The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 25.6
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 25.6 - Cerita Sampingan; Gadis yang Dipanggil Hero (Prekuel) (3)
“Tidak ada sebenarnya. Kau hanya akan menjadi manusia yang tak bisa memegang janjinya. Tapi, manusia yang tak memegang janjinya menurutku takkan bisa menikmati makanan mereka,” jawab Hero dengan sesuatu yang dianggapnya pas di pikirannya, namun Schera mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.
Setelah memikirkannya sejenak, Schera mengangguk dalam-dalam.
“Paham. Aku takkan pernah memakan manusia. Janji.”
“Kau berjanji pada seorang Hero. Jika kau melanggarnya, aku akan segera tahu.”
“Tidak akan pernah, melanggar.”
“Baiklah, yah aku harus mencari binatang buruan lagi. Sesuatu yang lebih besar dari yang terakhir. Setelah itu, aku akan mengajarimu cara membuat api.”
Hero berjalan tak tentu arah di sekitar daerah itu, mencari binatang buruan. Ia awalnya tak menemukan apa pun, namun akhirnya, ia berhasil membawa seekor babi hutan raksasa.
Ia mengeluarkan alat pembuat api yang berada di tas pria itu dan kemudian mengajari Schera cara membuat api menggunakan sebuah batu api dan palu batu. Menggunakan potongan kecil daun kering atau daun kering yang sudah hancur, kobaran api mulai membesar. Inilah yang diajarkan oleh teman Hero dahulu, dahulu sekali. Ini merupakan salah satu pengetahuan dasar jika seseorang berpergian.
Hero tak tahu apakah Schera akan menggunakan benda ini dari sekarang, namun karena ia berjanji bahwa ia akan mengajarinya, ia dengan sabar melakukannya. Janji harus ditepati.
“Takkan mudah menghabiskan semua ini.”
“Bolehkah aku memakan semuanya?”
“Pelajari apa yang dimaksud dengan ‘sikap tak berlebihan’.”
Setelah menghabiskan waktu untuk memotong babi hutan itu, Hero mengajari Schera cara mengawetkan hewan agar bertahan lama, juga cara menilai apakah daging itu sudah busuk atau tidak. Schera bermaksud untuk memakan hewan besar yang tepat di hadapannya, namun hal itu sepenuhnya tak mungkin.
Ia tak berpikir bahwa pengetahuan ini pada dasarnya akan menyelesaikan masalahnya, namun setidaknya Schera tampak benar-benar bahagia karena ia bisa memakan daging lagi esok hari.
Pada akhirnya, Hero mengubur mayat pria itu. Ia tanpa izin menggunakan peralatan pria itu, jadi ia harus berterima kasih. Schera juga membantunya.
Setelah pekerjaannya sudah selesai, daerah itu telah gelap. Hutan itu memang tak memiliki jejak cahaya matahari sama sekali, namun kegelapan semakin menebal.
“Dengan ini, aku sudah selesai mengajarimu semua yang aku bisa. Yang tersisa hanyalah kau yang harus memegang janjimu.”
“Terima kasih.”
Schera dengan hati-hati memasukkan daging sisa itu ke dalam sebuah kantong dan mengatakan terima kasih. Dibandingkan saat ia sedang makan, rasa terima kasihnya ini terasa kurang tulus, namun menurut Hero itu hanyalah salah satu bagian kepribadiannya.
“Omong-omong, apa ada jalan besar di dekat sini? Aku tak bisa hidup jika aku tak mendapat uang.”
“Berjalanlah lurus dari sini dan akan ada sebuah sungai besar. Di hilirnya ada sebuah kota besar yang bernama Arte, begitulah kata para penduduk desa.”
“Baiklah, terima kasih sudah memberi tahuku. Ahh, apa kau akan kembali ke desamu sendirian? Kalau begitu bolehkah aku mengantarmu?” tanya Hero, namun Schera mengangguk sambil mengatakan ia baik-baik saja.
“Aku sangat mengenali daerah ini, tak apa.”
“Oh. Baiklah, jaga dirimu sebisamu. Jangan makan daging yang sudah busuk, oke?”
Hero melambaikan tangannya, dan kemudian meninggalkan tempat itu. schera tetap berdiri diam, tak mengatakan apa pun.
