The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 23.1
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 23.1 - Jamuan Setelah Festival Sangat Lezat (1)
Dalam cuaca yang dingin yang seolah bisa membuat kulit seseorang terkelupas itu, bergeraklah Alexander yang memimpin Pasukan Kekaisarannya, yang menuju Benteng Kedua di sepanjang garis pesisir utara.
Salju putih pudar mulai menumpuk di jalan, dan para prajurit itu bergerak, saling berdempetan agar panas tubuh mereka tak menghilang.
Dalam perjalanan, sebuah kavaleri penyerang milik Pasukan Kerajaan muncul, dan bersiap untuk menyerang kereta suplai mereka. Alexander terpikir untuk menguji Schera di sini. Ia mengirimkan seorang pembawa pesan, memanggil unit Schera, dan memberi perintah.
“Letnan Kolonel, aku ingin melihat bagaimana caramu memenuhi tugasmu di depan mataku sendiri. Apakah kau mau sedikit menendang pria-pria itu untukku? Jika kau memukul mereka sekali, mereka mungkin akan langsung kabur. Pengejaran lebih lanjut tak diperlukan.”
“Baik, dimengerti.”
“Inilah pertempuran pertamamu untuk Kekaisaran. Semoga beruntung.”
Alexander tersenyum jahat, dan Schera mengangguk sepele.
“Seratus penunggang, ikuti aku! Kita akan memberi kavaleri musuh itu pukulan!”
“OU!”
“Kavaleri Schera, serang!”
“IKUTI LETNAN KOLONEL! JANGAN TERTINGGAL!”
Menargetkan kavaleri musuh, Scehra menendang perut kudanya dan mulai berderap cepat. Di belakangnya mengikuti seratus Kavaleri Schera dengan bendera hitam yang dikibarkan. Semua anggota kavalerinya mengenakan baju zirah Kekaisaran, namun bendera unit mereka tak berubah.
“Komandan Perwira, apa yang harus kita lakukan?”
“Tampaknya jumlah musuh sama dengan kita. Mereka menyangka kita akan segera kabur. Hmph, jika begitu, bagaimana kalau kita menguji mereka? Tak ada satu pun yang bisa menandingi kita, para Madrosian dalam menangani kuda.”
“Baik! Kami akan tunjukkan pada mereka kemampuan kebanggaan kita.”
Kavaleri Pasukan Kerajaan sementara tampak bersiap melarikan diri, namun melihat unit Schera yang berjumlah kecil, mereka memutuskan untuk bertukar serangan. Mereka mengangkat tombak mereka, menyusun kembali barisan, dan menyerang dengan penuh kepastian. Tugas utama mereka adalah untuk menghalangi iring-iringan suplai melalui pemyerangan pada kereta suplai mereka, namun keputusan mutlak untuk menyerang dan bertahan dipercayakan kepada komandan di lapangan itu sendiri.
Selain itu, seorang atasan takkan memberikan arahan pada semua unit komandonya secara terpisah. Kerry telah memosisikan unit independen sejenis ini di berbagai tempat.
Kavaleri Kerajaan dan Kekaisaran bertemu. Sabit Schera mengambil darah pertamanya, membuat kepala kedua penunggang kuda yang pertama diserangnya melayang. Kedua kavaleri itu bertabrakan, dan beberapa orang terjatuh dari kuda mereka. Sambil saling bergulat satu sama lain, banyak pertarungan jarak dekat terjadi. Tombak-tombak dihunus dari atas punggung kuda, namun, menargetkan celah itu, penunggang kuda lainnya menusuk tubuh itu.
“Bendera hitam dengan emblem gagak putih, bukankah kau Dewa Maut, Schera? Mengapa kau bersama Pasukan Kekaisaran? Apa kau telah mengkhoanati Kerajaan?” teriak Perwira Komandan Pasukan Kerajaan dengan marah sembari mengayunkan tombaknya.
Schera menjawab dengan nada acuh tak acuh, “Aku juga penasaran kenapa. Sangat aneh kan?”
“Kau dasar tak tahu malu! Jadilah karat tombakku?”
Setelah memutar tombaknya di atas kepalanya beberapa kali, ia dengan kuat mengayunkanya ke bawah, mengincar Schera. Schera sedikit terdorong oleh serangan yang disertai oleh tekanan berat tubuh pria itu, dan kemudian ia menyapu tubuh pria itu dengan gagangnya, menjatuhkannya dari kuda. Karena tubuhnya dipukul dengan keras, Komandan itu jatuh pingsan. Tanpa keraguan, Schera menembus helm pria itu dengan sabitnya, mata sabit itu menembus tengkorak pria itu. Setelah memutar sabitnya sekali, ia menariknya, dan darah segar berceceran di sekitar area itu.
