The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 20.4
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 20.4 - Bunga-Bunga dalam Lukisan Tak Bisa Dimakan, Namun Tampak Lezat (4)
Awalnya, pertempuran itu tampaknya berjalan dengan baik untuk Pasukan Pembebasan yang memiliki semangat yang lebih tinggi, namun situasi berbalik ketika Legiun Yalder menyerang mereka dari samping. Membelah dan membuat celap pada formasi mereka, garis depan Pasukan Pertama, Divisi Barbora, menghancurkan unit infanteri musuh. Membawa penjaga elitnya, ia juga mengayunkan tombaknya, menginspirasi para prajuritnya. Infanteri Pasukan Pembebasan terbunuh satu per satu.
“BUNUH SEMUA SAMPAH DARI PASUKAN PEMBEBASAN! JANGAN BIARKAN SATU PUN DARI MEREKA KEMBALI HIDUP-HIDUP!!! MEREKA HANYA CAMPURAN ORANG-ORANG YANG TIDAK PENTING, TAK ADA YANG PERLU DITAKUTI!!”
Ghamzeh dari Pasukan Pembebasan, yang menganggap situasi semakin berbahaya, memutuskan untuk mundur dan melarikan diri. Salah satu jenderal memprotesnya, mengatakan bahwa terlalu awal untuk menyerah. Situasinya tak menguntungkan, namun mereka belum dikalahkan. Mereka mengalami sebuah serangan yang dahsyat, namun formasi mereka yang terdiri atas tiga barisan masih utuh. Karena prajurti musuh telah keluar dari perkemahan mereka di gunung, masih ada pilihan untuk bertahan dan menunggu bala bantuan.
Karena para prajurit yang dimpimpin oleh Altura sedang bersiap di Belta, mundur ke sana akan sama artinya dengan kekalahan bagi Pasukan Pembebasan. Semangat mereka sangat tinggi karena kemenangan mereka sebelumnya, dan mereka telah bersekongkol dengan para penguasa feodal. Hal ini juga akan memberikan akibat yang tak bisa dihindari pada strategi mereka di masa depan. Namun, Ghamzeh dengan tenang menilai perkembangan pertarungan, mendiamkan bantahan Jenderal itu, dan memerintahkan pasukannya untuk mundur.
“Melanjutkan pertarungan ini hanya akan membuat kita berakhir sia-sia. Sekarang karena pergerakan utama kita, yaitu pasukan yang melintasi pegunungan, telah dikalahkan, yang terbaik adalah mundur. Aku akan bertanggung jawab. Kau harus mengikuti perintahku,” perintah Ghamzeh dengan keras, sambil menahan kemarahannya yang mendidih. Jika 30.000 pasukannya dilenyapkan di sini, maka kendali mereka atas Belta akan terpengaruh.
Mereka hanya harus menghindari situasi yang terburuk. Itulah tugas dari Staf Perwira yang memutuskan strategi. Membuat pasukan kavaleri yang menjadi garis belakang mereka yang bersembunyi sebagai penyerang, mereka berangsur-angsur mulai mundur.
Sharov menilai bahwa pengejaran hanya akan menambah jumlah korban. Walaupun dikalahkan, mereka mundur sambil mempertahankan ketertiban mereka. Jika mereka tergoda dan mengirimkan satu unit saja, ada kemungkinan mereka akan dikepung. Menolak pendapat Barbora untuk melakukan pengejaran penuh, ia memerintahkan untuk menarik mundur para prajurit ke perkemahan mereka di gunung.
“Mengapa kita berhenti menyerang? Jika kita menimbulkan kerugian besar bagi mereka di sini, maka pengambil alihan Belta pasti akan mudah! Sialan Sharov, lupakan kekhawatiranmu! Ada kesempatan sekali seumur hidup tepat di depan matamu, dan kau ingin melepaskannya?”
