The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 29.1
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.1 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (1)
Teriakan dan jeritan dari para prajurit Kerajaan bergema di padang itu. Sekelompok sapi itu membuat kekacauan di barisan perang divisi Octavio.
Mereka telah melakukan yang terbaik untuk mendorong mundur dengan perisai-perisai mereka. Tiba-tiba diikuti, oleh ranjau-ranjau magis yang dibawa oleh sapi itu yang meledak karena sinyal penyihir dengan tugas khusus.
Untuk memperkuat kekuatan penghancurnya, kereta itu dikemas bersamaan dengan sejumlah besar bubuk mesiu dan potongan-potongan logam yang tajam. Benda-benda itu berhamburan ke segala arah, memuntungkan tangan dan kaki para prajurit Kerajaan atau langsung menembus tubuh mereka, dan banyak nyawa yang tercabut.
Orang-orang yang gugur bisa dihitung sebagai orang yang beruntung. Para prajurit yang tertusuk pecahan logam itu sangat menyedihkan. Mereka kehilangan kekuatan untuk bertempur, dan mereka bahkan tak bisa mati, hanya bisa menggeliat karena rasa sakit yang luar biasa.
Ranjau-ranjau sihir memang didapatkan dari Kekaisaran, namun ranjau-ranjau itu faktanya tak cukup untuk membunuh atau melukai. Tentu, ranjau itu memiliki kekuatan menghancurkan, namun paling tidak benda itu hanya bisa meledakkan sepuluh orang pria. Jika tujuannya adalah untuk menyebabkan korban jiwa, sejumlah besar benda itu perlu ditanam, dan biaya beserta tenaga yang dibutuhkan akan terlalu banyak.
Demi mengurangi biaya dengan keefektifan yang kurang lebih sama, Diener telah memperbarui senjata itu, yang awalnya harus dipasang, untuk digunakan dalam penyerangan.
Peran itu diberikannya pada sapi-sapi ini, yang membuka selubung lukisan neraka dan menarik habis semangat bertarung musuh; untuk menampakkan semua hal-hal yang memuakkan yang bahkan jika para prajurit mencoba menghentikan mereka; para prajurit itu akan mati; dan untuk menampakkan bahwa jika mereka menghindar, sapi-sapi itu akan masuk jauh lebih dalam ke dalam formasi mereka dan menyebarkan kerusakan. Itulah tujuan mereka untuk memaksa musuh ke dalam dua pilihan yang tak masuk akal. Terhadap para prajurit Kerajaan yang memiliki semangat yang rendah, sapi-sapi itu adalah senjata efektif yang hampir penuh siksaan.
Tak ada prajurit Kerajaan yang dipenuhi kesetiaan dan keberanian yang akan dengan sukarela menjadi perisau, ketika melihat bencana di depan mata mereka.
200 ekor sapi dikirimkan ke sayap tengah dan sayap kiri sebagai gelombang pertama.
Barisan perang Pasukan Kerajaan telah jatuh dalam kekacauan, dan tak ada lagi kendali. Tak bisa dibayangkan bahwa kedua jenderal, Octavio atau pun Borbon, akan memiliki kemampuan kepemimpinan untuk bersatu dalam keadaan seperti ini. Dalam situasi yang tak terduga ini, mereka hanya berdiri dengan keheranan yang luar biasa. Dan, masih banyak sapi-sapi yang telah disiapkan, yang dibebani dengan senjata pembantaian.
“Tenang!! Jangan rusak barisan!! Kalian tak boleh membiarkan sapi-sapi itu lewat!!”
“J-jangan bercanda! Apa menurut Anda kami ini perisai!!?”
“Apa kau mau melanggar perintah!!? Jika mereka menerobos barisan, mereka akan meledak di dalam perkemahan kita! Hentikan mereka dari sini dan kurangi risiko kerusakan seminimum mungkin! Aku takkan mengampuni kalian jika kalian kabur!”
“Seolah aku akan mengikuti perintah itu!! Kau dungu!”
“A-apa yang kau—“
Setelah memukul perwira yang setia dalam pelayanannya, para prajurit Kerajaan mulai berlari kabur untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Gelombang kedua sapi-sapi menerobos penjagaan dan meledak di dalam formasi divisi Octavio.