“P-perwira Komandan telah gugur! M-mundur! Mundur!”
“Kita tak boleh terbunuh! Kita akan membalas dendam ini!”
Dengan Perwira Komandan yang gugur dalam pertempuran, para kavaleri penyerang itu dengan segera memutuskan untuk mundur. Karena Schera telah diperintahkan bahwa pengejaran tidak perlu dilakukan, ia kembali ke sisi Alexander. Karena kedua kavaleri itu hanya bertukar satu pertempuran, korban jiwa hanya sedikit. Ini mungkin bisa disebut sebagai kemenangan Schera dilihat dari hasil akhirnya, karena musuh telah berhasil dipukul mundur dan komandan mereka telah terbunuh.
Alexander telah memperhatikan pertunjukan itu dengan teropong untuk memastikan, dan ia mengangguk puas. Kemudian, ketika ia diberi tahu bahwa Schera telah kembali, ia memujinya secara terang-terangan.
“Kavaleri keluarga Madros yang dibanggakan itu ternyata seperti bayi! Kekuatanmu, sejujurnya benar-benar hebat.”
“Saya tersanjung oleh pujian Anda.”
“Dari apa yang kudengar, kau telah diberikan sebutan Dewa Maut karena kau menggunakan sabit itu. Awalnya, aku menyangka itu hanya sejenis pembodohan, tapi sekarang setelah aku melihat praktiknya dengan mataku sendiri, aku menyetujuinya.”
“Bagi saya, senjata ini adalah senjata yang paling mudah digunakan. Benda ini henar-benar sesuai dengan tangan saya
Schera menggoyangkan sabit besarnya sedikit, dan gumpalan darah yang merah gelap menetes. Seketika, tubuh para perwira dan para pria yang berada di sekelilingnya menjadi kaku tanpa mereka sadari. Untuk beberapa alasan, mereka merasakan ilusi seolah mata sabit itu telah diayunkan ke arah mereka. Dan bukan karena udara dingin; sebuah rasa dingin yang berbeda menjalari tubuh mereka.
Roman wajah Alexander berganti sejenak, namun ia segera menenangkan dirinya kembali.
“Letnan kolonel, aku memiliki harapan yang besar untuk jasamu dalam ekspedisi ini. Berdasarkan pencapaianmu, aku berencana untuk meletakkanmu langsung di bawah pengawasanku. Aku sangat membutuhkan orang-orang dengan bakat sepertimu.”
Ketika Alexander mengatakan pengawasan langsung, maksudnya adalah membuat Schera melayani Korps Pertama secara resmi. Sekarang, Schera hanya sementara berada di dalam pasukannya. Jika Alexander menginginkanya, ada kemungkinan ia akan mendapatkan promosi. Para petugas lapangan yang berada di sekitar mereka menunjukkan ekspresi iri. Alexander adalah calon kaisar, dan bahkan hanya dengan nama mereka yang diingat olehnya, hal itu bisa bergunan di masa depan. Mereka tak bisa menerima jika pengkhianat yang merupakan pendatang baru ini bisa menarik perhatian Alexander.
“Yang Mulia.”
Gustav memperingatinya, namun Alexander tak memedulikannya. Ia percaya bahwa seseorang yang cakap yang berada di bawah pengawasannya bisa menangani Schera.
“Aku adalah manusia yang menghargai bakat dengan pantas. Aku takkan membiarkan perasaan pribadiku mencampurinya. Karena itulah, aku snagat menghargai bakatmu. Letnan Kolonel Schera, aku ingin kau menggunakan kekuatanmu untuk Kekaisaran.”
“Baik, saya, Schera, akan melayani dengan memberikan seluruh hati saya.”
Schera mengatakan kata-kata yang pantas dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Ia tidak memiliki sesuatu yang khusus terhadap kavaleri Kerajaan yang terbunuh. Agar Yalder juga tak tampak mencurigakan, ia telah diberi hak untuk tak menahan diri dan bertarung sekuat tenaga.
Kebetulan, kepala yang dibawa saat ia menyerahkan diri pada Pasukan Kekaisaran adalah para prajurit yang terbunuh dalam perang. Ada beberapa orang yang menentangnya, mengatakan bahwa hal itu adalah penghinaan terhadap yang telah tiada, namun Kerry telah membuat mereka diam. Orang-orang yang masih hidup jauh lebih penting, katanya. Kemudian, ia menawarkan putranya sendiri, Darus, sebagai korban.
