The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 29.4
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.4 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (4)
Ketika Sidamo memberi perintahnya, para prajuritnya berbalik ke arah jurang dan melambaikan beberapa bendera merah. Dengan cara yang mencolok, mereka menggunakan seluruh bagian tubuh mereka untuk melambaikannya.
Beberapa saat kemudian, suara ledakan bergemuruh dari kedua sisi jurang. Dan beberapa detik kemudian, longsoran batu besar menyegel jalan yang sempit itu.
Pasukan Pembebasan yang tersebar di depan dengan tak tenang mulai bergerak mundur, atau jika tidak, mereka mungkin akan tertimpa longsoran. Mereka tak mengetahui detail geografi area ini.
Setelah meneliti topografi tempat ini sebelumnya, Sidamo telah memperkirakan hal yang terburuk, dan telah menyiapkan sebuah rencana untuk menghalangi mereka, sebuah rencana untuk menghentikan mereka di langkah terakhir mereka, dalam yang paling terburuk, skenario yang paling terburuk.
“Bagus Staf Perwira! Tapi, ini artinya kau sudah berhenti untuk mengalami kekalahan. Aku akan membawamu ke pengadilan militer!” kata Yalder yang berusaha membuat lelucon, dan Sidamo berpura-pura mengabaikannya dengan wajah yang tampak tak bersalah.
“Sangat sulit untuk memahami maksud Anda. Selain itu, dengan ini, kita telah mengulur sedikit waktu. Biarkan pasukan di Cyrus, Sayeh, dan pasukan kita sendiri bersiap.”
“Baiklah, kalau begitu bergerak! Ini bukan perintah mundur! Jangan lupa bahwa kita hanya mengganti arah! Hahahaha, aku sepenuhnya bukan membuat-buat alasan. Ini –kosong- besar mulut!”
“Bergerak! Kita akan bergerak sebelum musuh siap!”
“Yo Sidamo, selalu bersungguh-sungguh seperti biasa. Seorang pria yang bisa diandalkan. Baiklah semuanya dan kalian para staf perwira, ikuti contohnya dan busungkan dada kalian! Kita adalah unit elit yang telah mengambil alih Datran Tinggi Carnas! Kita akan bergerak; aku bermaksud untuk membuat kepulangan kita dalam kemenangan!”
Yalder tertawa heroik sambil mengibaskan debu dengan formasinya dan bergerak.
Ia tahu bahwa situasinya akan segera menjadi sengit, namun sebagai seorang pria militer, ia akan bertarung hingga akhir.
Ia telah membuat ketetapan hati seperti itu sejak lama. Sejak upaya bunuh dirinya dihentikan.
Barbora, Borbon, dan Octavio yang ditahan memasuki Ibu Kota Kerajaan. Rumah Octavio akan disegel hingga penyelidikannya selesai.
Legiun Yalder memasuki Benteng Sayeh, dan divisi Larus serta Kavaleri Schera ditempatkan di Cyrus.
Mereka harus mengulur waktu di dalam kedua benteng ini hingga Pasukan Pertama bisa menyelesaikan reorganisasi mereka. Mereka mencoba menaikkan perbekalan mereka dari kota-kota di sekeliling benteng, namun para penguasa feodal menolak mereka.
Kekalahan mereka diperbincangkan secara luas karena ulah Diener, dan para penguasa feodal memiliki kesan yang sangat kuat bahwa masa Kerajaan telah selesai.
Tak bisa menyiapkan perbekalan yang cukup di kedua benteng, Cyrus dan Sayeh, tampaknya pengepungan akan segera tiba.
Dalam perpisahan mereka, Yalder dengan kuat telah menggenggam tangan Schera dan berbicara padanya dengan senyum-yang-terasa-nakal, sebuah senyum jahat seperti milik seorang perampok yang membuat wajahnya keriput.
“Kolonel Schera. Mari bertemu lagi di Ibu Kota Kerajaan. Ketika kita telah memukul mundur pasukan pemberontak itu, datanglah ke rumahku seperti janjiku beberapa hari yang lalu. Aku akan menyiapkan sebuah perjamuan besar untuk memuaskanmu. Nantikanlah hari itu.”
“Dimengerti, Yang Mulia. Saya pasti akan mengunjungi Anda.”
“Sidamo, kau katakanlah sesuatu juga! Kita takkan bisa saling bertemu sebentar lagi!”
“…Aku hanya memiliki satu hal yang ingin kukatakan padamu, Kolonel. Aku sudah mengatakan hal ini sebelumnya, tapi jika kau ingin gugur, gugurlah di luar. Uang dan kerja keras dibutuhkan untuk membesarkan sebuah kavaleri. Gugur di dalam kastil bukan apa-apa melainkan sesuatu yang sia-sia. … apa kau mengerti??”
