The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 23.3
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 23.3 - Jamuan Setelah Festival Sangat Lezat (3)
“–!”
Melihat orang itu meronta, penasaran apa yang terjadi, Schera tersenyum lebar.
“Karl, karena aku berutang padamu atas makanan yang kau berikan, aku akan membunuhmu tanpa rasa sakit. Kau dalah seorang… pria yang beruntung. Serius, aku bermaksud untik menggunakan teriakanmu sebagai sinyal.”
Katarina menggertakkan jarinya, dan mayat prajurit infanteri itu meletakkan pedangnya di leher Karl. Ini merupakan tindakan Katarina untuk mengawasi Karl.
“Kalau begitu, haruskah kita melakukannya? Letnan Kolonel?”
“Tidak, aku terpikir sesuatu yang bagus. Aku… Tak pernah melihat kembang api sebelumnya. Di langit musim dingin yang bersih ini, kembang api pasti akan terlihat sangat indah, aku pernah dengar hal itu. Jadi, mari kita buat Karl menjadi kembang api di langit malam.”
“Pemikiran yang hebat. Itu juga akan menjadi sinyal yang mudah dimengerti rekan-rekan kita.”
“Letnan Dua Karl, ini perpisahan kita. Selamat tinggal. Kentang Wealth, benar-benar sangat lezat.”
Setelah Schera mengelus wajah Karl dengn lembut, ia menusuk tengkorak Karl dengan sabitnya, dan memberinya sebuah kematian yang instan. Karl mungkin telah mati tanpa merasakan rasa sakit apa pun.
Ia menarik sabitnya, dan menarik kerah Karl dengan kedua tangannya. Ia mengambil sikap berdiri, dan memastikan keadaan dengan Katarina, dan kemudian dengan para prajurit kavalerinya.
Semua orang mengangguk dalam diam dan mengeluarkan senjata mereka, mata mereka berkilat marah, dipenuhi rasa haus darah.
“Baiklah, haruskah kita mulai? Cuacanya sangat dingin, jadi mari lakukan ini dengan baik.”
Bersiap. Mulai. Schera melemparkan mayat Karl ke langit malam sekeras yang ia bisa. Sebuah benda gelap yang naik ke atas sambil mencipratkan darah ke butiran-butiran salju yang turun dari langit. Ketika mayat itu mencapai titik puncak, Katarina menjentikkan jarinya, dan benda gelap itu ditelan oleh api merah gelap, dan kemudian meledak dengan suara dentuman.
Schera menatapnya dengan gembira, dan kemudian menjilat salju yang diperciki warna merah yang terkumpul di tangannya.
Festival yang menyenangkan telah dimulai.
Setelah gemuruh ledakan, api menyala di daerah itu, dan teriakan, jeritan, dan pekikan menyelimuti perkemahan Kekaisaran. Kavaleri Schera, yang mengenakan baju zirah Pasukan Kekaisaran di tubuh mereka, meneriakkan informasi palsu sambil membantai dan menyalakan api. Para prajurit Kekaisaran yang kelelahan dihancurkan tanpa berkesempatan memahami apa pun.
“Divisi Mayor Jenderal Gale telah berkhianat! Angkat pedang kalian dan lawan mereka!”
“Serangan kejutan dari Pasukan Kerajaan! Kita sedang diserang!”
“Iring-iringan suplai telah dihancurkan!! Seluruh perbekalan telah terbakar!”
“Ini pembantaian! Bunuh mereka!”
Laporan yang bertentangan terdengar satu sama lain, dan para prajurit mengayunkan pedang dan tombak mereka tanpa mengetahui siapa musuh mereka. Dalam kegelapan, teror dan kegilaan menjangkiti mereka.
“Kau tolol! Tak bisakah kau diam saja? Orang yang secara acak membuat keributan adalah pem-“
Seorang perwira yang tampak tenang mengomel, dan sebuah tombak menembus tenggorokannya dari belakang. Prajurit yang menarik tombak itu memiliki bendera hitam yang terikat di ujung tombak itu, dan dalam diam ia menyalakan api di tempat lain.
Para komandan yang terkejut berusaha untuk menenangkan kekacauan itu. Namun, anggota kavaleri Schera yang telah disebarkan kini mencoba membunuh jenderal-jenderal itu dengan proioritas maksimum. Kemudian, mereka akan meneriakkan bahwa perwira komandan telah terbunuh dan terus memperlebar jangkauan korban jiwa. Seperti rayap-rayap yang menggerogoti sebuah pohon, korban jiwa menyebar dengan kecepatan yang menakutkan.
Kemudian jumlah korban yang terbunuh oleh api di Korps Pertama Pasukan Kekaisaran yang telah jatuh dalam malapetakan semakin banyak. Seorang staf perwira yang telah menerima laporan dari seorang pembawa pesan memasuki tenda Alexander.
“Yang Mulia, Alexander. Yang Mulia! Berita buruk! Mata-mata musuh telah menyusup ke dalam pasukan kita dan sedang membakar perkemahan!”
Dibangunkan dengan paksa dari tidurnya yang baru sebentar, Alexander dengan tak senang memberengut kepada staf perwira yang panik itu, dan memberinya perintah dengan nada acuh tak acuh.
“Lalu segera tangkap mata-mata itu. Apa yang kau bingungkan? Urus semuanya dengan tenang.”
“Kita tak lagi berada dalam situasi itu! Pasukan kita telah kacau balau, dan para prajurit mulai membunuh rekan-rekan mereka! Yang Mulia harus mengambil komando secepat mungkin dan mengendalikan situasi ini secara pribadi!”