“A-a-apa ini. Apa yang sedang terjadi! Ajudan, jelaskan!”
“Saya tak tahu! T-tapi, jika seperti ini, divisi kita akan dibinasakan! Yang Mulia! Perintah Anda!”
Ajudan itu meminta perintah dari Octavio, tetapi pria itu dipenuhi kepanikan dan tidak berada dalam posisi untuk memberikannya.
“T-tunggu! Sapi-sapi itu menuju ke sini! Cepat hentikan mereka! Buat mereka berhenti!!”
“Penjaga, hentikan sapi-sapi itu!! Lindungi tubuh Yang Mulia! Mengapa mereka dibiarkan menerobos sejauh ini!!? Apa yang para prajurit garis depan lakukan!?”
Para penjaga di sekeliling Octavio menghalangi sapi-sapi itu menggunakan tubuh mereka sebagai perisai. Tak peduli orang jenis apa ketua mereka itu, para pengawal harus tetap melindunginya dengan taruhan nyawa mereka. Kerumunan sapi-sapi Cologne itu berhenti di jarak yang dekat dengan markas Octavio.
Penyihir Pasukan Pembebasan yang menonton melalui sebuah teropong tertawa kecil, dan mengirimkan sinyal untuk ledakan.
Setengah dari para pengawal yang diselimuti ledakan dari jarak point blank langsung gugur seketika, dan sisanya menggeliat di atas tanah sambil mengalami luka-luka yang fatal.
Isi perut para pengawalnya melayang ke mana-mana di depan mata Octavio. Maut telah datang sedekat ini di hadapanya. Octavio merasakan teror yang mendalam.
“I-ini senjata baru musuh. Aku harus melapor pada Jenderal Barbora. Jika tidak Beliau takkan segera menerima laporan itu khusus dariku! G-Guerard, aku percayakan komando ini padamu!” teriak Octavio yang bergetar, sambil menyeka gumpalan darah yang lengket padanya. Ia tak mau berada di tempat seperti ini. Mengapa jenderal berpangkat tinggi sepertinya harus berada dalam bahaya kematian? Dalam pikiran Octavio hanya ada pemikiran untuk meninggalkan tempat ini sesegera mungkin.
“Y-Yang Mulia, jika Yang Mulia melarikan diri sekarang, sekutu kita akan dikalahkan. Kita harus berkumpul di tempat kita, entah bagaimana, di sini! Saya mohon pada Anda, tolong, tahan diri Anda dan ambil alih komandonya. Ini sesuatu yang hanya bisa Yang Mulia lakukan!”
“D-diam! Aku tak kabur, aku hanya ingin melapor langsung! Aku akan segera kembali! Hingga saat itu, aku serahkan komandonya padamu.”
“—Y-Yang Mulia. A-apa Anda akan meninggalkan kami?”
“Aku serahkan semuanya padamu, Guerard! Aku takkan melupakan kesetiaanku seumur hidupku!”
Octavio dengan cepat naik ke atas kudanya dan mulai bergerak menuju markas Babora sambil membawa para pengawalnya yang tersisa. Meninggalkan neraka, Guerard membisikkan sebuah frasa ketika wajahnya memucat. Keputus asaan, kekecewaan, penyesalan, ia sepenuhnya membiarkan semua itu keluar.
“…Sudah selesai. Ini…. sia-sia.”
Pasukan Kerajaan, kejayaannya, dan Kerajaan Yuze. Kerumunan sapi itu akan segera mendekat. Pada akhirnya, setelah mengingat fitnahan yang bisa ia pikirkan untuk Octavio sebanyak mungkin, akhirnya waktu Guerard tiba.
Divisi Octavio di sayap tengah telah sepenuhnya melarikan diri. Berita menyebarkan bahwa komandan mereka telah melarikan diri, dan para prajurit Pasukan Kerajaan terpecah belah, ditaklukkan. Diener melepaskan sapi-sapi yang tak membawa ranjau-ranjau sihir dan membuat mereka bergerak menuju infanteri musuh lagi. Para prajurit Kerajaan mulai melarikan diri ketika melihat mereka. Arus peperangan seketika bergerak menuju Pasukan Pembebasan.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 29.1 - Aku Agak Kelelahan Jadi Aku Tak Ingin Makan Sekarang (1)
Donasi pada kami dengan Gojek!
