The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 30.1
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 30.1 - Kehidupan Benteng yang Menyenangkan (1)
“Pasukan Kerajaan telah dikalahkan di Padang Bertusburg,” “Canaan telah jatuh, dan Pasukan Pembebasan sudah mulai bergerak menuju Ibu Kota Kerajaan.”
Berita yang menggemparkan itu dipasang di mana-mana oleh Pasukan Pembebasan, dan berita itu bahkan mencapai Madros di wilayah utara Kerajaan.
Pemimpin Pasukan Kelima, Kerry, segera mengumpulkan para anggota militer dan para staf perwira untuk mendiskusikan tentang kebijaksanaan mereka ke depannya.
Wajah semua orang muram, dan mereka tak bisa menyembunyikan kegelisahan mereka. Dengan lengan yang disilangkan, mata Kerry terpejam saat ia terduduk di kursinya.
“…Yang Mulia. Sekarang karena Canaan telah jatuh dan Pasukan Pertama yang merupakan bagian terbesar dalam pasukan Kerajaan telah hancur, nasib Kerajaan berada dalam situasi yang berbahaya. Anda harus memutuskan,” kata seorang staf perwira, yang telah menetapkan hatinya. Menetapkan hati, untuk sesuatu yang dipahami semua orang: untuk meninggalkan Kerajaan dan bergerak ke sisi pasukan pemberontak. Inilah satu-satunya jalan yang akan menjamin keselamatan Madros.
“Jadi pada akhirnya situasinya seperti ini…”
“Pria tua! Masalahnya bukan itu, ya kan? Yalder dan kelompoknya membahayakan nyawa mereka dan bertempur untuk melindungi Madros! Bukankah sekarang adalah giliran kita untuk menyelamatkan mereka!?”
Putra kedua Kerry, Kapten Darus Madros, memukul meja yang bulat itu dan berdiri. Ia biasanya takkan diizinkan untuk ikut serta dalam dewan perang karena pangkatnya, namun ia menghadirinya sebagai putra Kerry. Dengan kata lain, ia suatu hari akan membantu kakak tertuanya dan melindungi Madros. Ia perlu mengumpulkan pengalaman.
Kakak tertuanya, Denim Madros, sedang mengambil alih komando di garis depan benteng. Jika ia gugur, Darus wajib menjadi pewaris setelahnya. Itulah takdir bagi seseorang yang terlahir dalam keluarga Madros.
“Tuan Darus. Apa yang Anda katakan memang beralasan. Sebagai pejuang, itu benar. Namun, Anda gagal sebagai seorang politisi.”
Staf perwira itu memperingatkan Darus tentang pendidikannya.
“Adalah sebuah kesalahan! Untuk bahkan membuang kebanggaan kita, mengapa kita harus bergabung dengan para pasukan pemberontak itu!? Keadilan apa yang mereka miliki!? Mereka tanpa tujuan menyebarkan api perang; siapa yang sebenarnya menyiksa orang-orang!?”
“Lalu katakan padaku, Darus, rencana konkret apa yang kau punya? Jika kau punya satu saja, biarkan aku mendengarnya. Kau tak perlu menahan diri; beri tahu kami ide hebatmu untuk menyelamatkan Kerajaan sambil melindungi Madros. Sekarang. Tak ada banyak waktu yang tersisa.”
Kerry menekan Darus dengan nada tenang. Darus meragu. Tak mungkin ada rencana yang tepat.
“…Untuk mengulur waktu, kirimkan para prajurit. Bahkan sedikit prajurit pun tak apa. Bantu Pasukan Pertama hingga mereka bisa menyatukan diri mereka lagi dan melawan kembali! Artinya Pasukan Kelima akan menunjukkan diri mereka—kita bisa menunjukkan pada mereka bahwa kita takkan meninggalkan mereka!”
“Pasukan Kelima kita digunakan untuk melindungi bagian pesisir Kerajaan. Kita tak bisa mengurus ancaman yang berasal dari belakang kita. Jika kau berencana untuk menyelamatkan Kerajaan, kau juga harus meninggalkan Madros, dan tindakan seperti itu mustahil bagiku. Misiku adalah melindungi tanah dan orang-orang Madros. Aku bahkan tak perlu memikirkan hal itu lagi—“
“Jadi ayah akan membuang kehormatan dan harga diri ayah untuk itu!?”
“Tepat sekali. Entah itu kehormatan, entah itu harga diri, apa menurutmu kau bisa selamat dengan omong kosong seperti itu? Setiap manusia di bumi ini jika isi hati mereka bisa dilihat, mereka semua adalah binatang buas yang akan mencuri demi keuntungan mereka sendiri. Bahkan walaupun aku harus meminum lumpur, memakan serangga, dan menutupi diriku dengan kotoran, aku akan tetap melindungi Madros. Setidaknya, aku sudah melihat ahli strategi Pasukan Pembebasan itu. Pria itu berencana untuk menggunakan kita. Kita mungkin takkan diperlakukan dengan buruk.”