“Namun, laporan dari pengintai mengatakan bahwa ada prajurit yang akan menyerang—“
“Kau tolol! Kita bisa memberi para penyerang yang sudah kalah itu tendangan! Yang memiliki kekuatan yang lebih besar adalah kita! Dalam satu langkah lagi, tidak bisakah kita membuat pasukan utama musuh lenyap?”
Barbora membanting perintah yang ia pegang di tangannya. Walaupun merasa tertekan oleh perilaku yang mengancam itu, ajudannya tetap melapor:
“Tuan Barbora. Sekutu kita ditarik mundur! Jika kita tak bergerak juga, ini akan dianggap sebagai pelanggaran peraturan kemiliteran!”
“Dengan penyesalanku, aku tak punya pilihan lain! Kita mundur! …. Sharov kau pengecut!”
Tak setuju, Barbora ragu untuk mundur hingga saat-saat terakhir, namun akhirnya ia kembali ke perkemahan. Sambil mengutuk atasannya sekaligus.
Jika Sharov menuruti nasihat Barbora dan melancarkan serangan dengan seluruh pasukan, tentu, ada kemungkinan Pasukan Kerajaan akan menerima kemenangan dan menduduki Belta lagi.
Tentu saja, pasukan mereka akan berkurang karena serangan balasan ini, namun hal itu cukup untuk menyebabkan kecemasan karena pertahanan Canaan akan berada dalam bahaya.
Memilih untuk tetap lambat dan stabil, Sharov memutuskan untuk bertahan, dan sukses melindungi Canaan. Tapi, Pasukan Kerajaan tetap memiliki mutu yang lebih rendah, karena mereka tak mampu menghancurkan pasukan utama milik Pasukan Pembebasan.
Pilihan mana yang benar tak diketahui. Tetapi hanya dengan melihat hasilnya, itu adalah kemenangan bagi Pasukan Kerajaan, yang telah menghancurkan serangan kejutan musuh.
Selesai bertempur, Kavaleri Schera memasuki Benteng Cyrus sesuai perintah. Ia membiarkan kuda perangnya dan semua orang beristirahat agar mereka bisa memulihkan tenaga.
Sambil mengigit rotinya, Schera bergerak menuju klinik medis. Terbentuk di dalam benteng, tempat itu adalah klinik kesehatan untuk merawat penyakit dan luka. Para anggota kavaleri yang terluka sebelumnya dalam pertempuran menyapa dan memberi hormat atasan mereka. Di antara mereka ada juga beberapa orang yang berada di atas tempat tidur dengan darah yang berceceran sambil menerima perawatan. Jika mereka adalah Jenderal atau bangsawan, mereka mungkin bisa menerima perawatan sihir. Namun bagi mereka, para prajurit biasa, resep obat penghilang rasa sakit adalah apa yang bisa mereka dapatkan. Seorang pria yang mengalami luka serius, dalam kesadarannya yang mengabur, sedang sekarat. Ia berada di ambang hidup dan mati.
Schera mendekati seorang prajurit medis yang mengenakan mantel putih. Ketika mata mereka bertatapan, pria itu dengan menyesal menggelengkan kepalanya, dan bergerak menuju ke tempat tidur lainnya di mana prajurit lain seedang menunggu. Ketika Schera menurunkan pandangannya, seorang pria muda dengan wajah yang pucat pasi membisikkan sesuatu dengan tubuhnya yang kejang.
Schera tersenyum.
“Kau sudah melakukan yang terbaik sebelumnya. Terima kasih atas usaha semuanya, kita bisa meraih sebuah kemenangan yang luar biasa. Setelah ini, bertempurlah bersamaku untuk membunuh para pasukan pemberontak itu. Masih akan ada banyak pertempuran lagi setelah ini.”
Saat Schera mengelus pipi pria itu, pria itu mengalihkan tatapannya yang dipenuhi kepercayaan ke arah Schera. Namun, pandangannya tak terfokus sama sekali, dan tampak sedang menatap sesuatu entah di mana. Sosok Schera mungkin tak lagi tampak di matanya.
“Le-letkol S-Schera. Sa-sa-saya.”
