The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 10.2
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 10.2 - Makan Malam Mewah Ternyata Sangat Enak (2)
Setelah melihat Schera yang berlalu sambil bersenandung kecil, mereka berdua saling berpandangan, dan dalam diam setuju bahwa mereka mendapatkan atasan yang cukup merepotkan.
“…Sebagai seorang pahlawan, Mayor Schera benar-benar di luar kewajaran. Aku… mengenal seseorang yang benar-benar mirip dengannya.”
“Pandanganku mengenai seorang pahlawan cukup berbeda, jadi kau tak perlu menjelaskan pandanganmu padaku.”
“Walaupun kau memohon-mohon, aku juga tak mau menceritakannya padamu.”
“Bagus kalau begitu. Tapi, ia benar-benar berbeda dari bayanganku. Kukira dia akan sedikit… bagaimana mengatakannya…”
Vander kemudian mengambil salah satu kursi dan mendudukinya. Tampaknya dia cukup lelah akibat sedari tadi harus berdiri dengan tegak.
“…Namun, sepertinya rumor itu benar. Kukira aku akan benar-benar dibunuhnya.”
“Dari percakapan yang pernah kudengar, sepertinya ia hampir membunuh seorang polisi militer. Kurasa rumor itu juga benar. Sepertinya, itulah akibat jika kita mengganggu sesi makan Mayor Schera.”
“Tapi, sebagai kawan, tak ada seorang pun yang bisa lebih diandalkan dari dirinya.”
Katarina memperbaiki letak kacamatanya dan berpikir cukup lama mengenai situasinya yang unik ini. Bisa melihat seorang pahlawan dari dekat sudah menjadi mimpinya sejak kecil. Vander yang merasa terkejut, hanya menggelengkan kepalanya sambil bergumam, “aku tak paham dengan dirimu.”
.
.
.
Keesokan harinya,
Komandan Pasukan Keempat, Jenderal David, yang baru saja tiba, dengan segera menumpulkan para petugas militer. Terbagi dalam beberapa unit, pasukan bantuan yang terdiri dari 40.000 orang, bersama dengan sisa-sisa pasukan ketiga, mereka membentuk sebuah pasukan dengan jumlah 80.000 orang. Para pasukan itu dipecah, dan dibagi untuk menduduki tiap benteng yang mengelilingi Belta.
Jenderal David adalah orang yang tak sabaran dalam hal pencapaian di medan perang. Ia memutuskan untuk menghabisi para Pasukan Pemberontak itu dengan segala cara. David adalah salah seorang calon yang dianggap pantas untuk menyandang pangkat Panglima Tinggi, namun ia kalah saing dengan Yalder yang terkenal pemberani dan diagungkan oleh masyarakat. Hal ini membuat momen ini menjadi kesempatan yang bagus baginya untuk membalikkan persaingan perebutan kekuasaan itu. Jika ia mampu menghabisi Pasukan Pemberontak itu, maka sangat mungkin baginya untuk dinobatkan menjadi Panglima Tinggi berikutnya.
Dalam perjalanannya menuju Belta, ia menyempatkan diri untuk mampir ke Ibu kota Kerajaan, dan menerima perintah dari Panglima Tinggi, “Apapun yang terjadi, jangan biarkan mereka menyeberangi Sungai Alucia.”
Tapi, dirinya tak begitu mementingkan arahan dari Sharov. Dirinyalah yang telah dipercaya untuk memimpin pertahanan di Belta. Ia adalah seseorang berdarah bangsawan, dan memiliki ikatan dengan keluarga kerajaan. Koneksinya dengan Sang Raja juga cukup dalam.
Bagi seseorang yang angkuh seperti dirinya, adalah hal yang menjengkelkan untuk diperintah oleh keluarga bangsawan rendahan dengan sejarah keluarga yang pendek seperti keluarga Bazarov.
“Semuanya, aku David, komandan dari pasukan keempat. Sekarang aku sudah ada di sini, kalian tak perlu lagi khawatir. Kita akan dengan segera menghabisi para pembelot itu, dan aku menjanjikan kalian kemenangan, serta membawa stabilitas di Area Perbatasan Tengah ini.”
“Saya merasa terhormat bisa bertemu dengan Anda, Yang Mulia David. Hamba Sidamo, Petinggi Petugas Militer Pasukan Ketiga. Saya telah merangkum laporan mengenai Pasukan Pembelot, serta pemberitahuan mengenai rencana penataan ulang untuk dapat Anda gunakan.”
David melihat dokumen yang diserahkan oleh Sidamo. Dengan berkata, “tak perlu,” ia membuang dokumen itu.
