The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia] - Chapter 10.1
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 10.1 - Makan Malam Mewah Ternyata Sangat Enak (1)
Ketika Schera memimpin pasukannya kembali ke Belta, mereka disambut dengan sorakan para tentara yang berada di dalam kastil. Mereka adalah anggota pasukan kavaleri yang diperintahkan untuk berjaga, dan mereka tak sabar untuk menunggu kedatangan pimpinan mereka.
“Terima kasih atas sambutan kalian. Aku telah kembali. Sepertinya aku terlalu memaksakan diri, rasanya aku mau pingsan.”
Dengan gagah dan riang, Schera melintasi jembatan gantung yang menghubungkan kastil dengan dunia luar sambil mengisap batang rumput pemberian salah seorang prajuritnya. Setelah semua pasukannya memasuki kastil, jembatan itu pun kemudian ditarik kembali, dan menutup segala akses masuk ke dalam maupun keluar kastil.
“Selamat datang kembali, Mayor Schera! Apakah kegiatan Anda berjalan lancar seperti biasa?”
“Kami dihambat oleh seekor singa. Seperti yang kita duga, pengamanan mereka mulai diperketat.”
Ia mengingat pasukan dengan bendera Singa yang telah menghambat mereka. Lelaki muda yang telah menembakkan panah dengan tajam ke arahnya. Beruntung, Schera sama sekali tak terluka, dan panah itu hanya sedikit menembus baju zirahnya. Ketika ia melempar sabit kecil itu sebagai bentuk balas dendam, lelaki itu berhasil menyelamatkan anak buahnya, walaupun sabit itu hampir nyaris mengenai anak buahnya. Pria itu memang kuat, memiliki intuisi yang bagus, serta tidak mudah terpancing dalam jebakan. Sepertinya, Bendera Singa itu bukanlah hanya sekedar pajangan. Mereka memang terbukti sebagai musuh yang benar-benar membuatnya kesulitan. Ia menggigit batang rumput yang telah lama kehilangan rasanya itu, lalu menelannya.
“Tentu saja, Mayor Schera sudah mengganggu mereka terlalu lama. Masuklah, hidangan telah disajikan untuk Anda,” jawab seorang prajurit yang mengangkat tangannya, memandu Schera memasuki barak.
“Terima kasih. Aah, sebelum aku lupa, aku harus mengambil baju zirah baru. Bagian bahunya sudah rusak. Kalian duluan saja.”
“Mayor, saya rasa Anda harus memeriksakan bahu Anda. Bagaimana menurut Anda?”
Prajurit kavaleri itu merasa cukup khawatir dengan kondisinya. Ia adalah prajurit yang telah memberikan Schera sebatang rumput manis itu. Ketika Schera mengingatnya, ia meraih sebuah kantong kecil dari pinggangnya.
“Aku baik-baik saja. Panah itu sama sekali tak melukaiku. Terima kasih atas makanan yang kau berikan tadi. Ini, gunakanlah dan cari makanan yang kau suka.”
Ia mengeluarkan sebuah koin emas. Jangankan seporsi makanan, dengan uang itu, seseorang bisa makan sampai puas selama seminggu. Atas balasan yang berlebihan itu, prajurit itu merasa sedikit terganggu.
“T-tak masalah. Sepertinya ini terlalu banyak bagi saya.”
“Jika kau merasa keberatan, kau pergilah dengan prajurit lainnya. Uang yang tak digunakan sama saja dengan barang yang tak berguna.”
“Tapi….”
“Ya sudah, kalau kau bersikeras menolak, aku akan membuangnya.”
“T-tunggu, tolong tunggu sebentar!”
Ketika Schera akan melempar uang itu, prajurit itu dengan terburu-buru menjulurkan tangannya. Schera melemparnya, dan prajurit itu pun menerimanya.
“Terima kasih banyak, Mayor Schera!”
“Tak masalah.”
Melihat prajurit yang memberikan sikap hormat itu, Schera kemudian mempercepat laju kudanya. Ia sangat lapar, saking laparnya, ia yakin bahwa jika dibiarkan, maka ia akan pingsan. Tak peduli seberapa banyak ia makan, perutnya hanya akan kenyang sebentar. Walaupun begitu, beratnya sama sekali tak bertambah. Ke mana larinya semua makanan itu, tak ada seorang pun yang tahu.
Schera pun tak tahu sejak kapan semua ini terjadi. Mungkin semua ini berawal ketika ia memakan sang Maut? Mungkin, inilah ganjaran yang pantas bagi dirinya yang terlarut dalam ketamakannya. Namun, bagi Schera, kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa-masa ketika ia hampir mati kalaparan. Mungkin ia tak bisa menikmati sensasi rasa kenyang, namun ia bisa meredam rasa laparnya.
Schera sendiri cukup puas dengan kondisinya. Ia menjadi terkenal sebelum ia mampu menyadarinya, dan perutnya semakin hari semakin terisi, dan ia bisa menikmati makan bersama rekan-rekannya. Hanya dengan itu, Schera merasa cukup puas. Urusan lain baginya sama sekali tak penting.
