The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 29.2
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.2 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (2)
Divisi Borbon di sayap kiri memiliki keadaan yang sebagian besar sama. Komandan mereka tak melarikan diri, namun ia tak mampu memberi perintah yang efektif. Ia bahkan tak bisa memberi keputusan untuk mundur. Inilah karma karena mempercayakan komando padanya. Para perwira yang tak bertugas, setelah memprioritaskan nyawa mereka, menjatuhkan senjata mereka dan membelot.
Behrouz dari Pasukan Pembebasan takkan melepaskan kesempatan yang ada, dan ia secara yakin melakukan sebuah serangan. Ia berdiri di depan pasukannya dan menyerbu sayap kiri musuh dengan sekali serangan. Mayor Jenderal Borbon melarikan diri ke garis belakang dengan sejumlah kecil pasukan yang berada di bawah komandonya… dengan seorang staf perwira dan pengawal yang menyeretnya di kedua lengannya.
Markas Barbora berada di tengah-tengah sayap tengah dan sayap kiri yang telah terkoyak.
Larus, yang melihat melalui sifat dasar senjata musuh, segera menyebarkan para prajurit, mencoba untuk meminimalkan kerusakan.
Untuk sapi-sapi itu, ia memerintahkan mereka untuk memutuskan kaki-kaki mereka. Walaupun itu hanya rencana sementara, itu juga yang terbaik bagi situasi ini.
“Lemparkan tombak kalian; putuskan kaki sapi-sapi itu! Tak perlu terburu-buru, tenang, dan bidik!!”
“Pengguna tombak, lempar!!”
Walaupun berada dalam ancaman, para prajurit Larus tetap mengikuti arahannya dan melemparkan tombak-tombak mereka. Dengan beberapa tombak yang menusuk kaki-kaki mereka, keseimbangan sapi-sapi Cologne itu rusak, dan mereka roboh ke samping. Kelemahan sapi-sapi itu adalah berat kereta mereka. Gerakan mereka bisa dihentikan dengan menekan mereka dari samping atau menyerang kaki mereka.
Dari belakang infanteri yang memasang perisai-perisai itu, para pemanah mengalahkan sapi-sapi itu dengan panah-panah api. Ranjau-ranjau sihir takkan meledak selama mereka tak diberi sinyal berupa kekuatan sihir, namun muatan bubuk mesiu adalah cerita lain. Ketika mereka dinyalakan, kereta itu akan menghamburkan pecahan peluru dengan gemuruh yang memekakkan.
“Beri tahu para prajurit garis depan untuk mengincar kaki sapi-sapi itu dengan tombak mereka! Atau coba dorong mereka dengan serangan dari samping! Kita tak bisa mengatasi mereka dengan cara lain dalam situasi seperti ini! Tentunya jangan hentikan mereka dari depan; jangan mati sia-sia!”
“Baik!”
Larus menaikkan volume suaranya, dan pembawa pesan itu memberi hormat dan bergerak menuju garis depan.
“Kalau dipikir-pikir, mereka membiarkan kumpulan sapi biasa itu masuk sejauh ini–!”
(Jika kami menyebarkan pancang, atau mungkin pagar pertahanan, kami mungkin bisa mengatasinya. Tapi kami mungkin takkan bisa menyelesaikan tepat waktu. Sialan, kalau sudah seperti ini…”
Melihat ke sekeliling, semua yang tampak hanyalah para staf perwira yang terluka dan prajurit-prajurit lainnya. Melihat garis depan, sekutu-sekutunya telah sepenuhnya dikalahkan. Apa yang harus dia lakukan dalam situasi seperti ini? Larus berbalik, dan bergerak menuju markas Barbora dengan langkah yang cepat. Sekarang karena pasukan utama mereka telah runtuh, yang berikutnya akan dikepung adalah markas mereka. Mereka harus membuat keputusan.
Larus mengingat kata-kata terakhir Sharov, dan mengutuk di dalam pikirannya.
(Seperti yang dikatakan oleh Marsekal Lapangan Sharov, aku tahu kami seharusnya tak memulai serangan. Kami seharusnya memperkuat pertahanan dan menunggu sebuah kesempatan. Jika kami berada di pegunungan, keadaan sulit seperti ini pasti akan mustahil-!)