Mendapat perasaan bahwa keadaan saat ini jauh lebih serius dari yang ia bayangkan, Alexander memimpin para pengawalnya dan mendesak mereka agar segera memakaikannya baju zirahnya. Ia memberi perintah kepada kepala pengawalnya, dan para prajurit menjaga Alexander dengan ketat.
Keluar dari tendanya, Alexander langsung kehilangan kata-kata. Api menyala dari seluruh hutan yang merupakan tempat berkemah Kekaisaran. Api menyebar ke pepohonan di sekelilingnya, mewarnai langit malam dengan butiran salju yang kemerahan.
“A-apa ini? Kita tak terlalu jauh dengan Madros! Apa yang Gale, Rap, Dors, dan yang lainnya lakukan? Kirimkan pembawa pesan untuk mengumpulkan mereka semua segera!”
Alexander marah, dan ia dengan marah meneriakkan nama-nama komandan divisi Korps Pertama. Mereka adalah para jenderal yang Alexander anggap berpotensi dan ia beri pangkat. Mereka adalah orang-orang yang bahkan bisa disebut sebagai anak didiknya.
“I-itu, para prajurit mengatakan bahwa Mayor Jenderal Gale telah berkhianat,” kata salah satu pembawa pesan, dan Alexander menolaknya.
“Bodoh! Bukankah itu jelas-jelas informasi palsu dari musuh? Seolah akan ada yang berkhianat dalam situasi seperti ini! Kemenangan sudah berada tepat di depan mata kalian!”
Alexander meraih kerah prajurit itu. Sesuai berguling di dekat kakinya; benda itu berguling dengan ganjil, dan tak lama kemudian melambat, sebelum berhenti dengan sempurna di tempat yang dekat dengan Alexander.
Itu adalah kepala manusia. Wajahnya tampak ketakutan, dan ia ingat ia pernah melihat wajah itu entah di mana. Ia adalah seseorang yang luar bisa, seorang veteran yang telah Alexander angkat.
Ia adalah Gale, seseorang yang memimpin salah satu divisinya.
“G-gale? Gale! Mengapa kau–!”
“Ia adalah komandan yang sangat hebat. Yang Mulia tampaknya memiliki mata yang amat tajam. Orang itu… Mencoba untuk mempertahankan para prajuritnya hingga akhir.”
Dari dalam kegelapan, bergema sebuah suara yang sangat ia kenali. Kemudian, suasana tiba-tiba menjadi tegang. Ada sesuatu yang buruk yang tengah mengintai. Sesuatu yang mengancam yang bisa membuat semua orang ketakutan. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Satu jentikan, dan sesuatu meledak di dekatnya. Api menyala, menyinari benda itu.
“…Letnan Kolonel, S-Schera?”
Alexander dan para pengawal yang mengelilinginya meragukan mata mereka sendiri. Seorang gadis kecil yang berlumuran darah dari kepala hingga kakinya tengah berjalan mendekat. Di tangan benda itu terdapat dua kepala lagi.
“Aku akan memberikan kalian benda ini juga. Ada banyak pria yang hebat di Pasukan Kekaisaran. Ada juga yang sangat setia, dan mereka mencemaskan Yang Mulia hingga akhir. Yang Mulia benar-benar seorang pria yang beruntung.”
Schera melemparkan kedua kepala itu. Kepala itu adalah kepala Rap dan Dors. Mata mereka terbuka lebar, dan ada ekspresi yang muncul di wajah mereka yang membuat seseorang berpikir bahwa mereka adalah orang yang gagah berani hingga akhir hayat mereka.
Saat itu, para pengawal yang merasa sedih menghunus pedang mereka dan mengarahkannya pada Schera dari segala arah.
“M-mati kau monster!!”
“Schera!! Kau pengkhianat!”
“Adalah takdir seorang pembohong untuk dibohongi. Staf Perwira Sidamo yang memberi tahuku.”
Setelah membelah orang yang paling depan menjadi dua, sabit itu berbalik, membuat sebuah lengkungan, dan membelah orang-orang yang berada di kiri dan kanannya menjadi dua. Ia mengelak dari tombak yang menyerangnya dari belakang, dan membalikkan ujung mata tombak itu untuk membelah wajah pria itu dari samping.
Para pengawal menggunakan tubuh mereka sebagai tameng, menghalangi jalan Schera dan tak membiarkannya mendekati Alexander. Beberapa bahkan membahayakan diri mereka untuk menyerang, namun pedang mereka tak mencapai Schera, dan dengan satu serangan mereka berubah menjadi potongan daging. Bahkan walaupun begitu, mereka tetap lanjut menyerang; semua orang memahami bahwa itulah misi mereka sebagai pengawal. Tak peduli apa pun situasinya, mereka harus melindungi nyawa Alexander hingga orang terakhir—karena mereka adalah pengawalnya.
Dalam jangka waktu kurang dari semenit, mayat-mayat yang tragis itu bertebaran di area itu. Sabit-sabit kecil yang melengkung menonjol keluar dari dahi para prajurit yang mencoba menembaknya dari dalam bayangan. Mereka telah mencoba untuk menikamnya dengan tombak mereka di saat yang bersamaan, namun tak ada satu pun serangan itu yang mencapainya. Setiap saat, serangan kuat dari Schera mencabut nyawa mereka.
Di belakangnya, Kavaleri Schera tengah mendekat. Gagak putih yang mengerikan itu menyerbu melewati pepohonan yang terbakar. Mereka dengan cepat ingin menyusul tuan mereka.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 23.3 - Jamuan Setelah Festival Sangat Lezat (3)
Donasi pada kami dengan Gojek!
