The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 6
Pasukan Pembebasan Ibu kota Kerajaan, Lumbung Persediaan Makanan, Kamp Luar.
Pasukan Pembebasan Ibu kota Kerajaan menugaskan 1.000 orang pasukan untuk melakukan penjagaan. Terlebih lagi, mereka juga mempekerjakan 3.000 orang tentara bayaran. Kurang disiplin, namun mereka merupakan sekumpulan pasukan infanteri dengan perlengkapan yang sangat baik.
Diener sang Ahli Strategi telah menduga akan adanya serangan susulan. Namun, ia tak mungkin lagi membagi pasukan mereka. Jumlah ini pun baru dapat ia capai setelah berulang-ulang menyusun perencanaan keuangan dan pembagian pasukan.
Oleh karena peran yang sangat penting namun jumlah mereka yang tak banyak, akhirnya Diener memutuskan untuk memperkuat mereka dengan perlengkapan terbaik.
“Petugas Militer, sampah-sampah kerajaan itu benar-benar mencoba untuk menyerang kita kembali. Tuan Ahli Strategi mengatakan peluangnya hanya 50:50.”
“Ya sudah, Kita hanya perlu untuk melaksanakan tugas kita. Begitu mereka datang, kita bantai mereka hingga orang terakhir. Mudah, bukan?”
“Mari kita luluh-lantakkan mereka, dengan ini kita bisa dapat promosi, kau bisa jadi seorang bangsawan Tuan Petugas Militer!”
“Selama aku dibayar, aku sudah puas. Aku sama sekali tak tertarik dengan kebangsawanan. Memangnya apa bagusnya jadi bangsawan sampai membuat kalian merasa iri dengan mereka begitu? Aku sama sekali tak paham,” ucap Petugas Militer Pasukan Bayaran itu. Mendengar perkataannya, anak buahnya hanya bisa menghela napas.
“Sayang sekali… Dengan kemampuan Anda, saya yakin Anda pasti mampu Boss!”
“Ketamakan hanya akan menghancurkanmu. Manusia punya batasan. Berharap hari ini kau tak mati saja sudah cukup baik.”
“Benar! Kami paham!”
“Benar kalian mengerti? Ya sudahlah jika itu kata kalian.”
Petugas Militer Pasukan Tentara Bayaran itu berdiri setelah selesai merawat pedang kesayangannya. Secara jumlah, bisa dianggap bahwa mereka kekurangan kekuatan militer untuk mengamankan posisi strategis mereka, namun Petugas Militer itu tak terlalu ambil pusing. Alarm telah disebarkan di sekeliling perimeter. Ditambah lagi, senjata andalan mereka, ranjau magis, juga telah disebarkan. Benda itu adalah sebuah teknologi baru yang akan diuji coba pada pertempuran kali ini.
Terbuat dari besi dan berukuran sebesar seorang anak-anak, benda itu terlihat seperti sebuah tong anggur yang banyak ditemukan di bar. Hanya terlihat seperti seonggok sampah, sama sekali tak menarik minat seseorang untuk memeriksa lebih jauh.
Namun, kekuatan magis yang dijejalkan ke dalamnya sangat tak masuk akal, dan bila meledak, tentu saja akan mengakibatkan kerusakan yang sangat fatal.
Mereka yang mampu mengontrol kekuatan di luar akal sehat ini disebut sebagai seorang penyihir, namun ada alasan mengapa mereka sangat jarang ditemui di medan perang. Sangat sulit untuk mengumpulkan mereka dalam jumlah banyak, dan perlu banyak waktu dan biaya untuk melatih mereka. Selain itu, jika seseorang melatih orang-orang yang ternyata tak memiliki bakat magis, maka kerja keras mereka akan sia-sia karena mereka tak akan mampu untuk menggunakan ilmu sihir mereka sebagai akibat dari kapasitas kekuatan mereka yang kecil. Kapasitas kekuatan magis ini sendiri tak mungkin dilatih dan sudah menjadi bawaan sejak lahir. Belum ada bukti nyata hingga sekarang bahwa kapasitas ini bisa ditingkatkan setelah mereka lahir.