Hero menemukan sungai yang ia cari dan tengah berpikir sambil berjalan di sepanjang tepiannya.
Setelah ini, mungkinkah Schera akan hidup tanpa masalah? Hal itu sangat sulit dipercayai. Ia dianggap tak berguna oleh keluarganya, dan tampaknya ia tak menerima makanan yang cukup. Mereka mungkin tak ingin membunuhnya dengan tangan mereka sendiri, jadi mereka hanya berharap ia akan cepat meninggal. Kemiskinan menggerogoti manusia hingga bisa dengan mudah menipiskan ikatan antara orang tua dan anak.
Meneruskan berburu di hutan mungkin akan sulit dengan keadaan jasmani Schera. Ia mungkin hanya bisa memakan jamur dan buah-buahan dari pohon, atau mungkin mencari bangkai hewan. Ada juga banyak hewan-hewan berbahaya di hutan. Mungkin juga ada beberapa perampok yang bersembunyi. Keberuntungan takkan berlangsug selamanya. Besok, mungkin gadis itu akan berada di pihak yang dimakan.
Walaupun mengetahui hal itu, Hero tak bisa melakukan apa pun. Ada banyak anak yang hebat seperti Schera, dan ia tak bisa menyelamatkan mereka semua. Seorang Hero bukan Tuhan. Ia tak bisa berkeliling untuk memberi keselamatan bagi yang membutuhkannya.
Pada akhirnya, hanya ada satu hal yang bisa Hero lakukan. –Untuk membunuh, dan membunuh, dan membunuh semua iblis. Untuk itulah serorang pahlawan ada, karena itulah Hero ada.
“….Benar-benar, dunia ini memang selalu buruk dari dulu.”
Hero menarik napas dalam, ketika,
“Hei.”
“–!!”
Sebuah suara tiba-tiba datang dari belakangnya, dan Hero dengan tergesa membuat jarak dan berbalik. Di sana, adalah sosok Schera, dengan kepala yang dimiringkan dengan pandangan aneh.
Hero memang berkonsentrasi dengan pikirannya, namun ia tak mengurangi kewaspadaannya. Jika ia tak waspada, ia pasti sudah diserang. Jika Schera bermaksud untuk membunuhnya, mungkin sudah ada pisau yang menancap di punggungnya.
Hero tak ingin bersikap ceroboh, namun ia tak bisa merasakan keberadaan Schera.
“Aku lupa bertanya sebelumnya, dan aku berpikir apakah kau bisa memberi tahuku…”
“Jangan berbicara tiba-tiba padaku dari belakangku. Aku hampir secara spontan ingin memukulmu dengan semua yang aku punya.”
“Maaf.”
Tidak, wajahnya mengatakan hal itu dengan tulus. Hero baru mengenalnya sebentar, namun entah bagaimana ia tahu.
“…Jadi, apa yang ingin kau tanyakan padaku?”
“Apa boleh aku memakan iblis?”
“…ha?”
“Apa boleh aku memakan iblis?”
“…Kau, mau memakan iblis?”
Hero memastikan hal itu sambil terkejut. Tak ada tanda-tanda di mata gadis muda ini bahwa ia sedang bercanda. Ia tampak serius.
Untuk nafsu makanannya yang bisa sampai seperti ini mungkin bisa dianggap sebagai sejenis bakat. Walaupun ia tak tahu bakat itu akan berguna atau tidak.
“Aku benar-benar ingin mencoba memakan salah satunya.”
Apa tak apa jika ia memakan iblis? bukan, apakah ada yang bahkan bisa memakan mereka? Hero tak pernah memikirkan sesuatu yang menggelikan seperti itu, dan juga tak pernah berpikir ia ingin memakan salah satunya.
Mungkin tak ada alasan mengapa seseorang tak boleh memakan manusia. Karena ada beberapa dari mereka yang dahulunya bukan manusia. Ada banyak iblis yang memiliki penampilan yang tampak seperti hewan atau serangga. Iblis-iblis itu bukan sesuatu yang bisa menimbulkan nafsu makan. Faktanya, iblis itu hanya akan membuat seseorang ingin menghancurkan mereka.
“Y-yah, selama mereka dahulunya bukan manusia, menurutku tak apa? Tapi, kau tentu akan membuat perutmu sakit. Iblis-iblis itu membusuk secara alamiah.”
