul yang jernih dan memegang kedua cakar tebalnya. Ia membungkukkan kepalanya dan dengan lembut menyentuh kepala macan tutul kecil itu. “Sangat bagus. Aku benar-benar menyukainya.”
Rong Mingshi merasa wajahnya terbakar dan ia menggosok wajahnya dengan cakarnya.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- Number One Lazy Merchant of the Beast World [Bahasa Indonesia]
- Chapter 28 - Hadiah Terbaik
Donasi pada kami dengan Gojek!