Ditambah lagi, memerlukan banyak waktu bagi seseorang untuk melafalkan mantra sebelum menggunakan ilmu sihir. Lamanya pelafalan akan meningkat seiring meningkatnya kekuatan ilmu sihir yang mereka gunakan. Terlebih lagi, kekuatan destruktif ini tak bisa digunakan berulang-ulang dengan cepat. Selain itu, jika seseorang kehabisan kekuatan sihir mereka, maka kemampuan sihir mereka tak akan lagi bisa digunakan selama beberapa saat. Dengan kata lain, pada pertempuran skala besar, akan lebih efisien jika seseorang menggunakan panah-panah murahan.
Pada waktu seseorang melepaskan ilmu sihir sebanyak satu kali, prajurit biasa telah bisa memuntahkan seratus buah anak panah.
Satu anak panah mungkin tak seberapa, namun seratus? Inilah yang disebut sebagai kekuatan dalam jumlah.
Ilmu sihir sangatlah tak efisien, namun daya hancur mereka sudah terbukti dengan sangat jelas. Setiap negara berusaha menjalankan penelitian demi mencari cara untuk memberdayakan kekuatan ini dengan baik. Melalui Departemen Teknik Ilmu Magis, dan didasarkan pada teknologi yang berhasil digali dari Kota Labirin:
Sebuah senjata yang mengandung kekuatan seorang penyihir berhasil diciptakan. Benda itu adalah ranjau magis. Butuh waktu lama untuk menghasilkan sebuah ranjau magis. Pertama-tama, mereka harus menyalurkan dan menyimpan kekuatan magis mereka pada sebuah tong besi khusus, lalu menuliskan mantra pemicu ledakannya, dan terakhir adalah menyimpan senjata ini dengan hati-hati.
Ketika seorang ahli sihir mengucapkan mantra pemicu ledakan, atau ketika tong besi itu mendeteksi gerakan di sekitarnya, maka benda itu akan langsung meledak.
Singkatnya, injak, dan benda ini akan meledak.
“Senjata mengerikan akhirnya berhasil diciptakan oleh manusia. Pada akhirnya, akan ada zaman dimana kita tak bisa berjalan sebebas ini lagi.”
“Orang-orang yang menyebarkan benda ini di sekeliling harus sangat berhati-hati, jika tidak, BOOM!”
“Benar-benar merepotkan, setelah ini kita juga harus membereskannya, atau seseorang bisa saja salah injak.”
“Benar!”
“Tunggu, Woah!!”
Sebuah ledakan yang membelah bumi tiba-tiba terjadi di dekat para tentara yang baru saja bercanda.
“Apa itu?!”
“Sebuah ranjau baru saja meledak di hutan!”
“Oi, siapa yang menginjaknya? Kawan atau lawan?”
Seseorang telah menginjak ranjau yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sembari berharap bahwa tak ada kawan mereka yang terkena dampak ledakan, mereka bergegas ke lokasi ledakan untuk memastikan.
“Bendera ini milik Korps Pasukan Ketiga Kerajaan! Serbuan musuh akan segera tiba!!”
“Jadi mereka telah datang!”
Para tentara bayaran itu segera berdiri.
“Musuh telah memicu ranjau magis, orang-orang dan tentara mereka sepertinya dalam keadaan kacau!”
Berita pertama datang dari seorang tentara pengintai.
“Ini kesempatan kita! Segera bersiap!”
“Ayo, Tuan Petugas Militer!”
“Sudah saatnya kita mencari keuntungan!”
“Baiklah, para tentara, rapatkan pertahanan kalian di sekitar lumbung makanan!! Para tentara bayaran, ikuti aku! Dengan kondisi musuh yang masih dalam kekacauan, kita akan membantai mereka hingga tak bersisa!”
“Siap!!”
Petugas Militer Tentara Bayaran itu memanjat ke atas kudanya, menghunuskan pedangnya dan meneriakkan perintahnya dengan antusias.