“Aku tak perlu rangkuman dokumen dari petinggi militer yang telah kalah. Kalian telah mencoreng sejarah Kerajaan kita yang agung. Beraninya kalian bertahan seperti makhluk yang tak tahu malu. Apakah kalian tak punya rasa malu?”
Sidamo menundukkan kepala atas makian David. Para petinggi militer lain yang berkumpul di tempat itu juga menatap Sidamo dengan tatapan menghina. Mereka adalah sekelompok orang-orang yang berasal dari garis keturunan yang terhormat, dan bisa dibilang bahwa mereka adalah komplotan David.
“…Maafkan hamba.”
“Pimpinan Petugas Militer apanya. Akan lebih baik jika kau menjadi pengelola makanan yang menyedihkan. Petugas Militer Pasukan Keempat bisa memikirkan strategi dengan baik. Kau pikirkan saja menu untuk makan besok.”
“Benar-benar… Kau berani menunjukkan wajahmu pada pertemuan ini, sepertinya kau memang tak punya malu.”
“Memang seperti itulah manusia yang berasal dari keluarga bangsawan yang mengalami kejatuhan. Yang ia tahu hanya hidup dipenuhi dengan rasa malu.”
Mendengar hinaan pada Sidamo, petugas militer lainnyapun ikut mencemoohnya. Bagi mereka, orang biasa yang mampu mendapatkan penghargaan sangatlah mengesalkan, dan hinaan yang tak dapat mereka tahan. Yalder mungkin sembrono, namun ia tak membedakan berdasarkan garis keturunan. Bahu Sidamo bergetar marah mendengar penghinaan itu.
Tiba-tiba, suara yang memecahkan suasana terdengar di seluruh ruangan. Adalah suara gemeretak, seperti sesuatu yang sedang dirusak. Suara ini bersumber dari Schera. Menjadi seorang petugas lapangan sementara, Schera, walaupun enggan, harus mengikuti pertemuan dewan perang. Karena pertemuan yang mendadak ini, Schera harus melewati sarapannya, dan tentunya membuat dirinya merasa kesal.
Seisi ruangan itu menjadi hening, semua mencari sumber suara, namun Schera dengan cepat mengunyah dan menelan makanannya, membuat tak ada seorang pun yang bisa menebak sumber suara itu.
Seorang pria bertubuh besar yang berada di sebelah Schera menatapnya dengan curiga, namun Schera berpura-pura bodoh.
“Ya sudahlah. Pembenahan Pasukan Ketiga, Petugas Militer Sidamo, kuserahkan tugas ini padamu. Jika kau bisa melakukannya dengan baik, mungkin kau tak sepenuhnya tak berguna.”
“Siap, saya akan menjalankanya dengan baik.”
“Hmph. Lalu, mana pahlawan yang sangat dihormati dan menjadi bahan perbincangan selama ini. Bukankan dia berperan aktif di Pasukan Ketiga yang pengecut? Aku ragu akan kebenaran berita ini.”
Ketika David memperhatikan wajah para petugas lapangan, ia berhenti pada satu titik, seorang gadis kecil yang mengenakan baju zirah hitam yang mencolok, dan tak sesuai dengan postur gadis itu.
“Apakah itu kau? Petugas lapangan yang diberi julukan Dewa Kematian oleh para musuh?”
“Siap, hamba tidak paham mengenai perihal Dewa Kematian ini, namun hamba adalah Mayor Schera.”
Ketika Schera memberi sikap hormat, tawa mencemooh dapat didengar dari sekeliling ruangan. Setelah memainkan janggutnya, David menghela nafas panjang.
“…Sepertinya Yalder sudah pikun. Bahkan menundukkan kepalanya pada seseorang yang berpenampilan memalukan seperti ini. Terlebih, memanfaatkan pengaruh politiknya untuk membiarkan seorang rakyat jelata meneruskan keturunan bangsawan. Mayor, katanya? Kemiliteran bukanlah tempat bermain untuk anak-anak.”
“Ya Tuhan, sepertinya dia sudah dipermainkan dan dibuat pikun oleh para Tentara Pembelot itu.”
“Benar. Jika begini, jangan-jangan Divisi Bajanya itu tak lebih dari sekedar dekorasi? Dihancurkan hanya dengan satu serangan, mereka tak lebih dari mainan kertas, hanya sebatas pajangan.”
“Memaksa gadis muda ini menjadi seorang pahlawan mungkin hanya untuk meningkatkan semangat para prajurit. Hahaha, bukankah ini sebuah usaha yang menyedihkan?”
Dengan perasaan heran, mereka bersama-sama mencemooh Schera. Tawa dan ejekan memenuhi ruangan. Jika ia adalah seorang veteran perang dengan kebanggaan yang tinggi, tentu saja ia akan merasa marah. Namun gadis yang menjadi bahan ejekan itu sama sekali tak mempedulikannya.
