The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 22.4
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 22.4 - Karena Kentang Wealth Mengisi Perut, Lezat (4)
Perkemahan Pasukan Kekaisaran.
Para prajurit tengah mengistirahatkan tubuh mereka, dan semua orang sedang menghibur diri mereka dengan perbincangan dan makanan. Hawa dingin sangat menusuk, dan api unggun diletakkan di sepanjang perkemahan untuk menghangatkan.
Perbekalan yang langka dan hawa dingin yang tak tanggung-tanggung–dua hal ini melemahkan semangat para prajurit Kekaisaran. Mereka belum mencapai titik keputus asaan mereka, namun situasinya sangat serius.
Schera berjalan dengan langkah cepat ke kemah tempat kavalerinya berada. Jika ia tak cepat, ia takkan mendapat makanan. Tak lama kemudian, ia melihat Katarina, yang berada di samping api unggun sambil mengamati sekeliling mereka. Tampaknya Katarina juga melihatnya, dan ia berjalan mendekati Schera.
“Semuanya berjalan lancar? Letnan Kolonel?”
“Yah. Tidak ada masalah. Lebih penting lagi, apa yang kalian makan?”
Ia mengalihkan pandangannya ke arah para prajurit yang sedang mengisi perut mereka. Tampaknya yang mereka makan adalah sejenis kentang, dan mereka tampaknya melumuri kentang itu dengan sesuatu dan memakannya. Cahaya api unggun menyinarinya, dan makanan itu tampak lezat. Schera menelan salivanya.
“…Ransum yang dibagi. Malam ini adalah roti dan kentang.”
Katarina mengerutkan dahinya dan menjawab. Alasan mengapa ia tak menampilkan ekspresi senang sangatlah sederhana. Kemtang-kentang ini tak lezat.
“Aku bertanya-tanya apakah ada bagian untukku. Aku hampir tak bisa bertahan lagi.”
“Saya akan mengambilkan beberapa untuk Anda. Tolong tunggu sebentar.”
Tepat ketika Katarina akan pergi ke kereta suplai, seorang pria muda memanggil mereka–sambil memegang roti dan kentang di kedua tangannya.
“Itu tak diperlukan. Saya telah membawa bagian Letnan Kolonel. Silakan dinikmati, tuan.”
Sambil tersenyum sopan, pria itu memberikan makanan itu pada Schera. Dengan ekspresi penuh keraguan, Katarina menanyainya, “Kau adalah?”
“Maafkan perkenalan saya yang terlambat ini. Nama saya Karl. Pangkat saya adalah Letnan Dua. Saya menerima perintah dari Yang Mulia Gustav untuk bekerja di unit Anda. Jika Anda membutuhkan sesuatu, apa pun itu, katakan saja pada saya. Saya akan berjuang keras demi membantu Anda.”
Ia menoleh ke arah Schera dan memberi hormat.
“Oh. Baiklah, aku akan menantikan bagaimana hubungan kita setelah hari ini. Aku akan makan sekarang, jadi tolong ceritakan itu padaku nanti saja.”
Ia dengan cepat menggigit rotinya, dan menusuk kentangnya dengan lidi dan mulai memanggangnya dalam api. Sebuah aroma yang lezat menggelitik hidung Schera. Kentang itu berangsur-angsur terbakar, dan panas menyebar ke seluruh bagian dalamnya.
“Akan lebih baik jika Anda mengolesinya dengan keju atau mentega sebelum memakannya. Izinkan saya untuk memperkenalkannya pada Anda. Ini adalah menu khas Wealth kami, kentang Wealth ini memiliki banyak nutrisi dan bisa dipanen dalam jumlah yang besar, walaupum rasanya tak begitu lezat. Tak ada yang sempurna di dunia ini.”
Kentang Wealth sangat tahan terhadap penyakit dan hama, makanan itu memiliki nilai nutrisi yang besar, dan makanan itu bisa dihasilkan dalam jumlah banyak. Selama bukan dalam musim salju, tumbuhan kentang ini bisa ditanam di mana saja. Mereka membawa makanan itu dalam jumlah banyak sebagai perbekalan ekspedisi. Perbekalan yang diantarkan ke sana juga sebagian besarnya terdiri atas kentang ini. Kentang ini mudah dirawat dan luar biasa murah.