Pasukan kavaleri kerajaan sedang dalam kondisi kebingungan. Mereka baru saja keluar dari hutan dan memasuki padang yang luas, dan pada detik-detik terakhir sebelum mereka akan menyerbu lumbung persediaan makanan, tiba-tiba saja mereka diserang. Entah dari mana. Tanah terguncang, kuda-kuda terjatuh, dan timbul banyak korban pada pasukan kavaleri. Seolah-olah mereka baru saja menerima serangan magis, namun tak ada tanda-tanda adanya sosok seorang penyihir di sekeliling mereka.
Pimpinan pasukan kavaleri berteriak dengan wajah pucat.
“Heeeeeeeei! Kita sudah datang sejauh ini, kita tak bisa lagi mundur dan kembali! Ayo, kembali ke formasi dan bersiap! Seraaang!!”
“T-tapi pak, kuda-kuda kami terkejut, panik, dan tak mengikuti perintah kami!”
“Apa kalian tidak bisa mengurus seekor kuda saja? Apa gunanya kalian berlatih tiap hari?!”
“W-walaupun Anda berkata begitu, sial, perintah Anda, pak….”
“Sialan! Panah…”
“Pak, kita sedang ditembaki panah! Kita ketahuan!”
Ratusan panah menembus tubuh para pasukan yang kesulitan mengontrol kuda mereka. Para Pasukan Pembebasan telah menemukan posisi mereka. Semangat Pimpinan Pasukan Kavaleri itu kembali berpijar ketika ia melihat sejumlah pasukan berkuda telah tiba dari arah lumbung makanan musuh. Jumlah musuh mereka tidak banyak, mereka seharusnya mampu mengalahkan mereka. Begitulah yang dipikirkan oleh Pemimpin Pasukan Kavaleri.
“Kita akan tertembak jika begini caranya! Kalian yang bisa bergerak, ikuti aku!! Majuu!!”
Ia mengusung tombaknya, menendang perut kuda yang ditungganginya dan memulai serangan. Ledakan lain kembali terdengar, namun ia tak punya kesempatan untuk menengok kebelakang. Ia bisa mendengar suara derap langkah kuda dari belakangnya, jadi seharusnya masih ada yang mengikutinya dan mereka masih belum kalah. Tak peduli berapa banyak korban yang jatuh di antara mereka, selama mereka mampu menghancurkan lumbung makanan tersebut, maka mereka bisa dianggap telah memenangkan pertarungan ini. Serang, lalu mundur, itulah tugas utama pasukan kavaleri.
Kedua pasukan kavaleri itu akhirnya bertemu, keduanya membawa momentum dalam serangannya.
“Kepalamu milikku!”
“Jangan mimpi, kau yang akan mati di tanganku!”
“Coba saja, dasar anjing kerajaan!”
“HAAAAAAAAAAA!!”
“TEYAAAAAAA!!!”
Pimpinan pasukan kavaleri dan tentara bayaran memulai pertarungan mereka.
Dalam pertarungan, tentu ada yang menang dan kalah, dan pada pertarungan ini, yang sedang dalam posisi tak menguntungkan adalah…..
Pemimpin Pasukan Kavaleri Kerajaan.
Para tentara bayaran itu segera mendekati tubuhnya yang terjatuh dari kuda, mereka sangat bersemangat karena siapa pun yang berhasil membawa kepala musuh akan mendapat hadiah berupa uang.
“Komandan musuh telah dikalahkan! Bantai semua tentara kerajaan!!”
Pemimpin tentara bayaran itu mengabarkan berita kemenangannya itu dengan keras. Hal ini dilakukan tak lain demi meningkatkan semangat pasukannya dan menghancurkan semangat musuh. Setelah membersihkan tetesan darah pada pedangnya, dengan bangga ia mengamati pedang kesayangannya itu.
“Ou!!”
“Jika kita menang, kita akan diberikan hadiah!”
“Habisi mereka!!”
Pasukan kavaleri yang baru saja kehilangan pimpinan mereka berada dalam kondisi yang tidak baik. Semangat mereka mulai menurun. Mereka yang terpisah dari barisan mulai dikepung musuh, dengan demikian jumlah mereka pun semakin berkurang.
“S-sial! Hahh, Menjauh dariku!”