“Paham. Jika aku menemukan salah satunya suatu hari, aku akan mencoba memakannya. Berbicara soal itu, iblis itu tampak seperti apa?”
Tak sepenuhnya memahaminya, Schera bertanya lagi.
“Kau akan tahu dengan sekali pandang saja. Mereka memiliki penampilan tidak normal yang berbeda dari manusia. Aku beri tahu kau sekarang, jika kau memang menemukan salah satunya, larilah secepat yang kau bisa. Jika kau tak ingin mati, begitulah.”
“Terima kasih karena sudah mengajariku banyak hal. Kalau begitu, selamat tinggal.”
Bibir Schera melengkung senang, dan sambil menggesek alat pembuat api, ia berjalan masuk ke dalam hutan.
Tampaknya Schera entah bagaimana bisa menghilangkan hawa keberadaanya. Mungkin ia secara alamiah melakukannya saat ia masuk dan keluar dari hutan itu. kalau begitu, menurut Hero ia mungkin takkan mati saat ia bertemu iblis itu. Iblis itu juga takkan mengenyangkan perutnya.
Setelah Hero menatap sosok Schera yang pergi, ia duduk di tempat itu dengan ekspresi kesulitan. Tetapi, setelah tak bisa menahannya lagi setelah beberapa saat, ia berhenti menahan tawanya.
“—Kukuh, ahahaha-, pertama kalinya aku melihat seseorang yang cukup bodoh untuk ingin memakan iblis. Apakah manusia sudah semakin kuat? Atau apakah iblis telah menjadi lebih lemah? Dengan kata lain, gadis rakus itu mungkin takkan kalah dari mereka. Aku harus membinasakan para iblis, sebelum ia memakan mereka semua.”
Hero bangkit dengan penuh semangat, tertawa tanpa rasa takut, dan memelototi daerah sekitarnya. Ada empat orang yang mengunjunginya. Mereka mungkin beberapa perampok yang mengincar para wisatawan. Mereka tampak seperti manusia, tapi mereka tak perlu dikasihani.
“Aku takkan memaafkan manusia yang telah takluk pada iblis. Kalian semua berbau busuk, aku akan membunuh kalian semua. Ah, aku takkan memakan kalian atau apa pun, jadi tenanglah dan matilah.”
Hero menampakkan giginya dan mengulurkan tangannya, ketika cahaya putih yang menyilaukan keluar dari sana, para perampok itu mengambil kuda-kuda dengan senjata mereka dan langsung melompat ke arahnya.
“—G-gadis ini, bisa menggunakan sihir!”
“Sialan! Cepat, bunuh dia!”
“Terlalu lambat, kalian orang tolol.”
Ketika cahaya putih itu meledak, empat teriakan bergema di hutan itu.
Tampaknya ia terlalu menahan diri; mereka masih hidup, berada di ambang kematian mereka. Karena ia baru saja terbangkitkan, ia tak berada dalam kondisi normalnya, tebaknya. Biasanya, ia bisa mengubah mereka menjadi potongan-potongan kecil dengan satu ledakan.
“Aku belum kembali normal, huh. Sejujurnya amat menjengkelkan sekali.”
“A-ampuni kami—“
“Kalian menyakiti telingaku; jangan berbicara dengan bahasa manusia.”
Para pria itu bercucuran air mata dan memohon untuk nyawa mereka, namun ia mengabaikan mereka, ia menginjak wajah mereka. Dengan sihir, ia membunuh salah satu yang terbebas dari sang Maut. Tak ada negosiasi dengan iblis. ia telah memutuskan hal itu sejak lama.
Setelah membersihkan kotoran dari tubuhnya di sungai yang ada di dekatnya, ia berbaring di air yang dangkal itu dan menatap langit yang berbintang.
Jenis orang seperti apa yang akan ditemuinya di kota tujuannya? Iblis seperti apa yang akan ada di sana? Apa yang akan ia lakukan di sana?
Setelah memikirkan berbagai hal, Hero perlahan menutup matanya.
Hal terakhir yang Hero pikirkan adalah, bahwa ia saat ini tampak seperti tubuh yang tenggelam, dan tak ada hal lain—sesuatu yang sepele.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 25.6 - Cerita Sampingan; Gadis yang Dipanggil Hero (Prekuel) (3)
Donasi pada kami dengan Gojek!