Namun, makanan itu sangat tak populer di antara para prajurit. Makanan itu memiliki bentuk yang buruk, dan di atas itu semua, rasanya pahit. Bukan hanya itu, mereka harus memakan kentang ini setiap hari. Ini juga salah satu alasan jatuhnya semangat mereka. Atasan mereka, yang tak memedulikan kekhawatiran prajurit mereka, merencanakan untuk menanam lebih banyak kentang itu dalam teritori yang mereka tempati ini. Di masa depan, mereka mungkin akan bisa melihat ladang-ladang kentang dengan jumlah yang menjijikan.
“Selama bisa dimakan, aku takkan memprotes. Makanan ini memang tak lezat.”
“Tentu. Itulah kata-kata yang saya harap bisa didengar prajurit lainnya.”
“Memprotes adalah bukti kemewahan. Setelah disudutkan, mereka takkan berani mengatakan hal-hal seperti itu.”
“Betapa bijaksananya kata-kata itu. Saya, Karl, menunjukkan kekaguman saya. … Yah baiklah, saya sudah selesai, saya undur diri. Saya minta maaf, tetapi ada beberapa hal yang harus saya siapkan. Saya akan mulai bekerja dengan Anda besok.”
Ia memberi hormat dan meninggalkan Schera.
Karl tersenyum sepanjang waktu, namun matanya tak mampu menyembunyikan kecurigaannya. Jelas dari tatapannya bahwa ia di sini untuk mengawasi mereka. ‘Aku memperhatikanmu jadi jangan mencoba betingkah aneh,’ adalah apa yang dimaksud oleh tatapannya, pikir Katarina. Mulai sekarang mereka harus berhati-hati dengan Karl.
Menatap kepergiannya dengan tatapan tak tertarik, Schera memegang kentang yang sudah dipanggang dengan sempurna itu. Sambil menahan panasnya, ia membelahnya menjadi dua, dan uap membumbung dari atasnya. Katarina mengolesi mentega di atas kentangnya, seperti sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang ibu pada anaknya.
Schera membuka mulutnya lebar-lebar dan bahkan melahap kulit kentangnya. Kentang itu memiliki tekstur khasnya, dan rasa mentega yang bercampur dengan rasa pahitnya, membuat rasa yang tak bisa dijelaskan. Pria-pria yang mengatakan bahwa makanan ini tak menggugah selera tampaknya sangat manja. Makanan ini bisa ia golongkan sebagai makanan yang cukup lezat.
Semua orang yang berasal dari unit Schera menatap pemandangan itu dengan senang. Mereka takkan pernah lelah menatap atasan mereka itu menikmati makananya.
“Bagaimana?”
“Menurutku rasa pahitnya cukup kuat. Tapi, makanan ini cukup lezat. Selain itu, kentang ini jauh lebih baik daripada rumput. Tak ada yang lebih pahit daripada rumput itu. Menurutku aku takkan mungkin bisa memakan rumput bahkan walaupun aku menyebarkan mentega di atasnya.”
“Ketika Anda bercerita tentang memakan rumput, saya mulai bertanya-tanya apakah Anda adalah Letnan Kolonel atau seekor kuda.”
“Manusia… Akan memakan apa pun ketika mereka lapar. Baik itu rumput ataupun daging busuk. Takkan ada yang bisa menang melawan rasa lapar. Tetap saja, satu-satunya yang takkan kumakan adalah manusia. Takkan pernah. Katarina, aku bertanya-tanya apakah kau tahu kenapa?”
“…Saya tak yakin.”
Setelah berpikir sejenak, Katarina menjawab dengan jujur. Ia tak pernah berpikir tentang memakan daging manusia. Ia tak pernah merasa bersalah saat menanipulasi mayat, namun memikirkan tentang memakan daging manusia saja ia keberatan. Bahkan walaupun ia merasa lapar, ia mungkin takkan pernah menyebutkannya.
“Itu karena, aku manusia. Sesederhana itu,” jawab Schera sambil mengunyah, dengan matanya yang seolah melihat entah ke mana.
Katarina mengangguk, dan kemudian mengganti topik pembicaraan. Ia menelan pertanyaan yang hampir secara refleks ia tanyakan.
“Apa Anda… Benar-benar manusia?”, akan terdengar tidak sopan dan melanggar batas.
“…Apa kesan Anda tentang para jenderal Kekaisaran?”
“Mereka semua lebih cerdas daripada para jenderal Kerajaan. Yang Mulia Alexander juga manusia yang sangat menarik. Menurutku ia akan menjadi raja yang baik di masa depan. Walaupun itu tak ada urusannya denganku.”