“Woah, haha, tak mungkin tombak itu bisa menggoresku!”
“Kau terlalu banyak celah! Mati kau!!”
Mengincar kelengahan pada celah antar ayunan tombaknya, para tentara bayaran itu perlahan bergerak mendekat menuju pasukan kerajaan itu. Pada saat itu juga,
“…eh!”
Wajah pasukan kerajaan itu menjadi merah. Wajah tentara musuh yang sedari tadi sudah mengincarnya tiba-tiba saja seperti tercongkel dari kepalanya. Darah musuh yang berada di depannya itulah yang telah memenuhi seluruh tubuh tentara kerajaan itu.
“Jika kudamu tak mau menurutimu, turun dari kudamu dan bertarunglah. Ayo, jika kau tak mau mati disini, cepat lakukan!!”
“S-siap!!”
“Mulai sekarang aku yang akan mengambil kendali! Jika musuh tak lagi punya pemimpin, mereka akan kembali menjadi sekumpulan tentara tak terorganisir! Tetap tenang dan habisi mereka!!”
“B-baik.”
“Semangat macam apa itu, kalau begitu biar aku saja yang membunuhmu!”
“Siap!!”
“Bagus! Jangan beri ampun, waspadalah dan hajar mereka!!”
Schera menyemangati para tentara kerajaan itu dengan suara lantang dan berwibawa yang sama sekali tak mencerminkan tubuhnya. Bahkan pada saat itu, sabit besar yang ada di pundaknya telah mencabut nyawa tiga orang tentara bayaran.
“Apa orang itu pimpinan para tentara bayaran ini? Pergerakannya jauh berbeda dibandingkan orang-orang ini.”
Ia mengamati penunggang kuda yang berjenggot yang dengan mudahnya menghabisi kavaleri kerajaan menggunakan pedang besarnya. Ia menjilat bibirnya, mengarahkan kuda kesayangannya dan segera melaju dengan cepat. Berusaha untuk menghancurkan momentumnya, para tentara bayaran itu dengan gagah berani menghunuskan tombak dan pedang mereka ke arahnya. Tentu saja, dengan mudah Schera menghabisi nyawa para tentara rendahan itu dengan memainkan sabitnya layaknya kincir angin. Helm perang dihancurkan, kepala beterbangan, dan darah berceceran. Jalur yang dilalui Schera dipenuhi dengan darah.
“Kau pimpinan tentara bayaran ini?! Berikan aku kepalamu!!”
“Gadis kecil dengan tingkah congkak!! Jangan main-main, mati kau!!”
“HAAA!!”
Ketika schera mengangkat sabitnya tinggi-tinggi, pemimpin tentara bayaran itu tersenyum dan tertawa kecil. Walaupun besar dan berat, pedangnya tentu akan mengayun lebih cepat. Lebih cepat daripada sabit besar itu bisa mengayun ke bawah, dan pedangnya akan lebih dulu menembus musuhnya.
Dengan cepat dan teliti ia membayangkan pergerakan pedangnya. Pedangnya mengayun dengan gerakan yang terlatih. Kekuatan memenuhi lengannya dan menghasilkan ayunan yang tajam. Kemampuan berpedangnya telah berkali-kali menyelamatkannya dari situasi hidup dan mati di medan tempur.
“Mati kau!!”
“Lambat.”
“!?”
Pedang pemimpin pasukan bayaran itu dengan mudahnya dihempaskan oleh gagang sabit Schera, membuat kuda-kudanya tak lagi kokoh. Schera kemudian mengayunkan sabit kesayangannya dengan sepenuh tenaga.
Pemimpin pasukan bayaran itu terbelah menjadi dua secara vertikal. Helm, baju pelindung, juga termasuk kepala kudanya.
‘Tidak mungkin’ seolah dikatakan oleh ekspresi terakhirnya. Tubuhnya makin terpisah, dan tubuhnya pun mengembuskan napas terakhirnya.
“Mayat yang cukup artistik. Rasanya akan sulit untuk dibersihkan?”
Setelah puas melihat mayat yang dipenuhi dengan darah itu, ia memutar-mutar sabitnya untuk membersihkan sisa-sisa yang menempel, lalu ia mengangkat sabit kesayangannya itu tinggi-tinggi.
