The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 21.1
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 21.1 - Sarden, Asin dan Lezat (1)
Kastil Belta, di tengah-tengah para penonton.
Para Jenderal bersikap siap, sementara Jenderal Ghamzeh yang dikalahkan sedang tak berdaya, dengan wajah yang bergesekan dengan lantai.
Semua tanggung jawab ada padanya, yang mengambil komando dan melaksanakan operasi. Ada sebuah kesempatan untuk menghentikan operasi: saat berita tentang divisi Yalder yang dipecat mereka terima. Ia seharusnya menghentikan sementara pergerakan itu dan melakukan pengintaian merinci.
Penyesalan Ghamzeh sangat tak berdasar. Semuanya telah sia-sia. Setelah ini, Diener tak diragukan lagi pasti akan sepenuhnya berkuasa.
“Saya, Ghamzeh yang buruk ini, telah kalah, walaupun para prajurit telah dipercayakan pada saya oleh putri. Saya tak memiliki pernyataan maaf. Saya siap untuk menerima hukuman apa pun. Juga untuk mempertahankan ketertiban, tolong berikan hukuman pada diri saya yang tak berguna ini.”
“Kau salah, Ghamzeh. Yang memerintahkanmu untuk melakukan misi ini adalah aku. Kau dan para prajuritmu telah berperang dengan gagah berani untukku. Aku ingin kau meminjamkanku kekuatanmu mulai hari ini. Tolong jangan keras diri; perang ini masih berlanjut.”
“Putri. Semangat terlindungi dengan cara ini. Terutama di saat-saat seperti ini, akan berbahaya jika kita membiarkan sebuah kesalahan lewat begitu saja tanpa hukuman. Saya mohon pada Anda, tolong hukum saya. Simpati sangat tidak diperlukan dalam situasi seperti ini,” tolak Ghamzeh, kata-kata itu hampir terdengar meledak dari dalam dirinya. Ia telah siap untuk membebaskan faksi Belta dari kecerobohannya melalui kematiannya.
Memahami hal itu, Diener membantunya. Ia melakukan hal ini untuk melakukan investasi.
Ghamzeh sendiri bukanlah orang bodoh. Ia memiliki koneksi dengan Area Ibu Kota Kerajaan dan memiliki bakat untuk mengatur rencana. Kali ini ia memang berakhir dengan kekalahan, namun kalau dipikir kembali, mereka berhasil mendesak Canaan, karena setelah serangan kemarin, Pasukan Kerajaan kini juga menempatkan pasukan pertahanan di Cyrus.
“Tuan Ghamzeh. Adalah kebodohan jika Anda membuang hidupmu begitu saja hanya karena sebuah kekalahan. Hanya ada satu kemenangan dalam perang ini: ketika kita membebaskan Ibu Kota Kerajaan dan menggulingkan pemerintahan yang lalim ini. Kekuatanmu masih sangat dibutuhkan. Aku, Diener, dengan hormat meminta Anda, tolong, demi Pasukan Pembebasan, pinjamkan kami kekuatanmu.”
Diener memegang tangan Ghamzeh, yang masih menunduk, dan membantunya bangkit. Itu semua hanya akting. Tapi, untuk memperlihatkan pada orang-orang yang ada di sekeliling mereka bahwa tak ada perasaan permusuhan di antara kedua faksi, itu akting yang amat diperlukan.
Dengan ini, Ghamzeh akan mulai patuh. Dalam ketenangan ini, Diener berencana untuk menghancurkan faksi Belta.
Faksi itu, yang terdiri dari mantan orang-orang Kerajaan, menunjukkan kekuasan mereka, bertindak sesuka mereka, dan mereka telah melupakan untuk alasan apa mereka berada dalam perang pembebasan ini. Proyek bagian selatan Kerajaan sedang terjadi dalam saat yang bersamaan, dan mereka harus lebih cepat. Itulah hasrat yang paling penting bagi orang yang bersatu dengan Altura. Itulah perasaan tulus Diener, yang pernah menjadi bagian faksi Salvador. Sebagai permulaan ketika mereka berhasil menyelamatkan monarki, mereka harus memajukan reformasi, dan hal itu takkan berjalan dengan mulus kecuali semua orang bersatu.
“Tetap saja, yang telah menyerang banyak saudara sependapat kita, bukankah adalah sang Dewa Maut? Voleur, Borjek, Hastie. Mereka semua adalah para pria yang pemberani. Untuk mereka yang terbunuh begitu mudah, bahkan sampai sekarang pun aku tak bisa memercayainya.”