.
.
.
Markas.
Para pembawa pesan datang dan pergi dalam kebingungan.
Octavio yang telah melarikan diri dan berhasil datang kemari tengah memberikan penjelasan dengan kalut pada Barbora dengan urat-urat yang menonjol di kepalanya.
Pandangan mencela ditujukan pada Octavio oleh para staf perwira. Barbora tengah menahan amarahnya sembari menggertakkan giginya.
“Y-Yang Mulia. Itu senjata baru musuh. Mereka memiliki kekuatan yang menakutkan! Saya langsung segera datang melapor dan datang ke sini tanpa menoleh pada marabahaya. Tolong, tolong mengerti! Saya sepenuhnya tak melarikan diri!”
“…Dan begitu, apa yang terjadi pada para prajuritmu? Apa kau, komandan semua orang, meninggalkan para prajuritmu dan berlari ke rumahmu sendirian? Dan kau masih memanggil dirimu sebagai seorang komandan divisi? Apa kau tak memiliki rasa malu sebagai seorang Mayor Jenderal!!?”
“A-anda salah! Saya hanya terlalu cemas tentang keadaan Yang Mulia, dan saya tak bisa berhenti khawatir—“
“Diam kau dungu!! Ketahuilah sedikit rasa malu!!”
Tinju Barbora menabrak pipi Octavio. Sambil menyeka darah yang keluar dari hidungnya, Octavio tak berdaya.
“—M-maafkan saya-“
“Dan itu belum semua! Kau bajingan, mengapa kau tak segera bergerak sesuai rencana! Apa yang kau pikirkan sehingga kau membiarkan kesempatan menang kita lepas!?”
Ia menendang tubuh Octavio. Namun hal itu tak memadamkan amarahnya.
“S-suar sinyalnya. Suar sinyalnya tak muncul. Semuanya salah Kolonel Schera! Mustahil bagi gadis kecil rendahan itu bisa menyelesaikan tugas penting it!”
Melindungi dirinya sendiri jauh lebih penting daripada kemenangan atau kekalahan. Jika ia mencoba melanggar peraturan militer, maka ia akan mendapat hukuman mati. Octavio dengan kalut memohon untuk menghindari hal itu.
“Faktanya suar sinyal itu datang dari unit Schera, dan laporan mengatakan bahwa kau mengabaikannya! Octavio, aku akan membuatmu membayar perbuatan jahat ini dengan nyawamu!!”
Barbora jelas berada dalam batas kesabarannya. Ia menghunus pedangnya dan menekankannya di leher Octavio. Ketakutan, Octavio memukulkan dahinya ke lantai sebagai tanda menyesal hingga ia berdarah, dan ia meminta maaf sedalam-dalamnya.
Dengan air mata dan ingus yang mengalir di wajahnya, sosoknya yang memohon untuk simpati Barbora sangat tak mirip seperti seorang jenderal.
“…Yang Mulia Barbora. Kita tak memiliki kemewahan untuk memedulikan si bodoh ini sekarang. Saya yakin kita seharusnya menyimpan waktu untuk membereskan pria ini nanti setelah semuanya selesai. Semangat para prajurit, yang telah cukup rendah, akan jatuh semakin rendah lagi,” nasihat Larus yang telah kembali.
Bahkan sebagai sebuah lelucon pun, ia tak pernah mendengar penghakiman yang dilakukan oleh seorang pria yang dipercayakan dengan seluruh divisi selama peperangan. Waktu mereka yang berharga telah terbuang bahkan saat ini dengan semua ini. Pada awalnya, memang siapa yang menunjuk orang bodoh ini sebagai komandan divisi dan memberinya seluruh bagian sayap? Setelah menatap Octavio, Larus memberi Barbora tatapan dingin.
“—Polisi militer, tahan badut ini!! Aku akan memotong kepalamu yang kotor itu di lain hari!”
“Y-Yang Mulia, maafkan saya. Tolong, berikanlah kemurahan hati Anda!! Yang Mulia Barbora!”
“Diam! Polisi militer, cepat bawa dia pergi! Aku tak bisa tahan melihatnya lagi!”
“Baik!”
Para polisi itu mencengkeram rambut Octavio dan meninggalkan markas. Suara tangisannya memudar di kejauhan.