“Komandan musuh sudah mati! Pasukan kavaleri, berantas habis anjing-anjing pembelot ini!!”
Pasukan bayaran itu pada akhirnya hanya terdiri dari orang-orang yang cukup kuat di medan perang, dan bukanlah tentara terlatih. Ketika pemimpin yang telah menyatukan mereka mati, dengan sendirinya barisan dan formasi mereka akan hancur.
“K-Komandan telah terbunuh!”
“Lari! Aku tak mau mati di tempat seperti ini!!”
“U-uwaaaaaaa!!”
Tentara bayaran tak akan berkhianat selama mereka mendapat bayaran, tapi bukan berarti mereka tak akan kabur dari pertempuran. Dengan memegang teguh prinsip ‘nyawa yang utama’, mereka pun berlarian.
“Bunuh mereka; jangan biarkan seorang pun tersisa!! Kirimkan mereka langsung ke neraka!!”
“O-Ou!!”
“Ikuti Wakil Komandan Schera!!”
“Pasukan Kavaleri Kerajaan, Serbu!! Injak mereka!! Ratakan mereka dengan tanah!!”
Dengan wajah yang bersimbah darah, Schera meneriakkan perintah dengan wajah riang. Pasukan Kavaleri yang semangatnya dipaksa naik, bergerak cepat mendekati para tentara bayaran yang berlarian dan menghabisi mereka satu-persatu.
Komandan bertahan yang bertugas untuk menjaga lumbung makanan melihat para tentara bayaran yang berlarian layaknya pengecut, dan ia memutuskan untuk mundur dari medan perang. Ia hanya mengambil beberapa perlengkapan, lalu kabur menyelamatkan diri tanpa terlibat pertarungan. Barang-barang yang tertinggal tentu saja sangat berharga, namun ia tak bisa mengorbankan pasukannya demi barang-barang itu. Terlebih lagi, tempat itu bukanlah satu-satunya persediaan makanan mereka. Hanya saja, tempat itu adalah lumbung makanan yang biasa mereka gunakan pada alur suplai mereka. Oleh karena itu, adalah keputusan bijak baginya untuk tidak mengorbankan 1000 orang pasukan yang dipimpinnya.
Unit Kavaleri Kerajaan telah kehilangan kurang dari 500 orang anggotanya. Di lain pihak, para tentara bayaran itu hampir habis tak bersisa, dan yang selamat berhasil kabur menuju Benteng Salvador. Walaupun kehilangan komandannya, ini merupakan sebuah kemenangan bagi Schera dan pasukannya.
.
.
.
-Satu jam kemudian-
Setelah berhasil mengambil alih lumbung makanan tersebut, unit kavaleri itu melakukan inspeksi terhadap barang-barang yang tersisa. Para penghuni sebelumnya telah berhasil mengumpulkan dokumen penting, dan kabur meninggalkan sejumlah besar makanan, senjata, dan kuda perang. Di antaranya terdapat beberapa ranjau sihir yang sebelumnya telah menyiksa dan memporak-porandakan pasukan Schera. Tentu saja mereka tak mengetahui identitas benda-benda itu, dan demi mencari informasi, mereka akan menyiksa beberapa tawanan perang yang berhasil mereka amankan.
Cukup banyak tentara bayaran yang berhasil mereka tangkap. Dengan tangan terikat di belakang, mereka dibawa ke hadapan Schera. Semua wajah mereka telah dipenuhi debu, namun tak satupun yang menderita luka fatal. Ekspresi mereka terlihat tegar, dan sepertinya mereka akan mencoba kabur jika kesempatan tiba.
“Baiklah, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan pada kalian, semoga kalian tak keberatan ya?”
“Heh, memangnya siapa yang mau menjawab pertanyaanmu itu?”
“Jangan main-main dengan kami,” kata tentara bayaran lainnya. Beberapa saat kemudian kepalanya melayang di udara, dan tubuhnya lemas terkujur dengan tanah. Tak hanya para tahanan, bahkan pasukan kerajaan pun kaget melihat kejadian itu.
