The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 20.3
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 20.3 - Bunga-Bunga dalam Lukisan Tak Bisa Dimakan, Namun Tampak Lezat (3)
“… Malam akan terang dengan cepat. Pemandu, apa kita sudah hampir tiba?”
“Y-yeh. Sebentar lagi. Akan lebih mudah setelah itu. Tanah yang semakin rata adalah buktinya.”
“Bagus, lanjutkan kerja bagusmu hingga kita selesai menuruni gunung. Semua orang, berusahalah sedikit lagi.”
Hastie menarik napas, dan mulai berjalan lagi. di sekeliling mereka langit mulai terang, dan 3.000 pasukan infanteri ringan itu akhirnya selesai menuruni gunung. Kabut telah turun, menutupi padang di dekat kaki mereka. Sebelum kabut itu hilang, mereka akan bergerak secepat yang mereka bisa, dan mereka harus mendekati Benteng Cyrus.
Hastie memberi isyarat dengan tangannya, memberi perintah untuk maju. Suara keras tak bisa digunakan. Kalau-kalau ada tim patroli, berbahaya jika mereka ketahuan oleh musuh.
Mereka telah bergerak untuk hampir sejam. Sebuah siluet muncul dari kabut. Sebuah siluet manusia yang menunggang kuda. Sebuah bendera hitam berkibar. Tampaknya siluet itu dengan lambat bergerak menuju mereka.
Sebelum mencurigainya sebagai seorang musuh, ia mempertimbangkan kemungkinan orang itu adalah sekutu. Mereka telah menyampaikan pada Baron Evjen, yang mengatur daerah di sekeliling Cyrus, jalur pergerakan mereka dan kapan mereka akan tiba. Mungkin ia datang sebagai bala bantuan. Walaupun itu akan janggal dengan infanteri ringan mereka, akan lebih baik jika mereka bisa menggunakan kavaleri. Mereka pasti sudah diserang dari jarak ini jika yang datang adalah musuh. Namun untuk berjaga-jaga, ia memerintahkan bawahannya untuk bersiap-siap berperang.
“Jangan menyerang hingga aku memerintahkan kalian untuk melakukannya. Namun, bersiap-siaplah.”
“Baik.”
“Dimengerti.”
Infanteri itu menghunuskan pedang mereka dan mengambil posisi berperang.
“Kita adalah sang Rubah yang Menyeberangi Pegunungan. Apa kalian adalah sang Rubah yang Berbaring Menunggu?”
Mereka takkan menamai mereka sebagai Pasukan Pembebasan. Beberapa kata rahasia sudah mereka tetapkan dengan Evjen sebelumnya. Hal itu juga untuk mencegah perang saudara setelah merebut Cyrus. Tak ada balasan yang datang dari tim berkuda yang ada di hadapannya. Mereka semakin mendekatinya. Kata-kata yang ia ucapkan seharusnya sudah mencapai mereka. Jika kata-katanya diabaikan, kemungkinan mereka adalah Pasukan Pembebasan sangatlah tinggi. Ketegangan menjalar di antara para prajurit. Dari jarak pandang mereka dari dalam kabut, mereka semakin dekat dan mendekat.
Ketika ia memutuskan untuk bertanya satu kali lagi, dari belakang terdengar teriakan.
“Jika kau tak menjawab, kami akan menyerang! Apa kalian sang-“
“M-musuh menyerang!! Bagian belakang unit kita diserang kavaleri musuh!!”
“A-apa? M-maka orang-orang ini adalah-!!”
Ketika Hastie menatap ke depan lagi, sesosok perwira wanita di atas kuda muncul di hadapannya. Seorang wanita yag mengenakan baju zirah hitam yang tak cocok dengan tubuhnya, sambil memegang sebuah sabit besar. Dari dirinya memancar perasaan terkutuk yang ia rasakan tadi. Yang terpancar bukan rasa haus darah maupun kemarahan. Namun kehadiran kegelapan yang sulit dijealskan. Sambil secara alami berselimutkan hawa muram itu, ia datang tepat di depan mata Hastie.
Ia memperkuat pegangannya pada pedangnya. Keringat dingin bercucuran di punggungnya.
(Ahh. Sensasi buruk yang aku rasakan, karena monster ini—)
Wanita itu tersenyum buas, dan di saat yang sama Hastie mengayunkan pedangnya, tengkoraknya tercungkil oleh lengkungan mata sabit yang jahat itu. Darah segar memerciki kabut, dan pertunjukkan besar yang fantastis terlahir.
Wanita yang membunuh Hastie itu, Schera, mulai mengayunkan sabitnya dalam diam. Dengan setiap ayunan, jiwa-jiwa para tentara Pasukan Pembebasan dicabut.
Pemandangan air mancur yang kemerahan yang memercik satu per satu di dalam kabut diukir dengan kuat dalam pikiran setiap tentara Pasukan Pembebasan. Manusia-manusia dalam unit Hastie yang menyaksikan itu akan segera disiksa oleh teror itu di masa depan. akan ada beberapa orang yang mengalami gangguan mental, dan bahkan akan ada beberapa yang gila.
Salah satu tentara itu, yang memutuskan untuk membuat rekor dengan tragedi yang indah ini, dengan gila terus menerus melukis lukisan yang hanya berwarna merah dan putih. Ia tak berhadapan dengan siapa pun; ia hanya dengan sederhana melukis tanpa ujung. Tak lama kemudian, ia menyelesaikan sebuah lukisan, dan prajurit itu memenggal lehernya. Di saat-saat terakhir, setelah ia menanda tanganinya dengan darahnya sendiri, ia gugur sambil tertawa keras.