“….Sialan-“
Darus menendang kursinya dan pergi. Ia juga memandang dirinya sebagai bagian dari keluarga Madros. Tetapi, apakah tidak apa-apa jika mereka melakukannya sejauh ini? Bukankah Yalder telah menyelamatkan mereka dari invasi Kekaisaran? Dan bukankah Schera telah berani menembus bahaya, berjalan menuju jantung musuh, dan menyelamatkan Madros?
Ketika Kerajaan dalam keadaan yang sulit, mengapa mereka harus berbalik dan mengacungkan senjata mereka pada para dermawan itu? Darus yang masih muda itu tak mengerti.
“Baiklah, entah kau setuju atau tidak, keputusanku takkan berubah. Jika kau tak menyukainya, maka pergilah ke Ibu Kota Kerajaan sendiri. Aku takkan menghentikanmu. Pasukan Kelima akan menyerah pada Pasukan Pembebasan, namun, dengan kondisi bahwa kita takkan ikut serta dalam penyerangan Ibu Kota Kerajaan.
“Oh aku akan melakukan itu, kau pria tua sialan!! Aku berbeda dari kau dan kakakku, aku hanya orang tolol!”
“Lakukan apa yang kau inginkan. Tapi, jangan panggil dirimu dengan marga Madros. Bukan hanya aku, kau akan membuat semua orang yang tinggal di Madros berada dalam masalah. Hiduplah hanya sebagai seorang Darus, dan kau akan mati hanya sebagai Darus. Kau dicabut dari hak warismu. Jangan tunjukkan dirimu di hadapanku lagi.”
“Hah, kau tak perlu memberi tahuku, kau pria busuk! Aku akan tunjukkan semangatku padamu!”
Ia menendang pintu hingga terbuka dan berjalan keluar dengan bahunya yang tegap. Kerry mengirimkan sinyal dengan matanya, dan seorang pengawal senior mengikutinya. Mungkin hal ini bisa disebut sebagai isyarat terakhir kasih sayang orang tua.
“…Sekarang karena orang idiot itu sudah pergi, mari mulai kembali diskusinya. Segeralah pergi dan sapa Putri Pasukan Pembebasan. Beri tahu dia bahwa kita akan melepaskan para tawanan. Gunakan kuda tercepat. Semakin cepat kita pergi, akan semakin baik kesan yang bisa kita buat.”
“Baik!”
“Tetapi, beri tahu dia bahwa kita tak bisa berpartisipasi dalam pengepungan Ibu Kota Kerajaan. Kita tak bisa menyerah sejauh itu. Jika ia mengatakan tidak, ancam dia bahwa kita akan bertempur melawannya. Jika daerah ini menjadi daerah kekuasaan Kekaisaran, maka itu akan menjadi kerugian mereka. Kita tak perlu terlalu menjatuhkan harga diri kita.”
Jika mereka mengirimkan para prajurit ke Ibu Kota Kerajaan dan Madros menjadi kekurangan penjaga, Pasukan Kekaisaran sekali lagi akan bergerak mendekat. Pasukan Pembebasan mungkin juga tak menginginkan area ini dikuasai oleh Kekaisaran.”
“Dimengerti!”
“Diskusi ini selesai. Semuanya, kembalilah ke tugas-tugas kalian!” kata Kerry, dan para perwira militer dan perwira sipil memberi hormat dan berdiri untuk pergi. Kerry menatap langit-langit dengan wajah yang lelah, masih terduduk di kursinya.
“Ya Tuhan, aku tak pernah berpikir mereka akan kalah. Jika kau menang di Canaan, Yalder, mungkin kita akan bisa bertemu lagi. Kau benar-benar memiliki keberuntungan yang buruk…”
Ketika ia mendecakkan lidahnya, wajah pejuang yang tampak idiot dan heroik itu mengambang di benaknya.
(Aku harus melindungi Madros. Seperti kau yang memiliki harga diri dan kekeras kepalaanmu, aku memiliki Madros. Aku tak bisa membiarkan orang-orang menderita karena keegoisanku. Yalder, maaf, tapi aku tak bisa menolongmu.)
“….Jika saja aku, aku sedikit lebih muda.”
Kerry menahan hasratnya dan bertahan. Pasukan Pembebasan kini memiliki momentumnya. Ia tak bisa mempertaruhkan segalanya. Yalder akan bertarung hingga akhir, dan kemudian ia mungkin akan mati. Pria itu adalah manusia yang seperti itu. Dengan harga dirinya sebagai seorang pejuang di dalam dadanya, ia akan mengorbankan dirinya demi Kerajaan.
Demi Madros, Kerry telah menghentikkan dirinya untuk membiarkan rekan-rekan dan teman-temannya mati.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 30.1 - Kehidupan Benteng yang Menyenangkan (1)
Donasi pada kami dengan Gojek!