Sebagai akibat dari perilaku membangkang yang berlebihan, tahanan itu dipaksa diam oleh Schera. Sesederhana itu. Mereka terkejut, seseorang bisa mati dengan begitu mudahnya di tempat itu. Seolah tahanan itu bukanlah manusia, namun hanyalah sayuran yang siap dipanen.
“Sayang sekali. Oke, selanjutnya.”
Ujung sabit itu berkilau, dan benda itu bergerak ke depan korban selanjutnya. Tahanan itu meronta-ronta, berusaha untuk kabur, namun seorang tentara kerajaan menahannya dengan kuat.
“Hi, hiiii!!”
“Benda apa ini, apa kegunaannya? Maukah kau memberitahuku?”
Schera menunjuk sebuah tong besi yang terletak di belakangnya.
“Uh, i-itu hanya tong biasa untuk menyimpan maka-”
Pria itu tak mampu melanjutkan perkataannya. Schera tersenyum, dan dengan sekali ayunan, ia berhasil memotong kepala tahanan itu.
Benda yang terjatuh itu menurutnya hanya menghalangi jalannya. Dengan santai Schera menendang kepala itu, yang terguling dan menumpahkan darah kemana-mana.
“Bohong itu tak baik, oke? Bukankah itu hanya akan membuang waktu kita?”
Darah yang bercipratan mewarnai tubuh seluruh tahanan yang ada di ruangan itu. Schera pun berjalan menuju korban selanjutnya.
“Benda apa ini?”
“T-tunggu, kami hanya tentara bayaran- jangan bunuh kami, kami akan bertarung demi pasukan kerajaan-”
“…Selanjutnya!”
Kalimatnya terpotong, dan sabit raksasa itu mengayun tajam. Ruangan itu masih dipenuhi oleh banyak calon korban lainnya. Tak kuasa menahan rasa takutnya, pria lain yang seharusnya menjadi calon korban berikutnya membeberkan informasi rahasia yang ia ketahui.
“I-itu adalah ranjau sihir. Sebuah senjata yang dikembangkan oleh Kekaisaran. Benda itu akan meledak jika terinjak, atau seorang penyihir mengucapkan mantra pemicunya. Aku tak tahu mekanismenya, sumpah! Aku sudah mengatakan semua yang aku tahu, t-tolong lepaskan aku!”
“H-hei, apa-apaan, untuk apa kau katakan informasi itu? Tidakkah kau punya kehormatan sebagai seorang-”
“Terimakasih sudah memberi tahu. Hanya kau yang akan kuampuni.”
Setelah membantai tahanan yang menyuarakan protes, Schera membebaskan tahanan yang menjawabnya. Senyumnya terlihat seperti seorang gadis biasa. Seandainya saja tubuhnya tak bermandikan darah, takkan ada yang mengira bahwa ia adalah seorang tentara.”
“A-aku bebas? B-benarkah?”
“Sudah cepat, pergi sana. Kau benar-benar orang yang beruntung, kautahu? Ini, makanan dan sejumlah uang. Kau juga bisa membawa seekor kuda yang ada di sana. Kau juga boleh mengambil senjata yang kau inginkan. Ya sudah, kau jaga dirimu ya.”
Schera menyerahkan sebuah tas kecil yang berisi uang dan makanan, dan membujuknya untuk segera pergi. Pria itu seolah tak percaya, dan seketika itu ia menangis dengan kepala tertunduk. Ia menaiki seekor kuda dan bergegas pergi dari tempat itu.
“Wakil Komandan, lalu kita apakan sisanya?”
“Kita tak mungkin membawa mereka. Bunuh saja semuanya. Sudah tak ada yang perlu kutanyakan pada mereka. Jangan ada yang diampuni, dan habisi mereka semua.”
Schera membuat gestur memotong lehernya dengan jari. Melihat itu, para pasukan kerajaan yang ada di ruangan itu merinding, dan mereka pun menjawab, “Ba, baik.”