Ia memuntahkan darah dengan hebat melalui mulutnya. Di atas seprai putih itu menyebar sebuah noda merah. Pria itu mendapat luka yang fatal di salah satu organnya. Ia sudah hebat karena mampu kembali kemari. Melalui kegigihannyalah ia bisa bertindak bersama Komandannya hingga akhir, dan ia telah kembali kemari. Namun, tak ada yang bisa dilakukan untuknya di tempat seperti ini. Tidak, hal itu tak mungkin tak peduli betapa hebatnya dokter itu. Prajurit medis telah memberinya obat penghilang rasa sakit dalam dosis yang besar; tak ada cara lain untuk menghilangkan penderitaanya.
Hanya ada satu hal yang bisa Schera lakukan. Hanya ada satu hal yang bisa Maut lakukan. Sambil memegang sesuatu di kirinya, dan ia memegang permen di tangan kanannya.
“Hei, apa kau lapar? Aku memiliki permen yang manis dan enak, kau tahu? Ini salah satu permen yang selalu Letnan Dua Katarina bagi denganku. Aku mengambil salah satunya. Aku akan membaginya denganmu juga. Betapa beruntungnya dirimu.”
“Letkol… S-Schera…”
Dalam mulut pria muda yang memanggil namanya dengan tatapan kosong itu, Schera melemparkan permen putihnya. Kemudian, sambil memegang mulut pria itu yang bernoda merah dengan lembut, ia melakukan perawatan terakhir dengan tangannya yang lain.
“Permen merah itu… tampak benar-benar bagus. Tetapi itu sesuatu yang telah kuberikan padamu, jadi aku harus menahan diriku.”
Schera menutup mata prajurit yang tak lagi bergerak itu, dan tersenyum kecil. Meninggalkan permen merah yang terjatuh dari mulut pria itu dan terjatuh di samping wajahnya, Schera memasukkan benda yang ada di tangan kirinya ke saku yang berada di dekat pingangnya. Schera melambai pada para prajurit terluka yang memberi hormat di sekelilingnya, dan ia meninggalkan klinik medis itu.
Schera meregangkan tubuhnya dan dengan jengkel memberengut ke arah matahari yang menyala terik. Ketika ia mendongak ke arah menara utama, di samping bendera Kerajaan terdapat sebuah bendera hitam yang berkibar penuh kejayaan karena angin. Seseorang dari kavalerinya mungkin telah dengan sewenang-wenang mengibarkannya. Membelah roti yang sudah basi itu menjadi potongan yang pas, ia melemparkannya ke dalam mulutnya.
Seekor gagak hitam entah dari mana terbang ke dekat kakinya. Ketika ia melemparkan sedikit remah roti ke tanah, burung itu mulai melompat, dan mematuk tanah. Burung itu mendongak menatap Schera dan mengaok, seolah menginginkan sesuatu.
“Aku tak lagi memiliki makanan untuk diberi padamu, gagak. Jangan malas dan cari makananmu sendiri. Kau bisa terbang bebas di langit, kau tahu.”
Tak memiliki apa pun untuk dilakukan lagi, Schera berbalik dan pergi, setelah memakan semua yang tersisa.
Gagak itu menatapnya pergi dengan mata yang tak tampak seperti miliknya. Kehilangan minat tak lama kemudian, gagak itu terbang menjauh, pergi menuju suatu tempat untuk beristirahat.
Setelah itu, hingga Katarina datang memanggilnya, Schera menghabiskan waktu dengan berbaring santai di atas menara pengawas. Ada segunung hal yang harus ia lakukan, seperti mengirim laporan pada Sidamo, namun memutuskan bahwa ia takkan peduli, Schera meninggalkan pekerjaan itu pada ajudannya yang hebat.
Di sampingnya berkeliaran gagak keras kepala yang sebelumnya gagal memperoleh makanan.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
Kami juga membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 20.4 - Bunga-Bunga dalam Lukisan Tak Bisa Dimakan, Namun Tampak Lezat (4)
Donasi pada kami dengan Gojek!