Dalam kabut yang ajaib itu terdapat seorang gadis muda yang dengan lembut memetik bunga dengan tangannya yang ramping. Roman wajahnya tampak putih pucat dan mengerikan. Dari tanah memancar banyak air mancur kemerahan, membasahi kaki gadis itu. dalam genangan merah itu terlukis banyak bunga-bunga merah dan tengkorak-tengkorak putih, membuat para pengamat mundur karena merasa ketakutan. Bertahun-tahun kemudian, lukisan itu akan dipajang oleh seseorang yang merasa tak tega membuangnya, dan benda itu akan dinilai tinggi oleh para bangsawan.
–Lukisan itu yang meniru dan diperagakan oleh Schera dari Pasukan Kerajaan dinamakan: Makam Bunga Schera Zade.
–Di dalam kabut itu, pembantaian satu sisi berlanjut.
Di dalam sana, ketika indera mata semua orang sama sekali tak berguna, Kavaleri Schera menyerang infanteri ringan itu. sebelum pedang mereka bisa mencapai tubuh para penunggang kuda, mereka ditusuk oleh tombak, satu orang, kemudian yang lainnya, jatuh. Dan walaupun begitu, mereka dengan putus asa tetap melawan, dan bahkan ada seorang prajurit pemberani yang menarik turun salah satu penunggang. Namun perlawanannya sia-sia dan banyak tombak yang melubangi tubuh veteran itu. Unit serangan kejutan itu telah kehilangan Komandan mereka, yang sekarang tak memiliki pemimpin, memutuskan untuk kembali ke gunung sambil didorong kepanikan.
Kabut akhirnya menghilang. Serangan dari Pasukan Kerajaan telah menunggu.
“HAHAHA! SEMUA DENDAMKU, AKAN TUNTAS DI SINI! BUNUH SEMUA PASUKAN PEMBERONTAK!”
“SEMUA PASUKAN SERANG! SEKARANG SAATNYA KITA TUNTASKAN DENDAM DARI BELTA!”
“OU!”
Dari kaki gunung terdengar kata-kata penuh kemarahan Yalder saat mereka memulai penyerangan, mereka melompat ke arah orang yang datang duluan. Mantan Jenderal Pasukan Keempat juga menaikkan pedangnya, suara mereka bergetar. Genderang perang ditabuh dengan keras dari sekeliling daerah hanya untuk menambahkan kebisingan.
Setelah meramalkan pergerakan pasukan pemberontak, Yalder mengirimkan Kavaleri Schera ke depan dan memosisikan Legiun Gabungannya di samping sebagai penyeang. Kavaleri Schera akan menghentikan mereka, dan saat kabut menghilang, ia akan mengepung mereka. Pasukan Hastie telah bergerak menuju kematian mereka sendiri.
Unit Hastie hancur di bawah serangan bengis dari keempat sisinya. Dari 3.000 pasukan mereka, 2.000 terbunuh, dan yang selamat berhamburan, bergerak, semuanya ke empat arah.
Selanjutnya, Yalder, dengan pertimbangannya sendiri, memutuskan untuk maju dan melintasi gunung. Staf Perwiranya, Sidamo juga pernah menasihatinya bahwa mereka harus mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Ia mengirimkan seorang pengantar pesan pada Sharov. Kavaleri Schera diberikan kepercayaan untuk melindungi Cyrus, dan Legiun Gabungan akan mulai mendaki gunung dengan kecepatan penuh.
“KITA AKAN MEMBUAT MEREKA MERASAKAN SERANGAN SAAT MENURUNI BUKIT! TUNJUKKAN PADA MEREKA KEMAMPUAN LEGIUN GABUNGAN KITA! SEMUA UTANG KITA, AKAN DISELESAIKAN DI SINI!”
“HIDUP LEGIUN GABUNGAN YALDER! HIDUP KERAJAAN YUZE!”
“SEMUA UNIT SERANG! AMBIL PENGHARGAAN KALIAN! MAJUUUUUU!”
5.000 pasukan garis belakang Pasukan Pembebasan diserang mendadak dari daratan tinggi kini terlempar dalam kekacauan yang bengis. Mereka tak memiliki kesempatan untuk kembali dalam barisan. Senjata mereka memang memadai, namun pergerakan unit suplai yang menemani mereka sangat lambat. Memanfaatkan momentum kemenangan mereka, Yalder tak terhentikan. Perbekalan dan persenjataan dibuang, dan semua orang mulai mundur demi nyawa mereka.
Unit Yalder menghujani para prajurit yang mundur dengan hujan panah yang kuat dan juga hujan batu, dan mereka sukses menimbulkan banyak korban jiwa.
Jenderal yang berani itu tak terhentikan. Legiun Gabungan Yalder menuruni gunung sambil berinstirahan; dan menyerbu Area Canaan dari daerah yang berlawanan. Konfrontasi di depan jalan utama Canaan berlanjut. Yalder menunjukkan tanda-tanda akan menyerang 30.000 pasukan utama milik Pasukan Pembebasan itu dari samping.
Menerima laporan dari pembawa psannya, Sharov juga memutuskan untuk menyerang.
“Kita akan memanfaatkan hal ini dan meluncurkan serangan besar-besaran. Pukul mundur Pasukan Pembebasan!”
Mereka dengan tegas menyerang tiba-tiba dari perkemahan mereka yang terpencil di gunung, dan dalam formasi sisik ikan1, mereka menghadapi Pasukan Pembebasan. Kedua sisi bertempur di padang.
.
.
.
- Formasi sisik ikan, dalam bahasa Jepang, disebut sebagai Formasi Gyorin.
.
.
.
Centinni menerjemahkan ini untukmu.
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/fbqJYJX
Kami juga membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 20.3 - Bunga-Bunga dalam Lukisan Tak Bisa Dimakan, Namun Tampak Lezat (3)
Donasi pada kami dengan Gojek!