“Lakukan dengan cepat dan jangan buat mereka menderita. Akan cukup sakit jika kau tak memotong dengan tepat di pangkal leher mereka, oke? Jika kalian tak melakukannya dengan baik, mereka akan sangat kesakitan. Bunuh mereka dengan baik.”
“Siap.”
“Ti-tidak, ampun!”
“A-aku akan mengakui apa pun! Tolong tunggu!”
“Jangan bunuh aku!”
“Diam, berlakulah seperti orang dewasa!”
“Kau bertahan hidup hingga kini, milikilah sedikit rasa malu!”
Para Prajurit Kerajaan menghunuskan pedang mereka dan memulai eksekusi masal para tahanan itu. Suara yang dipenuhi amarah, olokan, dan teriakan kematian bergema di penyimpanan makanan itu berkali-kali.
Schera terlihat menikmati paduan suara itu, sembari mengamati tumpukan makanan dan mengambilnya satu per satu hingga ia puas. Sebuah acara makan dan minum sepuasnya. ‘Apakah ini surga?’ pikir Schera. Ia memenuhi tasnya dengan sejumlah besar makanan dan mengikatnya ke kudanya.
“Kita harus segera mundur. Aku agak sungkan, tapi sesuai perintah, kita harus membakar tempat ini. Kita tak punya waktu untuk menghabiskan makanan ini. Sangat disayangkan, tapi tak ada jalan lain,” kata Schera dengan wajah penuh penyesalan, sambil melihat tumpukan makanan yang ada di dekatnya.
“Baik!”
“Kalian sudah mengambil makanan untuk diri kalian sendiri? Daripada mubazir, pastikan kalian sudah menjejalkan makanan sebanyak yang kalian bisa. Kau tak akan bisa bertempur dengan perut kosong, bukan begitu?”
Schera memperhatikan setiap kuda dari pasukannya. Tiap tas sudah penuh terisi.
“S-sesuai perintah anda, kami sudah memenuhinya.”
“Kalau begitu tak ada masalah lagi. Ahh, kita bawa juga ranjau ini untuk berjaga-jaga. Cukup berat, tapi mau bagaimana lagi.”
“Baik!”
Para pasukan itu menuangkan minyak di penjuru lumbung makanan dan bersiap untuk menyalakan api. Schera mengambil napas panjang, dan melompat, menunggangi kudanya.”
Seorang anggota pasukan kavaleri terlihat berlari ke arahnya dengan wajah yang pucat.
“…Nn?”
“Wakil komandan, berita buruk!!”
Ia adalah penunggang kuda yang bertugas untuk mengintai lingkungan sekitar. Wajahnya dipenuhi kecemasan, dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.
“Apa yang membuatmu begitu panik? Kau kelihatan sangat lapar sampai hampir mati. Kalau kau mau, aku bisa memberikanmu sepotong roti. Bagian luarnya cukup keras, tapi rasanya enak.”
Schera mengeluarkan sepotong roti, namun penunggang kuda itu berteriak, berkata bahwa ini bukan saatnya bercanda.
“Ini bukan waktunya untuk makan roti!!”
“Kau tak suka roti? Aku juga punya sepotong dendeng jika kau mau.”
“A-aku tak lapar! Ini tentang Padang Alucia. Pasukan Kerajaan kita dikalahkan! Korps Pasukan Ketiga banyak kejatuhan korban. Jenderal Yalder saat ini sedang bergerak mundur!!”
Riuh rendah terjadi di kalangan Pasukan Kavaleri Kerajaan. Mereka tak bisa mempercayai informasi yang baru saja mereka dengar.
“Tak mungkin. Pasukan Kerajaan terdiri dari 80.000 orang! Tidak mungkin mereka bisa kalah!!”
“Aku tak tau detailnya! Namun, saat ini Pasukan Kerajaan sedang dikejar musuh!”
Pria itu melaporkan kekalahan Pasukan Kerajaan, napasnya tak teratur. Ia terjatuh dari kudanya, merangkak dan mengistirahatkan tubuhnya. Kuda yang ditungganginya juga hampir terkulai lemas. Kuda dan penunggangnya sepertinya telah mengerahkan seluruh tenaga mereka demi mencapai tempat itu.
Informasi yang tak ingin mereka percaya itu, adalah benar.