Tempat itu jatuh dalam keheningan, dan Barbora menyesuaikan napasnya yang keras. Ia bisa mendengar suara ledakan di kejauhan dalam jangka waktu yang sering.
“…Mayor Jenderal Larus. Bagaimana situasinya?”
“Peperangan berada di ujung skenario terburuk kita. Ada tanda-tanda kekalahan yang kuat. Mungkin bahkan takkan memakan waktu satu jam sebelum seluruh pasukan kita ditaklukkan. Kita akan bertempur hingga akhir, atau apakah kita akan melarikan diri? Saya mengharapkan instruksi dari Anda, komandan Korps Pasukan.”
“…Di mana, di mana, di mana yang salah!! Sialan!! Kenapa!! Bukankah kita punya keuntungan yang melimpah beberapa saat yang lalu!?”
Barbora dengan gila merusak paviliunnya dengan pedangnya. Sambil mengamatinya tanpa ekspresi, Larus menyatakan pendapatnya.
“Kita masih bisa mempertahankan pasukan. Benera Yalder tampak dari Dataran Tinggi Carnas. Penarikan mundur masih mungkin untuk sekarang, dan kita mungkin bisa meminimalisir kerusakan. Yang Mulia, keputusan cepat Anda.”
“K-kau memintaku untuk kabur? Nasib Kerajaan tergantung pada akhir peperangan ini. Apa kau memahami hal itu? jika kita mundur, kita tak lagi—“
Dikalahkan dalam perang ini, berarti mereka telah kehilangan kekuasaan atas Area Canaan. Mereka terpaksa harus menerima bahwa Kota Canaan dan Benteng Roshanak telah direbut. Tempat-tempat itu tak diragukan lagi akan menjadi teritori musuh. Jika mereka kehilangan kendali atas Canaan, gerbang menuju Ibu Kota Kerajaan akan terbuka, dan semua penguasa feodal yang telah dengan keras kepala tetap berada di balik pagar akan langsung bergabung dengan Pasukan Pembebasan. –Dan setelah itu terjadi, semuanya selesai.
“Tak ada lagi yang bisa kita lakukan. Apa Anda ingin membiarkan semua orang mati di sini? Atau mundur, satukan pasukan kita, dan usahakan sebuah gerakan mundur entah bagaimana? Yang Mulia Barbora. Anda harus memutuskan. Inilah tugas terakhir Anda sebagai komandan Korps Pasukan.”
“….tsk.”
Barbora tak bisa melakukannya. Jika ia ingin memilih sebuah kematian yang membanggakan, maka ia harus memilih untuk bertempur dengan berani di sini. Namun, nyawa sepuluh ribu pria ada di tangannya. Sebagai seorang komandan, bukankah adalah sebuah keputusan yang tepat jika ia mampu untuk menyelamatkan bahkan seorang prajurit saja? Kebanggaannya sebagai seorang pejuang, atau tugasnya sebagai komandan tertinggi? Barbora merasa sedih, karena terperangkap di antara dua hal itu. Ia tak mampu menjawab.
“Jika Anda takkan melakukan apa pun, saya ingin Anda mengizinkan saya kembali ke unit saya. Saya ingin gugur bersama bawahan saya jika saya akan mati. Maaf, tapi saya tak tertarik untuk tetap bersama Anda hingga saat-saat terakhir saya,” kata Larus yang berhati dingin saat ia berbalik, namun Barbora menahannya dengan kesulitan.
“…Aku, aku mengerti. Kita akan mundur. Perintahkan semua pasukan untuk mundur!! Kita tak boleh sepenuhnya dibinasakan di sini!”
“Dimengerti. Saya akan memberi tahu seluruh pasukan. Saya juga akan mengirimkan seorang pembawa pesan ke Jenderal Yalder di Carnas. …Kalau begitu saya undur diri.”
Larus memberi hormat dan memulai persiapan untuk mundur.
Barbora menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan ambruk di tempatnya. Untuk pria ini yang telah mengambil alih komando Pasukan Pertama setelah Sharov tiada, inilah kegagalan pertama, namun terbesarnya, dan itu menghancurkannya.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.2 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (2)
Donasi pada kami dengan Gojek!
