Eliza (I Reincarnated as a Noble Girl Villainess) [Bahasa Indonesia] - Chapter 47
- Home
- Eliza (I Reincarnated as a Noble Girl Villainess) [Bahasa Indonesia]
- Chapter 47 - Pertempuran Bertahan di Benteng Jugfena (5)
Mungkin karena Paulo tahu betapa aku merasa jijik karena harus berurusan dengan wakil kapten, dia berbicara untukku dan berkata pada kapten, “Aku pikir kau bisa pergi sekarang.”
“Ada pesan dari Ergnade – sama untukmu. Para ksatria akan bertanggung jawab untuk mengintai kamp musuh, dan sisa dari pasukan harus tetap bersiaga. Kita masih harus bertemu dengan suku Shiru dan memastikan untuk melindungi mereka, tapi karena kita tidak tahu kapan akan bertemu, jadi kita harus bersiaga.”
“Apa yang terjadi?” adalah tanggapan dari kapten, dan dia segera kembali ke pasukan Franknya setelah melihat arah mereka. Setengah dari pasukannya sudah berhenti maju karena menerima perintah dari formasi tengah dan tampaknya menatap ke arah kami, sementara setengahnya masih maju.
“…Sebelum berkomentar tentang kemampuan komando pasukan lain, belajar bagaimana mengelola pasukanmu sendiri.”
Gunther mencemooh kapten sementara aku menyaksikannya dalam diam ketika dia menggambar garis di lehernya dengan jari, saat kapten itu berlari menjauh, berteriak “Berhenti maju, kalian idiot!”
“Yah, begitulah yang terjadi.”
Gunther mengedik dan berbalik, dan kami kembali ke pasukan kami yang bebaris dengan rapi dan teratur. Pada awalnya, kami menyangka perang sudah dimulai pada saat ini. Pertanyaannya kapan kami akan bertemu dengan suku Shiru.
Kami tetap bersiaga di lokasi kami saat ini selama kira – kira satu jam. Tidak ada yang terjadi selama waktu itu dan dataran sunyi senyap, ketika kami akhirnya mendengar sesuatu yang ribut dari belakang kami.
“Apa yang terjadi?”
Gunther bersuara keras, mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Seorang tentara dari barisan paling jauh di belakang kami menjawabnya.
“Tuanku! Ada awan debu naik dari belakang kita!”
Pada saat yang sama, aku bisa mendengar suara seperti teriakan pertempuran dari tentara formasi tengah. Apakah itu serangan musuh? Tidak mungkin, dari belakang kami?
“Tuanku, tolong lihat itu!”
Paulo meraih bahuku. Ketika aku melihat ke arah yang ditunjuknya, apa yang aku lihat adalah asap hitam yang mengepul dari salah satu tenda di belakang kamp musuh.
“…Api?”
Aku tidak sempat memikirkannya lama- lama. Gunther sudah menaikkan suaranya lagi.
“Oy, mereka kesini!”
Para tentara berhenti membuat keributan, yang digantikan dengan rasa tegang yang tinggi. Di timur laut kami, kuda – kuda mengeluarkan banyak debu. Para tentara di depan kuda itu memiliki bendera Benteng Jugfena.
“Angkat bendera kita!!!”
Itu adalah Peleton Kavaleri Ketiga yang bertugas untuk memandu suku Shiru kesini yang menghampiri kami dengan cepat, dan pasukanku mengangkat bendera kami juga. Dari sisi kami, aku mendengar “Ambil posisi!” juga. Pasukan Frank segera memperbaiki posisi berantakan mereka, dan mengatur diri menjadi formasi infanteri tombak.yang rapat.
Suku Shiru dan Peleton Kavaleri Ketiga yang terdiri dari ksatria bangsawan mendekati kami tanpa mengurangi kecepatannya sama sekali. Dari apa yang kami lihat, ada banyak orang yang berlari, diikuti dengan anak – anak yang menunggang kuda. Ada dua sampai tiga anak di setiap kuda. Salah satu dari pemimpin mereka yang memegang bendera berhenti di depanku, dan bertanya, “Apakah kau adalah Viscountess Kaldia?” Aku mengangguk mengatakan ya, dan dia memberi hormat padaku dan mulai memberikan laporan singkat tentang apa yang terjadi dengan pasukan yang terpisah.