“Wakil komandan Schera, kita harus segera mundur ke Kastil Cabang Antigua. Pasukan pengejar musuh bisa datang kapan saja.”
“Laporan bahwa lumbung makanan mereka telah dihancurkan pasti telah mereka terima dan mereka akan segera bergerak ke tempat ini.”
“Tenang. Panik juga tak ada gunanya. Pada saat-saat seperti ini, tarik napas yang panjang dan tenanglah.”
Schera mengeluarkan sepotong makanan mewah, sepotong cokelat, dari tasnya. Hati Schera seketika itu kembali dipenuhi semangat akibat manis cokelat yang sangat memabukkan.
“T-tapi!”
“H-hei, ada yang datang lagi. A-apakah kita akan baik-baik saja?!”
Beberapa tentara datang tergesa-gesa membawa berita yang tak kalah penting. Baju zirahnya dipenuhi panah, dan darah mengalir dari wajahnya. Mereka adalah sepasukan kavaleri yang diutus untuk mengabarkan kemenangan mereka pada pasukan utama.
Mendengar berita kekalahan pasukan utama, tujuan mereka berubah, tak lagi Kastil Antigua.
“A-Antigua telah jatuh ke tangan musuh, bendera Pasukan Pembebasan telah dikibarkan di atas Kastil Cabang Antigua! Unit Kavaleri kita benar-benar terisolasi!”
“T-tidak mungkin…”
“H-hei, ini lelucon kan?”
“Jika tempat itu sudah direbut, lalu, kita harus mundur kemana?”
Para anggota Pasukan Kavaleri itu sangat khawatir, dan mereka tak lagi mengucapkan sepatah kata pun. Tempat ini sepenuhnya berada dalam kendali musuh. Tak jauh dari sana terdapat markas musuh, Benteng Salvador. Markas Pasukan Kerajaan telah diambil alih. Pasukan Kavaleri ini tersisa sebanyak 2500 orang. Bagi mereka, tak ada lagi tempat untuk mereka kembali.
“Wakil Komandan Schera, kita…”
“Apa… apa yang harus kita lakukan?”
“Wakil Komandan Schera!”
Maju neraka, mundur pun neraka. Informasi bahwa lumbung makanan mereka telah diserang pasti sudah mereka terima.
Terlebih lagi, tak diragukan lagi bahwa Pasukan Pembebasan yang terlibat dalam pengejaran akan datang dan mengepung mereka. Situasi mereka seketika itu berubah menjadi kekalahan total.
Apakah mereka akan membuang pedang, turun dari kuda, dan dengan tak tahu malu menyerah kepada musuh? Ataukah mereka harus menyerbu markas musuh dan mati terhormat di medan perang? Walaupun sulit, apakah mereka akan membuka jalan dan kembali menuju area utara yang menjadi rumah mereka?
Apapun yang terjadi, sebagai komandan pasukan ini, nasib mereka sekarang bergantung di tangan Schera.
“Kalian mau cokelat?”
Menjawab tatapan para pasukannya yang seolah memohon bantuan padanya, dengan tanpa rasa khawatir sedikitpun, tersenyum layaknya seorang gadis kecil.
Lalu, dengan paksa ia menjejalkan cokelat itu ke mulut pasukannya, dan dengan semangat menjilat sisa cokelat yang menempel di tangannya.
Di hadapan Schera adalah gudang senjata yang dipenuhi oleh perlengkapan Pasukan Pembebasan. Dengan perlahan ia menyalurkan nutrisi menuju otaknya, ia mulai berpikir apakah mereka bisa melakukannya dengan persediaan yang ada.
Korps Pasukan Ketiga Tentara Kerajaan, telah kalah di Padang Alucia.
Saat ini, mereka bergerak mundur, dan terlibat pengejaran oleh Pasukan Pembebasan Ibu kota Kerajaan. Kerugian yang mereka alami sangat besar, dan Kastil Antigua telah jatuh ke tangan musuh.
.
.
.
Terjemahan ini milik Centinni
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/qHkcfMc
Kami juga membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Donasi pada kami dengan Gojek!