Schera menyerahkan kudanya, dan ketika ia berjalan menuju barak, tiba-tiba ia dihentikan oleh suara yang memanggilnya.
“Ada apa?”
“Tuan, saya dengar Mayor Schera sedang mencari baju zirah yang baru. Mohon gunakan baju zirah ini! Baju zirah ini benar-benar sangat berguna.”
Seorang prajurit kavalerinya yang sedang bertugas menjaga kastil menunjukkan sebuah baju zirah yang masih baru kepada Schera. Sebuah baju zirah berwarna hitam pekat. Pundaknya dihiasi dengan pahatan berbentuk burung putih.
“Penampilannya sangat menarik. Kualitasnya juga sepertinya sangat bagus. Dari mana kau dapatkan benda ini?”
Ketika ditanya, prajurit itu membusungkan dadanya dan menjawab sambil memukul baju zirah itu dengan tangannya
“Siap! Saya meminta pada seorang ahli tempa sipil yang dipekerjakan oleh kemiliteran untuk membuat baju zirah ini. Awalnya ia sangat ragu, namun ketika saya mengatakan bahwa Andalah yang akan mengenakan baju zirah ini, keraguannya langsung sirna. Hamba rasa baju zirah ini sangat cocok bagi Tuan Mayor yang dapat menandingi seribu pasukan!”
“…Terima kasih. aku akan mentraktirmu makan kapan-kapan. Omong-omong, bisakah aku mencobanya sekarang? Kuharap ukurannya pas.”
“S-sekarang juga. Maksud Anda?”
“Kenapa, apa ada masalah?”
“T-tidak. Saya akan membantu Anda!”
Baju zirah lamanya yang telah rusak segera ia gantikan dengan baju barunya. ‘ada apa, ada apa?’ mereka yang penasaran kemudian mulai berkumpul. Melihat Mayor mereka yang melegenda sedang dengan polosnya mengganti pakaian dan hanya ditutupi oleh pakaian dalamnya.
Yang sangat disayangkan, adalah dirinya yang sama sekali tak punya daya tarik. Tubuhnya sama sekali tak memiliki lekukan. Wajahnya juga tak bisa dikatakan cantik. Setelah mengenakan baju zirah barunya, para prajurit yang mengelilinginya spontan menambahkan sebuah jubah merah di belakangnya. Schera merapikan rambutnya, lalu menggenggam sabit raksasanya dan mencoba beberapa kuda-kuda menyerang. Ia sedang mencoba, apakah baju zirah itu menghambat pergerakannya.
Para prajurit yang sedari tadi saling berbicara, tiba-tiba berubah hening. Atasan mereka, saat ini perlahan mengayunkan sabitnya, dan memotong angin, seolah-olah sedang menghadapi seorang musuh yang tak terlihat. Senyum terlihat menghiasi wajahnya. Menyaksikan pemAndangan itu, para prajurit itu tak mampu berkata-kata, mereka terdiam karena kagum dan takut.
“Sepertinya tak masalah. Aku akan membayar ahli tempa ini nanti. Sekarang aku mau makan, jadi jika ada apa-apa, hubungi aku setelah aku selesai makan.”
Sepertinya, makan lebih penting daripada baju zirah barunya, dan Schera pun beranjak dengan cepat. Para prajurit yang mengelilinginya dan menonton sedari tadi, mereka semua, berdiri tegak dan memberi sikap hormat.
“S-siap, kami mengerti, Mayor Schera! Baju zirah itu benar-benar terlihat cocok dengan Anda, sungguh!”
“….?”
Schera terlihat ragu, namun ia meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apa pun. Mereka yang ditinggalkannya, kemudian saling bertukar pAndang dan menghela napas mereka.
‘aku sungguh lega karena bukan menjadi musuhnya’ pikir mereka.
.
.
.
Ruang Makan Barak.
Schera menikmati roti, steik, sup jagung dan sayurannya dalam diam. Aroma yang harum memancing nafsu makannya. Ia menikmati makanannya dengan perlahan, menikmati segala rasa masakan yang melewati mulutnya. Ia bisa kembali menikmati makanan enak seperti ini. Ketika ia sedang makan, tentu saja wajahnya dipenuhi dengan senyuman.
Namun, tiba-tiba, sebuah suara yang seolah tak tahu sopan santun mengganggu momen berharganya.
“Maafkan kami yang mengganggu Anda pada waktu makan Anda! Kami –“
Kedua orang itu telah berdiri di depan meja Schera sedari tadi, dengan kaki yang hampir mati rasa, dan kemudian memutuskan untuk menyapa Schera.
Tentu saja mereka sadar bahwa mengganggu seseorang saat makan adalah tindakan yang tidak sopan. Namun, cukup banyak waktu yang sudah terlewati sejak mereka mulai menunggu Schera, dan dirinya sama sekali tak menatap mereka berdua sedetik pun. Mengira bahwa ia tak akan mempermasalahkan sebuah sapaan di tengah sesi makannya, mereka mencoba untuk angkat suara.