“Letnan Kolonel Pasukan Kerajaan, Schera Zade. Seorang perwira wanita yang bahkan belum berusia dua puluh tahun memimpin satu unit kavaleri yang merupakan mantan Pasukan Ketiga. Berdsarkan para perwira yang menyerah, ia awalnya tumbuh di sebuah desa pertanian dan secara pribadi mendaftarkan diri dalam militer. Ia adalah seorang manusia malang yang terjatuh di jalan yang tak harus ia jalani. Ia tak tahu apa-apa tentang keadilan dan hanya terus-menerus menenggelamkan dirinya dalam pembunuhan. Sebagian dirinya memang pantas menerima simpati kita, tetapi kita tak bisa lagi mengabaikan pelanggaran hukumnya.”
Diener dengan tenang menceritakan tentang latar belakang Schera, namun di dalam hatinya, ia kemarahannya tengah meluap-luap. Schera adalah manusia yang Diener kenal dengan rinci. Diener bermaksud untuk membunuh Schera dalam pertempuran berikutnya, dan tanpa kegagalan. Kemampuan luar biasanya jelas merupakan sebuah ancaman, tetapi setelah semua itu, ia hanya seorang gadis yang kurang cakap dan tak mengetahui hal lain selain menyerang.
Jika mereka memasang perangkap dan mengepungnya, mereka pasti akan bisa membunuhnya. Ia telah mendengar secara lengkap dari mantan ajudan Schera, Vander, bahwa Schera tak mengetahui apa pun tentang seni berperang. Setelah ia membunuh Schera, ia akan merobek tubuh gadis itu, merobek tangan dan kakinya, dan barulah kemarahannya akan selesai, mungkin.
Setelah berpikir dengan hati-hati, rencana seksama seseorang tak mungkin bisa dikalahkan oleh keberanian pribadi yang diliputi kecerobohan. Ia takkan mengakui hal sejenis itu.
“…Seorang prajurit biasa yang lahir di sebuah desa pertanian dipromosikan menjadi Letnan Kolonel hanya dalam beberapa tahun? Walaupun ia seorang wanita, ia memiliki kekuatan yang luar bisa pada dirinya. Sulit dipercaya. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku para ketenarannya sebagai seorang Dewa Maut.”
Behrouz menggerutu sambil mengelus janggutnya.
“…Tolong serahkan saja masalah tentang Dewa Maut itu pada saya. Saya akan menunggu celah dan menyelesaikan kepedihan rekan-rekan kita yang terbunuh. Tolong izinkan saya menunjukkannya pada Anda, Tuan Ghamzeh, saat itu tiba, tolong berikan saya seluruh ‘kooperasi’ ada.”
“…Dimengerti, Tuan Diener. Saya, Ghamzeh, mulai sekarang akan mengorbankan diri saya demi Pasukan Pembebasan.”
Ghamzeh terdiam beberapa saat, namun akhirnya ia menundukkan kepalanya dalam-dalam dan menyetujuinya.
“Terima kasih, Ghamzeh. Aku akan bergantung padamu mulai hari ini. …Diener. Bagaimana perkembangan kita dari sini?” tanya Altura, dan Diener menjawab dengan lancar.
“Baik. Musim dingin yang keras akan segera tiba. Kita akan menyiapkan pasukan kita selama itu, dan pertama, kita harus memulihkan kembali kehidupan para penduduk. Berita baiknya adalah Jenderal musuh, Sharov, akan terus menerus bertahan. Sulit dipercayai bahwa ia akan meluncurkan serangan pada kita. Jika misalnya ia memang menyerang, mengehentikannya akan sangat mudah. Salju adalah pertahanan terkuat kita. Sekarang, kita harus mengumpulkan orang-orang yang setuju dengan tujuan kita, melatih para prajurit, dan menyebarkan berita tentang tujuan agung kita pada dunia.”
Seperti pepatah: “Negara yang kaya, militer yang kuat.” Saat ini, rencana Pasukan Pembebasan adalah mengabdikan diri mereka untuk hal itu. Setelah kelelahan karena perang, mengumpulkan kekuatan kini menjadi prioritas penuh.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Kami membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
Hai semua! Kita lagi mengadakan survey nih, minta waktunya sedikit buat isi surveynya ya!
https://surveyheart.com/form/5f2eef17550440107635f996
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 21.1 - Sarden, Asin dan Lezat (1)
Donasi pada kami dengan Gojek!