Darus tak mengetahui apa pun soal ini. Ia mungkin berpikir bahwa Schera benar-benar telah berkhianat. Juga, karena eksekusinya sebelumnya, jika Schera tak dihentikan, Schera tak diragukan lagi pasti akan membunuh Darus. Ia telah diperintahkan dengan keras oleh Kerry untuk membunuh Darus tanpa keraguan ketika saat itu tiba.
“Yang Mulia, apa Anda benar-benar ingin menunjuk Letnan Kolonen Schera untuk tugas yang penting?”
“Apa, Gustav, apa kau tak senang? Aku sangat tertarik padanya. Apakah ia benar-benar senjata penghancur? Kita harus memanfaatkannya hingga ia benar-benar rusak. Kekuatan fisik yang ada walaupun ia berada dalam tubuh wanita; itu pemandangan yang indah di mataku.”
“…”
“Tentu saja, aku tak berniat untuk menjadikannya sebagai gundik. Ada tempat di mana aku menginginkan onggokan daging sebanyak mungkin. Walaupun wajah Tuan Maut tak seburuk itu.”
Alexander tertawa dengan suasana hati yang baik, dan Gustav mengernyitkan dahinya.
“Yang Mulia tolong tahan diri Anda untuk mengucapkan kata-kata yang tergesa-gesa seperti itu. Ini adalah saat-saat yang paling genting.”
“Aku tahu, itu hanya lelucon. Selain itu, aku tak memiliki kebebasan untuk memilih pendamping.”
Alexander mengubah ekspresinya menjadi ekspresi serius, dan mengirimkan sinyal agar pergerakan mereka dimulai. Jika Yalder membuka gerbang ketika mereka tiba di Benteng Kedua, maka Korps Pertama Alexander akan bergerak untum merebut Madros, dan Korps Ketujuh Gustav akan melakukan penjarahan pada gudang-gudang makanan. Dengan kata lain, Gustav hanya akan bersama Alexander sebentar. Kecurigaannya terhadap Schera masih belum hilang, dan Gustav telah mendesaknya agar tetap waspada, namun Alexander tak mendengarnya.
Gustav telah mengenal Alexander cukup lama, dan ia telah memperingatkan Alexander berkali-kali hingga saat ini. Alexander adalah seseorang yang mampu menanggung kritikan kasar itu, namun di sisi lain, ia sangat sombong tentang kemampuannya.
Ia mengatakan, bahwa Gustav tak mampu mengatakan dengan pasti bagian mana dari tingkah laku Schera yang mencurigakan. Schera telah mengeksekusi para tawanan tanpa keraguan, dan bahkan hampir membunuh Darus yang disandera. Bahkan dalam pertempuran mereka dengan kavaleri tanah airnya, tak ada tanda-tanda bahwa ia bermurah hati pada mereka, dan ia bahkan telah membunuh komandan kavaleri itu. Ia jelas bertarung sebagai anggota Pasukan Kekaisaran.
Walaupun demikian, Gustav tak bisa mempercayai Schera karena sebuah rasa yang samar-samar, intuisi dari pengalamannya melayani Kekaisaran selama bertahun-tahun. Memang samar-samar, namun perasaan itu memperingatinya dengan keras, mengatakan padanya bahwa ia harus berhati-hati saat berada di sekitar wanita itu, mengatakan bahwa jika ia gegabah, wanita itu bisa membunuh mereka saat mereka tertidur. Hal itu adalah sesuatu yang tak bisa ia hilangkan.
“…Hal ini mungkin akan membuat Yang Mulia tak senang, dan tak ada masalah pada para pengawal, namun mungkin akan jauh lebih baik jika Anda menugaskan lebih banyak pengawal. Yang Mulia masih terlalu muda. Anda terlalu yakin dengan penilaian Anda sendiri. Tak ada orang di dunia ini yang benar-benar bisa Anda pahami.”
Gustav telah memanggil para staf perwira untuk sebuah pertemuan rahasia, dan memerintahkan mereka untuk meningkatkan penjagaan di sekeliling Alexander. Para staf perwira juga awalnya tak mendengarkannya, namun ketika Gustav menyatakan dengan keras bahwa ia akan mengambil tanggung jawab penuh, mereka dengan ragu menyetujui hal itu.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 23.1 - Jamuan Setelah Festival Sangat Lezat (1)
Donasi pada kami dengan Gojek!