Sambil menjilat mentega di kedua tangannya dengan hati-hati, Schera menjawab dengan acuh tak acuh.
Roti dan kentang itu sama sekali tak membuatnya kenyang. Apa pun boleh saja asal bukan rumput, namun ia tetap ingin kenyang.
“… Saya, tidak, kami akan menemani Anda hingga akhir. Letnan Kolonel. Sesuai keinginan Anda, berjalanlah di jalan Anda sendiri,” bisik Katarina, sambil menurunkan nada suaranya.
Kata-katanya berisi makna yang mendalam dan tak langsung. Jika Schera menginginkannya, mereka tak masalah jika harus bergabung dengan Pasukan Kekaisaran, adalah apa yang ingin Katarina katakan. Setiap dan semua anggota kavaleri juga memiliki ketetapan hati yang sama. Sumpah setia mereka bukan pada Kerajaan, namun pada Schera.
“Terima kasih, aku benar-benar senang. Baiklah, aku akan memberi tahumu sesuatu yang bagus.”
Schera mendekati Katarina sambil tersenyum manis. Kemudian, ia berbisik di telinga Katarina.
“Ada tiga alasan mengapa aku bertempur. Pertama untuk makan. Kedua untuk membunuh para pasukan pemberontak sebanyak yang aku mau. Yang terakhir… Adalah sebuah rahasia. Aku bisa memenuhi semuanya dengan bertarung untuk Kerajaan.”
Ia bertarung untuk memuaskan nafsu makannya. Ia mengayunkan sabitnya untuk menuntaskan dendam dan mendapat makanan beserta uang. Tak ada tempat yang lebih bagus untuk bekerja selain Kerajaan.
Selain itu, ia memiliki rekan-rekan yang akan makan bersamanya. Dengan keadaan inilah, Schera merasa senang.
Suatu hari, ketiga harapannya mungkin akan terkabulkan. Itu takkan lama lagi.
Katarina sangat penasaran tentang alasan terakhir, namun ia tak menanyakannya. Bahkan walaupun ia bertanya, tampaknya ia takkan mendapat jawaban. Hari di mana ia memahami semuanya pasti akan datang, jadi ia akan sabar.
“…Kemudian, bagaimana dengan Kekaisaran?”
“Fufu, kau mungkin sudah tahu tanpa aku harus mengatakannya, Katarina. Aku penasaran siapa yang membantu para pasukan pemberontak dari dalam kegelapan. Untukku, tak ada yang berbeda. Ya. Itulah dia.”
Ia menjauhkan dirinya dari Katarina dan tersenyum rakus. Para prajurit kavaleri yang memperhatikan penampilannya dengan akurat telah menduga maksud komandan mereka.
Keheningan menyelimuti sekelilingnya sejenak, dengan hanya suara retihan api unggun yang bergema. Schera tengah memanggang sisa rotinya dan menikmati makan malamnya yang lama.
Tiba-tiba, sesuatu yang dingin jatuh di pipi Schera. Para prajurit dari unit yang lain juha mendongak ke arah langit dan menarik napas dalam.
“Jadi, salju akhirnya turun.”
“Ahhh, sangat dingin. Jangan lakukan ini padaku!”
“Bawakan lebih banyak minuman keras! Dan juga sebuah selimut!”
“Ambil sendiri sana, tolol!”
“Sialan. Aku tak datang untuk menghabiskan musim dingin di tempat seperti ini!”
Mengabaikan sekelilingnya yang ribut, Schera menikmati rasa salju yang amat langka ini.
Para pasukan kavaleri membungkus tubuh mereka dengan kain yang berlapis-lapis untuk melindungi diri dari rasa dingin. Katarina juga mengeluarkan mantelnya, dan ia menyelimuti Schera.
“—Salju, huh?”
“Tampaknya pergerakan kita akan sangat berat.”
“Tetapi, tentu semuanya akan menjadi lebih seru. Salju ini sangat putih dan cantik. Salju ini benar-benar akan membuat warna merah tampak menarik.”
Pemandangan berwarna putih yang terbentang, dengan tetesan-tetesan merah yang tersebar di sini dan di sana—sambil membayangkan hal itu, Schera melempatkan potongan terakhir roti itu ke dalam mulutnya.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami juga membuka donasi via Gojek pay ya guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 22.4 - Karena Kentang Wealth Mengisi Perut, Lezat (4)
Donasi pada kami dengan Gojek!