“…Pada pertempuran selanjutnya, jika kau tidak memiliki peranan penting, aku akan mencopot jabatanmu. Membiarkan gadis jelata sepertimu bersanding bersama para bangsawan di medan perang membuatku merinding. Kalau bisa, aku akan menurunkan pangkatmu menjadi seorang tamtama.”
“Siap, hamba, Mayor Schera, mengerti.”
Masih dengan perasaan tak senang, David melanjutkan hinaannya.
“Ini mungkin akan menjadi kali terakhir kau akan berbincang denganku. Haaah, benar-benar cerita konyol. Yalder sungguh bodoh.”
“Yang Mulia David. Sudah waktunya…”
Ajudan David memperingatkannya. Jadwal David sangatlah penuh. Setelah pertemuan ini, ia harus memenuhi pertemuan bisnis dengan orang-orang penting di Belta. Selain itu, upacara penyambutan telah dipersiapkan untuknya. Untuk menunjukkan kekuatannya, dan memperkokoh pertahanan Belta, tugas-tugas industri sangatlah penting. Tentu saja dirinya tak memiliki waktu bagi anjing jalanan seperti Schera.
“Ahh, cukup. Komandan Pasukan Ketiga, kalian semua bisa meninggalkan ruangan ini. Kami Pasukan Keempat akan menentukan langkah yang akan kita ambil selanjutnya. Setidaknya, kalian bisa membantu persiapan dengan menempa dan mempertajam pedang-pedang kami.”
Setengah mengusir, David memerintahkan mereka keluar dengan tanpa menyembunyikan kebenciannya pada Pasukan Ketiga. Cepatlah kalian pergi, pikirnya. Para anggota pasukan ketiga hanya bisa mematuhinya. Mereka yang telah kehilangan pemimpin, pada dasarnya akan menerima perlakuan seperti ini. Tak ada satu pun yang mengeluh, dan dengan langkah berat, mereka merenungi nasib buruk mereka.
Namun, hanya wajah Schera yang masih dipenuhi senyuman, dan dengan langkah ringan, ia memotong antrian dan keluar dari ruangan itu.
Akhirnya, pertemuan omong kosong ini berakhir, dan ia bisa mendapatkan santapan yang telah lama ia tunggu. Sangat tak mungkin ia akan mengeluh.
.
.
.
Ruang Makan Barak.
Schera sedang menikmati sarapannya dengan riang. Di sampingnya adalah ajudan Katarina. Ia menyantap makanannya dalam diam. Bersama dengan atasannya, dan menikmati makanannya dengan perlahan. Vander sedang memeriksa latihan unit kavaleri mereka.
Usai sarapan, Schera menghela nafas panjang. Akibat pertemuan yang panjang itu, suasana hatinya sedikit memburuk.
“Apakah Anda sudah selesai dengan makanan anda?”
“Ya, benar-benar enak. Aku masih bisa makan lebih, tapi kurasa cukup untuk saat ini.”
Seberapa banyak lagi yang masih ingin kaumakan? Katarina mengernyitkan alisnya. Kacamatanya merosot, dan dengan cepat ia memperbaikinya dengan jemarinya.
“Bagaimana dengan pertemuan dewan perang? Sepertinya Anda meninggalkan tempat di tengah-tengah pertemuan.”
“Ah, si jenggot bodoh itu memerintahkan kami untuk keluar. Jika kita tak berperan penting pada pertempuran selanjutnya, ia bilang akan menurunkan pangkatku jadi tamtama.”
“Ma-Mayor! jika orang lain mendengar Anda, Anda bisa dipenjara karena menghina atasan! Ia memegang kekuasaan tertinggi di Belta saat ini.”
Ia menutup mulut Schera dengan tangannya, dan mengisyaratkan agar mereka mengecilkan suara. Namun suaranyalah yang paling keras terdengar saat itu.
“Jika aku dijebloskan ke penjara, aku tinggal kabur saja dari sana. Ya kan?”
“Mohon Anda berusaha menghindari situasi seperti itu sejak awal!”
“Kukira kau ada benarnya. Yah, mari kita lakukan yang terbaik, Letnan Dua Katarina.”
Schera tersenyum dan menepuk bahu Katarina, lalu berdiri dan berlalu sambil berkata “selamat tinggal.” Meninggalkan ajudannya, yang menghela napas lebih panjang daripada atasannya itu.
.
.
.
Terjemahan ini milik Centinni
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/qHkcfMc
Kami juga membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 10.2 - Makan Malam Mewah Ternyata Sangat Enak (2)
Donasi pada kami dengan Gojek!