“Kolonel Schera, sepenuhnya mengerti!”
“Makan baguslah. …mari bertemu lagi.”
“Ya Tuhan, kalian tak memiliki daya tarik sama sekali. Yah, mungkin bagus jika kalian saling mengatakan kejujuran. Wahahaah!”
Mengingat perbincangan mereka, Schera tengah beristirahat di dalam salah satu ruangan di Cyrus.
Schera agak lelah.
Tubuhnya dibalut oleh perban yang bulat dan bulat. Luka-luka di lengannya belum sembuh. Hal itu takkan menjadi masalah di medan perang, namun tubuhnya agak demam. Jadi agar ia bisa memulihkan diri sebelum perang yang berikutnya, ia menyendiri di ruangan ini.
Ketika ia berbaring di atas tempat tidur hanya dengan pakaian dalamnya, sebuah ketukan yang keras datang dari pintunya.
“Kolonel, maaf karena saya mengganggu istirahat Anda!”
“…Ada apa?” jawab Schera dengan lemah.
“Tuan, ada sebuah masalah mendesak yang harus disampaikan pada Anda, Kolonel, dan saya datang untuk melapor.”
“Ada apa? Aku sedang berganti pakaian sekarang, jadi maukah kau memberi tahukannya padaku setelah aku selesai?”
Schera menerima potongan informasi yang paling krusial dari prajurit kavaleri itu.
“Tunas-tunas kentang Kolonel telah muncul!”
“…Tunas kentang?”
Sekumpulan benih kentang muncul dalam pikirannya yang hangat dan penuh kabut. Tunas-tunas bermunculan dari benih-benih kentang satu per satu, dan bersama-sama menjadi batang yang setinggi pepohonan. Perutnya tak bisa diisi oleh tunas kentang maupun batang kentang, namun ketika mereka tumbuh besar, sejujurnya mereka tampaknya akan menjadi makanan yang banyak.
“Kentang-kentang yang Kolonel tanam! Mereka tampaknya tumbuh dengan baik, dan tunas-tunas telah bermunculan!”
Mendengar hal itu, tunas-tunas kentang raksasa yang ada dalam imajinasinya lenyap entah ke mana.
“Aku akan segera datang; bersiaplah di ladang!”
Schera melompat dari tempat tidurnya, jadi ia bisa mengatakannya lebih cepat, dan menjawab dengan keras.
Apakah kentangnya akan tetap aman atau tidak sangatlah penting. Ia harus berhati-hati mengeceknya. Ini bukan saatnya untuk berbaring.
“Dimengerti. Saya akan berusaha sekuat tenaga agar gagak-gagak tidak merusak mereka!”
Dari balik pintu, suara langkah kaki si prajurit yang melangkah dengan antusias terdengar.
Schera berdiri, membuka jendelanya, dan mendongak menatap langit—langit yang biru, tanpa satu awan pun. Bergerak melawan angin bergoyanglah bendera Kerajaan dan bendera Kavaleri Schera.
Di sekeliling mereka, gagak-gagak terbang memutar. Apa mungkin karena mereka tak memiliki makanan dan tengah mencarinya? Tak ada remah-remah yang tersisa di sana.
Schera menutup jendelanya. Gagak-gagak itu menatapnya, seolah menuntut makanan padanya.
“….”
(Setelah semua yang terjadi, aku kembali ke sini. Aku bertanya-tanya, apakah rumah terakhirku adalah benteng ini. Akan lebih baik jika aku bisa memakan kentang yang kutanam sendiri.)
Rumah Schera—Benteng Cyrus—telah bersiap untuk perang. Komandan pertahanan Larus tengah berjuang keras untuk meningkatkan jumlah perbekalan hingga waktunya tiba, dan juga berjuang untuk memperkuat benteng.
Ia mempersiapkan parit-parit perang untuk musuh, menyebarkan banyak perangkap, dan memperdalam parit terluar benteng. Larus melakukan segala hal yang ia bisa.
Setelah Pasukan Pembebasan meraih kendali total atas Canaan, mereka akan segera menyerang Cyrus dan Sayeh. Peperangan mungkin akan segera dimulai.
“Ada banyak hal yang harus dilakukan, jadi kita harus terus melakukan yang terbaik, sedikit lagi. Ini semua belum selesai. …benar, bukankah begitu? Hanya sedikit lagi, mari lakukan yang terbaik.”
Hanya untuk sesaat, Schera melihat ke balik bahunya dan tersenyum, kemudian berbalik dan mulai berjalan.
–Namun tak ada siapa pun di belakangnya.
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.4 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (4)
Donasi pada kami dengan Gojek!