“Mengenai suku Shiru, jumlahnya lebih banyak daripada yang diduga. Mereka adalah sisa – sisa suku Shiru yang membantu para perempuan mereka untuk melarikan diri terlebih dahulu ke Benteng Jugfena dan yang tertinggal di Dataran tingggi Bandishia. Para prianya membuat sisa para perempuan dan anak – anak menunggang kuda, dan para pejuang mereka berlari bersama Peleton Kavaleri Ketiga kami.”
“Aku mengerti.”
Saat kami berbicara, kuda – kuda dengan anak – anak di atas mereka melewatiku juga, dan dengan suara ribut dan dentang logam, kemudian diikuti dengan para perempuan. Di belakang mereka adalah ksatria memakai senjata, mungkin untuk melindungi mereka sebagai barisan belakang.
“Situasi kita saat ini disini aku khawatir kita sudah masuk ke dalam perangkap Densel. Tentara Densel tampaknya telah pergi melewati kita dan mengambil rute selatan. Karena aku tadi mendengar teriakan pertempuran dari formasi tengah, sepertinya mereka sudah bertempur.”
“Jika begitu, ayo kita mundur ke benteng lewat Dataran tinggi Bandishia. Mohon untuk mengizinkan saya menjadi penunjuk jalan.”
Karena itu apa yang aku ingin lakukan juga, aku segera mengangguk menyetujuinya. Ketika itu seorang pria dari suku Shiru yang menunggang kuda datang ke depan kami. Meski dia memiliki busur di tangannya, aku menyadari bahwa tabung anak panahnya kosong.
“Oi, kami yang paling terakhir sudah datang semua dan tidak memiliki senjata! Apa yang harus kami lakukan sekarang!?”
Dia berbicara bahasa Artolan dengan fasih. Orang yang mengerti dirinya adalah aku dan para ksatria, Gunther dan Paulo menatap satu sama lain dengan wajah kosong.
“Kita akan segera kembali ke benteng kami melewati Dataran tinggi Bandishia! Karena pertempuran telah pecah di dataran, kita akan menghindari jalan itu!”
Saat ksatria menjawab, aku melihat anak panah terbang ke arah kami dari jarak yang jauh di belakang kami. Aku bisa mendengar suara samar teriakan dan seruan. Tentara Densel yang mengejar sudah ada di dekat kami. Setelah suku Shiru nomaden yang menggunakan semua anak panahnya, banyak orang yang terluka. Mereka berbau darah dan debu.
“Ayo pergi. Waktunya untuk berangkat ke Benteng Jugfena.”
“Aku mengerti. Viscountess Kaldia, tolong pimpin pasukanmu.”
Aku sangat khawatir meninggalkan barisan belakang pada pasukan Frank, tapi kami tidak bisa tinggal disini lebih lama. Aku meniru Paulo dan dengan mulus melompat ke salah satu kudaku dan mengambil kendalinya.
“Tentara Kaldia, bersiap untuk mundur! Mundur!”
Banyak tentara yang lewat disisiku, dengan pedang dan tombak yang siap siaga. Di antara mereka ada beberapa pejuang pria suku Shiru yang berjalan kaki, setelah menyerahkan kudanya pada para perempuan dan anak – anak mereka.
“Kita akan kembali ke Benteng Jugfena lewah Dataran tinggi Bandishia! Mulai maju!”
Sat pasukanku mundur, pasukan Frank maju. Dengan dentingan logam terdengar di udara, digabung dengan ringkikan kuda dan teriakan orang – orang, aku bisa mendengar suara benturan saat kami mundur dari lokasi kami saat ini.
- Home
- Eliza (I Reincarnated as a Noble Girl Villainess) [Bahasa Indonesia]
- Chapter 47 - Pertempuran Bertahan di Benteng Jugfena (5)
Donasi pada kami dengan Gojek!