Seketika itu, suara nyaring terdengar, dan wajah Schera, dengan mata yang disipitkan, serta ekspresi yag tak lagi tersenyum, kini dipenuhi dengan nafsu membunuh. Pisau makan yang sedari tadi digunakannya, kini menancap dalam pada mejanya.
Hal yang paling dibenci Schera, adalah ketika sesi makannya terganggu, apalagi ketika ia sedang perlahan menikmati makanannya.
Pada saat seperti ini, ia akan mengunyah makanannya dengan perasaan penuh kebahagiaan, hingga gigitan terakhir, memenuhi semua porsi makanan yang tak bisa ia nikmati ketika di medan perang. Ketika momen-momen ini harus diganggu oleh seseorang, baginya sama seperti ketika seorang menyiramnya dengan air dingin.
Sama halnya dengan ketika polisi militer yang menginterogasinya hampir dibunuh oleh Schera karena merebut makanannya, emosi Schera meningkat berkali-kali lipat dibandingkan biasanya. Hal ini, tentu tak bisa digolongkan ke dalam hal apapun selain kecacatan dalam diri Schera, namun dirinya sama sekali tak berniat untuk memperbaiki sifatnya itu.
“Diam. Tak bisakah kalian melihat kalau aku sedang makan? Jika kalian tak mau masuk ke bagian perawatan darurat, maka sebaiknya kalian menjaga mulut kalian, dan berdiri dengan tenang di sana. Jika kalian memaksa untuk melakukan hal lain, aku tak akan menghentikan kalian, jadi silakan lakukan sesuka hati kalian.”
“…..M.Maaf, kami permisi.”
“……..”
Schera kembali melanjutkan sesi makannya dengan bahagia. Hanya suara peralatan makanan yang memenuhi ruangan itu. Kedua orang itu merasa sangat tegang, jantung mereka hampir keluar dari mulut mereka. Mereka sama sekali tak mau menginjak ekor singa yang kelaparan lagi.
Kemudian, Schera pun menyelesaikan makanannya…. satu jam setelah insiden ini terjadi.
“Maaf kalian harus menunggu. Jadi, kalian ada urusan apa denganku?”
Schera mengelap mulutnya dengan sebuah sapu tangan, mengucapkan terima kasih atas makanannya, lalu memalingkan perhatiannya pada kedua orang itu. Mereka yang sedang berdiri kaku di ujung ruangan, kembali menegapkan tubuh mereka, memberi hormat dan memperkenalkan diri mereka kembali.
“Kami sejak hari ini ditugaskan sebagai ajudan bagi Mayor Schera. Saya Letnan Dua Katarina!”
“Saya Letnan Dua Vander!”
“Ah, jadi kalian berdua yang dibahas oleh Tuan Sidamo. Kudengar kalian datang untuk mengambil alih komando mengantikanku. Mari kita bekerja sama.”
Schera berdiri dan dengan tenang memberi hormat. Tubuhnya lebih kecil dari mereka berdua, namun jelas terlihat bahwa dirinya membawa semangat yang sangat berbeda dibandingkan mereka berdua. Bahkan, mereka berdua terpaku kagum melihat Schera.
“T-tentu saja tidak. Anda adalah komandannya, Mayor Schera. Kami hanya akan membantu Anda dengan segenap kemampuan kami hingga detik-detik terakhir hidup kami.”
Katarina dengan tergesa-gesa mengoreksi pernyataan Schera, namun gadis kecil itu hanya menggelengkan kepalanya.
“Aku sama sekali tak mendapatkan pendidikan petinggi militer. Yang bisa kulakukan hanyalah mengayunkan sabit ini demi bertahan hidup. Aku memegang harapanku pada kalian. Kuserahkan hidup para pasukan berkudaku pada kalian.”
“Kami akan mengabdikan segala yang kami miliki untuk Anda!”
“Baiklah jika begitu, aku akan kembali ke ruanganku. Jika ada sesuatu, kalian bisa mencariku kapan saja. Kecuali saat aku makan, kalian bisa menghubungiku kapan saja.”
“Siap!”
.
.
.
Terjemahan ini milik Centinni
Bergabunglah bersama kami di discord untuk mendapatkan update terbaru dan kesempatan untuk bertemu penerjemah favorit Anda ~
Jadilah bagian dari komunitas indonesia yang menyenangkan ~
Tautan discord: https://discord.gg/qHkcfMc
Kami juga membuka donasi via Gojek pay guys. Setiap Rp. 10.000 yang terkumpul, kalian akan dapat satu chapter ekstra. Dan kalian juga, jangan lupa tulis untuk buku apa kalian berdonasi yaa. Kode QR ada di halaman muka yaaa.
- Home
- The Girl Who Ate a Death God [Bahasa Indonesia]
- Chapter 10.1 - Makan Malam Mewah Ternyata Sangat Enak (1)
Donasi pada kami dengan Gojek!
